digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

2008 DIS PP MUHAMMAD ISYA 1-COVER.pdf
PUBLIC Vika Anastasya Kovariansi

2008 DIS PP MUHAMMAD ISYA 1-BAB 1.pdf
PUBLIC Vika Anastasya Kovariansi

2008 DIS PP MUHAMMAD ISYA 1-BAB 2.pdf
PUBLIC Vika Anastasya Kovariansi

2008 DIS PP MUHAMMAD ISYA 1-BAB 3.pdf
PUBLIC Vika Anastasya Kovariansi

2008 DIS PP MUHAMMAD ISYA 1-BAB 4.pdf
PUBLIC Vika Anastasya Kovariansi

2008 DIS PP MUHAMMAD ISYA 1-BAB 5.pdf
PUBLIC Vika Anastasya Kovariansi

2008 DIS PP MUHAMMAD ISYA 1-PUSTAKA.pdf
PUBLIC Vika Anastasya Kovariansi

Sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang Dasar 1945 memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah. Pemerintah menimbang perlu memberlaku­kan Otonomi Daerah untuk menghadapi tantangan, baik tantangan dari dalam maupun dari luar negeri. Tantangan dari dalam negeri adalah akibat ketimpangan pemerataan hasil pembangunan antara pusat dan daerah di masa pemerintahan orde baru, hingga timbul tuntutan agar daerah diberikan peranan yang lebih besar dalam penyelenggaraan pemerintahan. Sedangkan tantangan dari luar negeri adalah era globalisasi yang menyebabkan lahirnya kerjasama regional, seperti: AFTA, APEC, IMT-GT, KAPET dan sebagainya. Untuk itu Pemerintah Republik Indonesia telah memberlakukan otonomi daerah sejak berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (diganti dengan UU RI No. 32 tahun 2004), yang diikuti dengan UU RI No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (diganti dengan UU RI No. 33 tahun 2004). Untuk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) berlaku otonomi khusus berdasarkan UU RI No. 11 tahun 2006 dengan nama Undang-Undang Pemerintahan Aceh. Tujuan berlakunya otonomi daerah tersebut secara garis besar adalah tercapainya pemerintahan yang baik, menjalankan prinsip: akuntabilitas, transparansi dan partisipatif. Berlakunya otonomi daerah juga mengakibatkan terjadinya sejumlah perubahan mendasar pada paradigma dalam sistem pemerintahan di Indonesia, termasuk dalam sektor transportasi. Dalam penyelenggaraan transportasi terjadi pergeseran sudut pandang, seperti bergesernya pendekatan perencanaan yang bersifat: top-down ke arah bottom-up, inspiratif ke arah aspiratif, mobilisasi ke arah partisipasi, dan sektoral ke arah kewilayahan/terpadu. Pergeseran tersebut berdampak kepada bagaimana penyediaan sistem jaringan transportasi di suatu wilayah harus direncanakan, disediakan, dioperasikan, dievaluasi dan didanai. Dalam kajian ini difokuskan pada perencanaan program penanganan sistem jaringan jalan jalan nasional dan provinsi di wilayah provinsi, dengan kasus Provinsi NAD. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan suatu perumusan proses penyusunan program penanganan sistem jaringan jalan nasional dan provinsi dalam wilayah provinsi yang sesuai dengan kondisi berlakunya otonomi daerah. Proses perencanaan yang dirumuskan harus dapat menjamin tercapainya tujuan dari berlakunya otonomi daerah seperti: mempertimbangkan sifat kemultian dari transportasi dan keluaran perencanaan dalam bentuk skala prioritas sebagai akibat terbatasnya biaya penanganan. Untuk itu dalam pengambilan keputusan di sini digunakan Analisis Multi Kriteria (AMK). Dalam penggunaan metode AMK, hal yang penting diperhatikan adalah: aktor, kriteria, dan bobot kriteria. Aktor sebagai penentu keputusan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua pihak, pengambil keputusan dan pihak terkait (stakeholders). Kepada kedua pihak dilakukan survey wawancara menggunakan model kuesioner untuk memperoleh besarnya bobot kriteria (termasuk sub-kriteria) dan bobot alternatif. Terhadap setiap ruas jalan dilakukan juga skoring, baik untuk kriteria yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif untuk semua tahun tinjauan. Skor akan berubah sejalan dengan rentang waktu tinjauan. Untuk itu, dilakukan prediksi kinerja lalu lintas dengan teknik pemodelan, dalam hal ini digunakan pemodelan transportasi empat tahap. Penjumlahan bobot kali skoring kriteria untuk setiap ruas, merupakan nilai yang menentukan skala prioritas penanganan jalan. Secara garis besar penelitian ini telah menghasilkan suatu rumusan proses perencanaan yang berkaitan dengan metode aplikasi perencanaan program penanganan sistem jaringan jalan yang menggunakan pendekatan partisipatif, melibatkan banyak kriteria dan menghasilkan keluaran perencanaan dalam bentuk skala prioritas. Hasil analisis perangkingan program penanganan dengan melibatkan persepsi dari stakeholders (proses bottom up) dibandingkan dengan hanya menggunakan persepsi pengambil keputusan dengan kriteria teknis dan terukur, menunjukkan bahwa terjadi perbedaan prioritas penanganan sebagai akibat dari kriteria dan bobot kriteria yang berbeda. Hasil perencanaan yang dihasilkan dengan proses bottom up, melibatkan banyak kriteria dan menghasikan keluaran secara prioritas tersebut ditafsirkan akan memberikan hasil yang sesuai dengan kondisi otonomi daerah.