Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) merupakan tumbuhan obat asli Indonesia yang sudah
dibudidayakan di berbagai negara. Tumbuhan ini telah dilaporkan mengandung senyawa
senyawa aktif dari kelompok seskuiterpen dan diarilheptanoid. Temulawak memiliki senyawa
khas yang tidak ditemukan di tumbuhan rimpang lainnya yaitu santorizol (1) yang termasuk
dalam kelompok seskuiterpen bisabolan. Santorizol (1) dilaporkan memiliki berbagai
bioaktivitas seperti antikanker, antibakteri, anti-inflamasi, antioksidan, antihiperglikemik,
antihipertensi, antiplatelet, nefroprotektif, hepatoprotektif, estrogenik dan efek anti-estrogenik.
Transformasi santorizol melalui berbagai reaksi dapat mengarah pada pengembangan senyawa
baru yang berpotensi diaplikasikan di berbagai bidang. Pada penelitian ini, santorizol
ditransformasi dengan penambahan senyawa dan gugus fungsi yang mengandung atom
nitrogen. Penelitian ini diawali dengan isolasi santorizol dari rimpang temulawak.
Transformasi santorizol (1) dilakukan dengan reaksi nitrasi dan substitusi fenolik dengan
senyawa yang mengandung atom nitrogen, diantaranya morfolin, benzilamin dan quinazolin
yang terlebih dahulu direaksikan dengan 1-bromo-3-kloropropana dalam kondisi basa. Struktur
senyawa hasil transformasi ditentukan berdasarkan data-data spektroskopi FTIR, 1D-NMR
(1H-NMR dan 13C-NMR) dan 2D-NMR (HSQC dan HMBC), serta spektroskopi massa.
Transformasi santorizol menghasilkan enam senyawa, yaitu 2-nitrosantorizol (2), 4
nitrosantorizol
(3),
2,4-dinitrosantorizol
(4),
4-(3-(2-metil-5-(6-metilhept-5-en-2
il)fenoksi)propil)morfolin (5), N-benzil-3-(2-metil-5-(6-metilhept-5-en-2-il)fenoksi)propan-1
amin (6) dan 6,7-dimetoksi-3-(3-(2-metil-5-(6-metilhept-5-en-2-il)fenoksi)propil)quinazolin
4(3H)-on (7). Senyawa 2, 3 dan 4 dengan rendemen 32,8%, 27,5%, dan 25,5%, dihasilkan dari
reaksi nitrasi santorizol. Sementara itu, senyawa 5, 6, dan 7 dengan rendemen 15,0%, 8,8% dan
14,8%, diperoleh dari hasil reaksi santorizol dengan berbagai senyawa yang mengandung atom
nitrogen. Santorizol (1) dan keenam turunannya diuji aktivitas penghambatannya terhadap
enzim caspase-7, serta telah diuji terhadap empat bakteri yaitu Bacillus subtilis, Streptococcus
aureus, Salmonella typhi dan Pseudomonas aeruginosa. Hasil uji aktivitas terhadap enzim
caspase-7 memperlihatkan senyawa 2, 3 dan 7 mengalami peningkatan aktivitas dibandingkan
dengan santorizol (1). Hasil uji aktivitas antibakteri memperlihatkan bahwa santorizol dan
turunannya menunjukkan aktivitas yang rendah hingga tinggi terhadap keempat bakteri uji.
Senyawa 3 memiliki aktivitas paling tinggi terhadap dua bakteri gram-positif (B. Subtilis dan
S. aureus), sedangkan senyawa 4 lebih efektif terhadap bakteri gram-negatif (S. typhi dan P.
aeruginosa). Pada penelitian ini, profil metabolit rimpang temulawak yang ditumbuhkan pada media tanam
dan usia yang berbeda telah berhasil dievaluasi dengan metabolomik berbasis 1H NMR.
Rimpang temulawak ditanam pada media tanah, tanah:sekam (2:1) dan tanah:sekam:pupuk
kandang (1:1:1) dan dipanen pada usia bulan keempat hingga kesembilan. Sampel rimpang
diekstraksi langsung dengan pelarut terdeuterasi, yaitu D2O dan CDCl3, yang kemudian diukur
dengan spektroskopi NMR. Senyawa-senyawa pada sampel rimpang diidentifikasi dengan
mendeteksi sinyal-sinyal karakteristik pada spektrum 1H NMR dan dikonfirmasi lebih lanjut
dengan analisis spektrum 2D NMR meliputi 1H-1H gCOSY, 1H-1H zTOCSY, dan J-Resolved.
Sebanyak 17 metabolit primer dan 23 metabolit sekunder dari rimpang temulawak telah
berhasil teridentifikasi. Berdasarkan analisis massa, profil metabolit dan data multivariat dari
rimpang temulawak menunjukkan bahwa usia panen kedelapan dengan media tanah, sekam
bakar, dan pupuk kandang merupakan kondisi paling optimum. Pada bulan kedelapan
menghasilkan rimpang dengan massa yang paling besar dan senyawa yang berkontribusi paling
tinggi yaitu santorizol (1), 3,4-dihidroksibisabola-1,10-dien (22), asam asetat (71), asam
suksinat (73), dan valin (78).