digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

SEPRIANUS ABSTRAK
PUBLIC Open In Flip Book Dwi Ary Fuziastuti

Pada umumnya, model-model epidemi kompartemental mengasumsikan populasi bersifat homogen, yang artinya setiap individu memiliki peluang yang sama, per satuan waktu, berinteraksi dengan setiap individu lainnya dalam populasi tersebut. Akibatnya, setiap individu memiliki peluang yang sama untuk terinfeksi atau pun menginfeksi individu lainnya. Namun pada kenyataannya, hampir sebagian besar individu dalam populasi berinteraksi hanya dengan sejumlah kecil individu lainnya. Fakta ini mengindikasikan bahwa menggunakan asumsi homogen pada populasi dalam pemodelan epidemiologi sudah tidak relevan. Penelitian dalam disertasi ini bertujuan mengembangkan sebuah model epidemi yang mempertimbangkan keragaman perilaku interaksi manusia. Model ini diawali dengan membangun sebuah jaringan yang dapat menggambarkan keragaman perilaku interaksi manusia dalam suatu populasi. Jaringan ini dinamakan sebagai jaringan sintesis interaksi manusia yang dibangun dengan menggunakan derajat rata-rata dan rentang intensitas interaksi. Mekanisme penularan infeksi pada jaringan ini dibangun dengan cara membawa konsep model kompartemen biasa pada skala indvidual. Model ini dibangun sedemikian rupa sehingga beragam tindakan intervensi dapat disertakan tanpa harus menambah kompartemen. Ada tiga kajian yang tercakup dalam disertasi dan menjadi bagian dari proses pengembangan model epidemi pada jaringan sintesis interaksi manusia sekaligus bentuk penerapan dari model yang sudah dikembangkan. Ketiga kajian tersebut adalah sebagai berikut. Kajian dengan judul Pemodelan Penyebaran COVID-19 di Sekolah-sekolah dan Tempat Kerja: Sebuah Pendekatan Komputasional menggunakan model epidemi pada jaringan sintesis interaksi manusia untuk menentukan jumlah individu yang dapat ditampung dalam suatu ruangan dengan luas dan waktu okupansi tertentu. Kajian ini membangun jaringan sintesis interaksi manusia berdasarkan jarak antar individu yang diperoleh dari pergerakan acak individu dalam suatu ruangan. Model epidemi pada jaringan ini dikembangkan dari model SIR yang dibawa ke skala individu. Beberapa tindakan intervensi seperti penggunaan masker, jaga jarak, menjaga kebersihan, dan mengurangi aktivitas di luar ruangan juga disertakan tanpa menambah kompartemen. Hasil simulasi menunjukkan jumlah individu yang dapat ditampung dalam suatu ruangan dengan penyertaan tindakan intervensi sedikit lebih banyak dibandingkan dengan kasus tanpa intervensi sepanjang waktu okupansi tidak lebih dari tujuh jam. Kajian dengan judul Model Komputasional Proses Epidemi Tiga Varian pada Jaringan Sintesis Interaksi Manusia menggunakan model epidemi pada jaringan sintesis interaksi manusia untuk melihat bagaimana dinamika proses epidemi dengan tiga varian yang muncul secara acak dengan peluang sangat kecil selama proses epidemi. Model jaringan dibangun menggunakan derajat rata-rata dan rentang intensitas interaksi. Kemunculan varian baru selama proses epidemi berlangsung dipandang sebagai mutasi virus. Model epidemi dalam penelitian ini dikembangkan dari model SIR untuk skala individual dengan tambahan dua varian. Tidak ada penyertaan tindakan intervensi secara eksplisit dalam kajian ini. Namun, mereduksi derajat rata-rata dan rentang intensitas interaksi dapat dipandang sebagai tindakan pembatasan aktivitas. Hasil simulasi menunjukkan hasil dinamika proses epidemi yang bervariasi dan kaya. Derajat rata-rata dan rentang intensitas interaksi berperan besar dalam menentukan ukuran epidemi. Penelitian ini juga memperkenalkan sebuah bilangan yang dinamakan bilangan penyebaran infeksi untuk mengukur tingkat keparahan epidemi berdasarkan ukuran dan lamanya epidemi. Kajian dengan judul Pemodelan Sederhana Proses Epidemi dengan Dua Dosis Vaksin pada Jaringan Sintesis Interaksi Manusia juga menggunakan model epidemi pada jaringan sintesis interaksi manusia untuk melihat dampak vaksinasi dua dosis pada proses epidemi. Model jaringan yang dibangun sama dengan model jaringan pada penelitian sebelumnya yaitu menggunakan derajat rata-rata dan rentang intensitas interaksi. Model epidemi pada jaringan juga dibangun berdasarkan pada model SIR untuk skala individu. Perbedaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah menyertakan vaksinasi dua dosis berdasarkan waktu pemberian vaksin dan distribusinya yaitu secara acak atau berdasarkan segmen cakupan, sebagai tindakan intervensi. Hasil simulasi menunjukkan bahwa vaksinasi dua dosis yang lebih efektif dan efisien dalam menekan epidemi adalah vaksinasi yang dilakukan lebih awal dan berdasarkan segmen cakupan, yaitu dengan menyasar hub-hub pada jaringan.