ABSTRAK Resty Mayseptheny Hernawati
PUBLIC Alice Diniarti COVER Resty Mayseptheny Hernawati
PUBLIC Alice Diniarti BAB 1 Resty Mayseptheny Hernawati
PUBLIC Alice Diniarti BAB 2 Resty Mayseptheny Hernawati
PUBLIC Alice Diniarti BAB 3 Resty Mayseptheny Hernawati
PUBLIC Alice Diniarti BAB 4 Resty Mayseptheny Hernawati
PUBLIC Alice Diniarti BAB 5 Resty Mayseptheny Hernawati
PUBLIC Alice Diniarti PUSTAKA Resty Mayseptheny Hernawati
PUBLIC Alice Diniarti
Peningkatan kualitas sistem body armor dalam hal ringan dan ketahanan balistik
tinggi sampai saat ini masih terus diteliti. Penggunaan sistem body armor yang
terdiri dari hard body armor, soft body armor, dan blunt trauma pad (BTP) dari
berbagai material terpilih terus dikembangkan. Dalam rompi anti peluru,
pemilihan sistem body armor yang dipilih tergantung kepada jenis ancaman yang
akan diterima oleh body armor. Apabila ancaman berupa senapan dengan jenis
peluru armor piercing (AP) berkecepatan tinggi (sekitar 900 m/s), maka ketiga
komponen sistem body armor harus digunakan. Namun, apabila jenis ancaman
berupa pistol dengan jenis peluru Full Metal Jacketed (FMJ) dengan kecepatan
lebih rendah (sekitar 3000 m/s) dibanding peluru AP maka sistem body armor
menggunakan jenis soft body armor dan BTP. Pada dasarnya, meskipun peluru
berhasil dihentikan oleh sistem body armor sisa energi kinetik yang tidak terserap
oleh sistem dapat didistribusikan ke tubuh pengguna body armor. Energi yang
mengenai tubuh dapat menimbulkan cidera seperti lebam, kerusakan organ dalam,
sampai berpotensi pada kematian. Cidera akibat peluru yang tertahan dan tidak
menembus body armor dikenal dengan blunt trauma atau behind armor blunt
trauma (BABT). Untuk mengurangi BABT dibutuhkan BTP yang dapat menyerap
sisa energi kinetik sehingga dapat mengurangi potensi cidera BABT. Material
yang harus dipilih sebagai BTP adalah material dengan performa utama sebagai
penyerap energi. BTP komersil yang umunnya digunakan dalam sistem body
armor berbahan dasar dari foam Poliuretan dan foam EVA. Kesamaan dari kedua
jenis BTP komersil tersebut antara lain berupa struktur cellular, memiliki densitas
rendah, serta cenderung fleksibel. Karet alam memiliki sifat yang unik yaitu
elastisitas yang tinggi sehingga apabila struktur karet tersebut dibuat menjadi
cellular berpotensi menggantikan bahan dasar pembuatan BTP. Indonesia sebagai
produsen karet alam kedua terbesar di dunia berpotensi mengembangkan BTP.
Langkah awal pembuatan BTP berbasis foam karet alam adalah membuat kompon
dengan menambahkan chemical blowing agen (CBA). CBA yang dipilih adalah
Natrium bikarbonat (NB) dan Azodikarbonamida(AZ). Setelah pembuatan
kompon, kompon divulkanisasi menggunakan alat compression molding. Terdapat
4 metode pembuatan BTP yaitu metode free forming (FF), penguncian tekanan (K) dan tanpa penguncian tekanan (NK), serta dimensi dengan penguncian
tekanan (DK). Hasil BTP kemudian dikarakterisasi morfologinya menggunakan
Scanning Electron Microscopy (SEM) dan diolah hasil SEM tersebut
menggunakan ImageJ untuk menentukan struktur cellular dari BTP yang
dihasilkan. Berdasarkan hasil karakterisasi menggunakan SEM dan pengolahan
data struktur cellular, morfologi CBA NB berupa open cell foam dan anisotropi
dengan rata-rata ukuran cell yang relatif lebih besar. Sedangkan untuk BTP CBA
AZ, morfologi berupa closed cell foam dan anisotropi dengan ukuran cell relatif
kecil. Selain dari pada itu, metode pembuatan yang optimum dihasilkan dengan
menggunakan metode K dan NK, sehingga empat sampel BTP AZK, AZNK,
NBK, NBNK dikarakterisasi sifat kepegasan pantul. Berdasarkan hasil uji
kepegasan pantul, penyerapan energi terbesar didapatkan oleh BTP AZNK.
Kemudian BTP AZNK diuji tembak dengan level proteksi IV sedangkan BTP
NBK dan BTP komersil EVA foam diuji tembak dengan level proteksi IIIA. Dari
hasil uji tembak diperoleh back face signature (BFS) BTP AZNK sebesar 5,952
mm, sedangkan BFS untuk BTP NBK sebesar 13,94 mm dan BFS untuk EVA
foam sebesar 17,56 mm. Keduanya memenuhi standar NIJ 0101.06 yaitu nilai
BFS dibawah nilai BFS yang diijinkan yaitu 44 mm. Selain dari pada itu,
penggunaan BTP NBK dibandingkan dengan EVA foam mengurangi nilai BFS
sebesar 20,62%. Hasil ini menunjukkan BTP berbasis foam karet alam memiliki
potensi yang besar sebagai material blunt trauma pad pengganti BTP komersil
yang digunakan umumnya serta BTP memiliki performa ketahanan balistik lebih
baik dibanding EVA foam.