2019_TA_PP_PUTU_INDAH_ADNYANI_ABSTRAK.pdf
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
2019_TA_PP_PUTU_INDAH_ADNYANI_BAB_1.pdf
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
2019_TA_PP_PUTU_INDAH_ADNYANI_BAB_2.pdf
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
2019_TA_PP_PUTU_INDAH_ADNYANI_BAB_3.pdf
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
2019_TA_PP_PUTU_INDAH_ADNYANI_BAB_4.pdf
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
2019_TA_PP_PUTU_INDAH_ADNYANI_BAB_5.pdf
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
2019_TA_PP_PUTU_INDAH_ADNYANI_DAFTAR_PUSTAKA.pdf
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
2019_TA_PP_PUTU_INDAH_ADNYANI_LAMPIRAN.pdf
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
2019_TA_PP_PUTU_INDAH_ADNYANI_JURNAL.pdf
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Wilayah perkotaan dapat berperan sebagai pusat dari kegiatan konsumsi dan budaya
(Glaeser, 2000). Secara empiris, berdasarkan studi yang telah dilakukan oleh
Glaeser, Kolko dan Saiz (2000) Budaya konsumsi masyarakat kota dapat mendorong
pertumbuhan kota. Padahal, seringkali pertumbuhan kota dikaitkan dengan
konsentrasi spasial dari densitas perkotaan, contohnya seperti kepadatan penduduk
dan kawasan terbangun. Studi ini ingin membahas dan membuktikan lebih jauh
mengenai hubungan keberadaan amenitas perkotaan tersebut dengan fenomena
kekotaan yang terjadi pada suatu wilayah perkotaan. Studi kasus yang akan
digunakan pada penelitian ini yaitu pada kawasan Metropolitan Bandung Raya.
Fenomena kekotaan akan dikuantifikasi selain dengan nilai densitas perkotaan yang
biasa digunakan untuk menjelaskan karakteristik urbanitas pada suatu wilayah.
Kepadatan penduduk, kepadatan jaringan jalan serta luas area pemukiman sebagai
kawasan terbangun akan digunakan sebagai densitas perkotaan. Sedangkan untuk
mengukur amenitas perkotaan, akan menggunakan amenitas pasar, minimarket,
supermarket, mall, rumah makan, nightlife, museum & galeri sebagai amenitas yang
terkait dengan konsumsi dan budaya. Seluruh variabel diukur pada unit
kelurahan/desa untuk mendapatkan hasil yang lebih detail. Studi ini menggunakan
analisis deskriptif untuk mengidentifikasi densitas perkotaan dan analisis spasial
untuk memetakan persebaran amenitas perkotaan. Selanjutnya vaiabel densitas
perkotaan akan digabungkan dengan amenitas perkotaan untuk membentuk indeks
komposit urban gradient. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai indeks urban
gradient tertinggi terdapat pada pusat metropolitan yaitu Kota Bandung dan Kota
Cimahi dan semakin menurun pada bagian pinggiran, dan beberapa amenitas
mengikuti pola yang sama