Pada umumnya, model-model epidemi kompartemental mengasumsikan populasi
bersifat homogen, yang artinya setiap individu memiliki peluang yang sama, per
satuan waktu, berinteraksi dengan setiap individu lainnya dalam populasi tersebut.
Akibatnya, setiap individu memiliki peluang yang sama untuk terinfeksi atau pun
menginfeksi individu lainnya. Namun pada kenyataannya, hampir sebagian besar
individu dalam populasi berinteraksi hanya dengan sejumlah kecil individu lainnya.
Fakta ini mengindikasikan bahwa menggunakan asumsi homogen pada populasi
dalam pemodelan epidemiologi sudah tidak relevan.
Penelitian dalam disertasi ini bertujuan mengembangkan sebuah model epidemi
yang mempertimbangkan keragaman perilaku interaksi manusia. Model ini diawali
dengan membangun sebuah jaringan yang dapat menggambarkan keragaman
perilaku interaksi manusia dalam suatu populasi. Jaringan ini dinamakan sebagai
jaringan sintesis interaksi manusia yang dibangun dengan menggunakan derajat
rata-rata dan rentang intensitas interaksi. Mekanisme penularan infeksi pada
jaringan ini dibangun dengan cara membawa konsep model kompartemen biasa
pada skala indvidual. Model ini dibangun sedemikian rupa sehingga beragam
tindakan intervensi dapat disertakan tanpa harus menambah kompartemen.
Ada tiga kajian yang tercakup dalam disertasi dan menjadi bagian dari proses
pengembangan model epidemi pada jaringan sintesis interaksi manusia sekaligus
bentuk penerapan dari model yang sudah dikembangkan. Ketiga kajian tersebut
adalah sebagai berikut.
Kajian dengan judul Pemodelan Penyebaran COVID-19 di Sekolah-sekolah dan
Tempat Kerja: Sebuah Pendekatan Komputasional menggunakan model epidemi
pada jaringan sintesis interaksi manusia untuk menentukan jumlah individu yang
dapat ditampung dalam suatu ruangan dengan luas dan waktu okupansi tertentu.
Kajian ini membangun jaringan sintesis interaksi manusia berdasarkan jarak antar
individu yang diperoleh dari pergerakan acak individu dalam suatu ruangan. Model
epidemi pada jaringan ini dikembangkan dari model SIR yang dibawa ke skala
individu. Beberapa tindakan intervensi seperti penggunaan masker, jaga jarak,
menjaga kebersihan, dan mengurangi aktivitas di luar ruangan juga disertakan tanpa
menambah kompartemen. Hasil simulasi menunjukkan jumlah individu yang dapat ditampung dalam suatu ruangan dengan penyertaan tindakan intervensi sedikit lebih
banyak dibandingkan dengan kasus tanpa intervensi sepanjang waktu okupansi
tidak lebih dari tujuh jam.
Kajian dengan judul Model Komputasional Proses Epidemi Tiga Varian pada
Jaringan Sintesis Interaksi Manusia menggunakan model epidemi pada jaringan
sintesis interaksi manusia untuk melihat bagaimana dinamika proses epidemi
dengan tiga varian yang muncul secara acak dengan peluang sangat kecil selama
proses epidemi. Model jaringan dibangun menggunakan derajat rata-rata dan
rentang intensitas interaksi. Kemunculan varian baru selama proses epidemi
berlangsung dipandang sebagai mutasi virus. Model epidemi dalam penelitian
ini dikembangkan dari model SIR untuk skala individual dengan tambahan dua
varian. Tidak ada penyertaan tindakan intervensi secara eksplisit dalam kajian
ini. Namun, mereduksi derajat rata-rata dan rentang intensitas interaksi dapat
dipandang sebagai tindakan pembatasan aktivitas. Hasil simulasi menunjukkan
hasil dinamika proses epidemi yang bervariasi dan kaya. Derajat rata-rata dan
rentang intensitas interaksi berperan besar dalam menentukan ukuran epidemi.
Penelitian ini juga memperkenalkan sebuah bilangan yang dinamakan bilangan
penyebaran infeksi untuk mengukur tingkat keparahan epidemi berdasarkan ukuran
dan lamanya epidemi.
Kajian dengan judul Pemodelan Sederhana Proses Epidemi dengan Dua Dosis
Vaksin pada Jaringan Sintesis Interaksi Manusia juga menggunakan model epidemi
pada jaringan sintesis interaksi manusia untuk melihat dampak vaksinasi dua dosis
pada proses epidemi. Model jaringan yang dibangun sama dengan model jaringan
pada penelitian sebelumnya yaitu menggunakan derajat rata-rata dan rentang intensitas
interaksi. Model epidemi pada jaringan juga dibangun berdasarkan pada model
SIR untuk skala individu. Perbedaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya
adalah menyertakan vaksinasi dua dosis berdasarkan waktu pemberian vaksin dan
distribusinya yaitu secara acak atau berdasarkan segmen cakupan, sebagai tindakan
intervensi. Hasil simulasi menunjukkan bahwa vaksinasi dua dosis yang lebih
efektif dan efisien dalam menekan epidemi adalah vaksinasi yang dilakukan lebih
awal dan berdasarkan segmen cakupan, yaitu dengan menyasar hub-hub pada
jaringan.