digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) merupakan tumbuhan obat asli Indonesia yang sudah dibudidayakan di berbagai negara. Tumbuhan ini telah dilaporkan mengandung senyawa senyawa aktif dari kelompok seskuiterpen dan diarilheptanoid. Temulawak memiliki senyawa khas yang tidak ditemukan di tumbuhan rimpang lainnya yaitu santorizol (1) yang termasuk dalam kelompok seskuiterpen bisabolan. Santorizol (1) dilaporkan memiliki berbagai bioaktivitas seperti antikanker, antibakteri, anti-inflamasi, antioksidan, antihiperglikemik, antihipertensi, antiplatelet, nefroprotektif, hepatoprotektif, estrogenik dan efek anti-estrogenik. Transformasi santorizol melalui berbagai reaksi dapat mengarah pada pengembangan senyawa baru yang berpotensi diaplikasikan di berbagai bidang. Pada penelitian ini, santorizol ditransformasi dengan penambahan senyawa dan gugus fungsi yang mengandung atom nitrogen. Penelitian ini diawali dengan isolasi santorizol dari rimpang temulawak. Transformasi santorizol (1) dilakukan dengan reaksi nitrasi dan substitusi fenolik dengan senyawa yang mengandung atom nitrogen, diantaranya morfolin, benzilamin dan quinazolin yang terlebih dahulu direaksikan dengan 1-bromo-3-kloropropana dalam kondisi basa. Struktur senyawa hasil transformasi ditentukan berdasarkan data-data spektroskopi FTIR, 1D-NMR (1H-NMR dan 13C-NMR) dan 2D-NMR (HSQC dan HMBC), serta spektroskopi massa. Transformasi santorizol menghasilkan enam senyawa, yaitu 2-nitrosantorizol (2), 4 nitrosantorizol (3), 2,4-dinitrosantorizol (4), 4-(3-(2-metil-5-(6-metilhept-5-en-2 il)fenoksi)propil)morfolin (5), N-benzil-3-(2-metil-5-(6-metilhept-5-en-2-il)fenoksi)propan-1 amin (6) dan 6,7-dimetoksi-3-(3-(2-metil-5-(6-metilhept-5-en-2-il)fenoksi)propil)quinazolin 4(3H)-on (7). Senyawa 2, 3 dan 4 dengan rendemen 32,8%, 27,5%, dan 25,5%, dihasilkan dari reaksi nitrasi santorizol. Sementara itu, senyawa 5, 6, dan 7 dengan rendemen 15,0%, 8,8% dan 14,8%, diperoleh dari hasil reaksi santorizol dengan berbagai senyawa yang mengandung atom nitrogen. Santorizol (1) dan keenam turunannya diuji aktivitas penghambatannya terhadap enzim caspase-7, serta telah diuji terhadap empat bakteri yaitu Bacillus subtilis, Streptococcus aureus, Salmonella typhi dan Pseudomonas aeruginosa. Hasil uji aktivitas terhadap enzim caspase-7 memperlihatkan senyawa 2, 3 dan 7 mengalami peningkatan aktivitas dibandingkan dengan santorizol (1). Hasil uji aktivitas antibakteri memperlihatkan bahwa santorizol dan turunannya menunjukkan aktivitas yang rendah hingga tinggi terhadap keempat bakteri uji. Senyawa 3 memiliki aktivitas paling tinggi terhadap dua bakteri gram-positif (B. Subtilis dan S. aureus), sedangkan senyawa 4 lebih efektif terhadap bakteri gram-negatif (S. typhi dan P. aeruginosa). Pada penelitian ini, profil metabolit rimpang temulawak yang ditumbuhkan pada media tanam dan usia yang berbeda telah berhasil dievaluasi dengan metabolomik berbasis 1H NMR. Rimpang temulawak ditanam pada media tanah, tanah:sekam (2:1) dan tanah:sekam:pupuk kandang (1:1:1) dan dipanen pada usia bulan keempat hingga kesembilan. Sampel rimpang diekstraksi langsung dengan pelarut terdeuterasi, yaitu D2O dan CDCl3, yang kemudian diukur dengan spektroskopi NMR. Senyawa-senyawa pada sampel rimpang diidentifikasi dengan mendeteksi sinyal-sinyal karakteristik pada spektrum 1H NMR dan dikonfirmasi lebih lanjut dengan analisis spektrum 2D NMR meliputi 1H-1H gCOSY, 1H-1H zTOCSY, dan J-Resolved. Sebanyak 17 metabolit primer dan 23 metabolit sekunder dari rimpang temulawak telah berhasil teridentifikasi. Berdasarkan analisis massa, profil metabolit dan data multivariat dari rimpang temulawak menunjukkan bahwa usia panen kedelapan dengan media tanah, sekam bakar, dan pupuk kandang merupakan kondisi paling optimum. Pada bulan kedelapan menghasilkan rimpang dengan massa yang paling besar dan senyawa yang berkontribusi paling tinggi yaitu santorizol (1), 3,4-dihidroksibisabola-1,10-dien (22), asam asetat (71), asam suksinat (73), dan valin (78).