digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Batubara merupakan salah satu alternatif bahan bakar yang memiliki potensi untuk menggantikan bahan bakar minyak. Disamping untuk keperluan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan industri semen, batubara juga dapat digunakan sebagai bahan bakar pada industri kecil, seperti : bata merah, genteng, kapur, pandai besi dan gerabah. Janis bahan bakar yang selama ini digunakan oleh industri kecil tersebut adalah kayu, arang kayu, residu minyak, gas dan limbah pertanian. Selain bahan bakar minyak dan gas, kayu dan arang kayu juga perlu digantikan karena luas hutan di Pulau Jawa sudah kritis. Potensi kebutuhan bahan bakar untuk industri kecil di Jawa Barat cukup besar. Jika dikonversikan ke dalam satuan energi batubara, maka kebutuhan bahan bakar seluruh industri kecil di 20 kabupaten di Jawa Barat pada tahun 2000 adalah sebesar 1.078.753 TTB (1 TTB = 1 ton batubara yang memiliki kandungan energi 6.000 Kkal/Kg). Kebutuhan bahan bakar ini meningkat setiap tahun dengan tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar 2,7 % per tahun. Batubara yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri kecil tersebut berasal dari lokasi cadangan batubara yang ada di Jawa Barat sendiri. Dari sejumlah lokasi cadangan batubara di Jawa Barat tersebut, terdapat 4 lokasi potensial untuk di tambang secara ekonomis, yaitu : Bojongmanik, Bayah, Cimandiri dan Jasinga. Kapasitas produksi total dari ke-4 lokasi tambang tersebut adalah 1.162.000 TTB/Tahun. Dari kapasitas produksi batubara di lokasi tambang dan potensi permintaan batubara di Jawa Barat (TTB/Tahun), maka Jawa Barat tidak perlu menambah suplai batubara dari daerah lain. Untuk mengangkut batubara dari lokasi tambang ke daerah-daerah industri kecil, dapat digunakan 2 alternatif moda transportasi, yaitu : kereta api dan truk. Tiap-tiap moda transportasi ini memiliki kelebihan dan kekurangan berdasarkan jarak dan volume yang diangkut. Misalnya, kereta api lebih cocok untuk pengangkutan jarak jauh dengan volume besar. Sedangkan truk hanya dapat digunakan untuk volume kecil dengan jarak relatif pendek. Tersebarnya daerah-daerah industri kecil di seluruh Jawa Barat, tidak memungkinkan pengiriman batubara secara langsung dari lokasi tambang ke daerah-daerah industri kecil. Pengiriman cara langsung kurang ekonomis bagi daerah yang kebutuhannya relatif kecil. Oleh karena itu, pada sistem distribusi batubara untuk industri kecil ini diperlukan beberapa depot sebagai perantara untuk mengirimkan batubara dari lokasi tambang ke daerah industri kecil. Sejumlah besar batubara diangkut dari lokasi tambang ke depot dan kemudian dari depot dipecah ke daerah-daerah yang membutuhkan. Dengan adanya perbedaan kapasitas produksi, ongkos produksi dan ongkos transportasi dari tiap-tiap lokasi tambang, maka perlu ditentukan sistem alokasi yang dapat meminimumkan ongkos total terkirim. Dengan menggunakan metode transportasi, diperoleh sistem alokasi untuk tahun 2000 dengan ongkos rata-rata terkirim Rp 37.264/TTB.