digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

003.pdf ]
PUBLIC Open In Flip Book Perpustakaan Prodi Arsitektur

Keraton/Istana kesultanan Melayu di Kalimantan Barat merupakan wujud arsitektur kebudayaan hinggil (high culture) yang menjadi bagian dari sejarah perkembangan suku bangsa Melayu di Kalimantan Barat. Hasil inventarisasi menunjukkan bahwa 36 buah keraton/istana kesultanan yang pernah ada., hanya tersisa 9 keraton/istana yang masih utuh. Perkembangan arsitektur keraton kerajaan/istana kesultanan Melayu di Kalimantan Barat dipengaruhi oleh sejarah dan sistem pemerintahan kerajaan/kesultanan yang berlaku pada setiap periode perkembangan, di,ulai dari periode pemerintahan kerajaan, periode pemerintahan kesultanan, periode kolonial, dan periode pemerintahan Republik Indonesia (RI). Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian interpretive-historical, yaitu jenis strategi penelitian naratif yang berdasarkan pada data-data historis. Tujuan penelitian ialah memetakan sejarah perkembangan dan sistem pemerintahan kerajaan/kesultanan Melayu di Kalimantan Barat, dari mulai berdiri hingga saat ini ; memerikan dinamika perkembangan arsitektur keraton kerajaan/istana kesultanan Melayu di Kalimantan Barat; dan menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh pada perkembangan arsitektur keraton kerajaan/istana kesultanan Melayu di Kalimantan Barat serta keterkaitan antara faktor-faktor tersebut. Pengumpulan data dilakukan melalui studi kearsipan dan literatur, wawancara dan pengamatan lapangan terhadap 9 kasus istana kesultanan eksisting. Analisis diakronik dan sinkronik dipergunakan untuk memetakan perubahan dan perkembangan historis serta mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika arsitektur keraton/istana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh perubahan sistem pemerintahan dan relasi kekuasaan terhadap arsitektur keraton/istana berbeda-beda pada setiap periode perkembangan kerajaan/kesultanan, meliputi lokasi, struktur dan konfigurasi spasial, fungsi dan susunan ruang, bentuk dan tampilan bangunan, dan ragam hias. Perubahan paling signifikan terjadi pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda akibat status kesultanan sebagai subordinasi kekuasaa pemerintahan Hindia Belanda. Pada masa pemerintahan Republik Indonesia (RI), kekuasaan kesultanan scara politik dan kewilayahan menghilang akibatdileburnya wilayah kesultanan ke dalam wilayah administratif kebupaten/kota yang dipimpin oleh seorang Bupati/Walikota. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan arsitektur kerato/istana terdiri atas faktor ekonomi, politik, dan sosial budaya. Faktor ekonomi meliputi perkembangan jaringan global, monopoli dam penguasan sumber daya. Faktor politik meliputi perubahan relasi kekuasaan dan peran raja/sultan, upaya-upaya mempertahanka dominasi dan legitimasi kekuasaan melalui arsitektur keraton/istana dan nteresi teknologi untuk perbaikan lingkungan yang mengubah kondisi geografis wilayah kesultanan. Faktor sosial budaya meliputi perubahan dari stateless society menjadi sebuah kerajaan/kesultanan, perubahan sistem kepercayaan, pengaruh budaya kolonial dan budaya riparian. Dinamika perkembangan arsitektur keraton/istana memperlihatkan perubahan makna, dari keraton sebagai simbol kekuasaan individu pada masa pemerintahan kerajaan, ke istana sebagai cermian subordinasi kekuasaan yang terjadi pada masa pemerintahan kolonial, dan akhirnya istana sebagai simbol budaya kesultanan pada masa pemerintahan Republik Indonesia. Kontinuitas perkembangan arsitektur keraton kerajaan/istana kesultanan terbatas pada lokasi di tepian sungai, konfigurasi spasial mengikuti garis sempadan sungai, dan penggunaan ragam hias dan simbol yang merupakan bagian dari sistem kepercayaan dan periode-periode sebelumnya dan masih dipertahankan hingga kini. Sedangkan perubahan arsitektur keraton/istana kesultanan terjadi pada hampir selut\ruh aspek arsitektur, mulai dari struturspasial, fungsi dan susunan ruang, bentuk dan tampilan bangunan. Hasil penelitian dapat melengkapi penelitian tentang sejarah perkembangan arsitektur, khususnya arsitektur Melayu di Indonesia. Hasil penelitian juga dapat menjawab upaya pencarian identitas arsitektur Melayu di Kalimantan Barat yang selama ini diyakini mengacu pada arsitektur istana-istana kesultanan yang ada.