Kafein (1) adalah alkaloid purin yang paling banyak dikaji. Purin terdiri dari cincin
pirimidin dan imidazol yang menjadikannya heterosiklik nitrogen yang paling
banyak terdistribusi di alam. Obat yang mengandung purin menunjukkan beragam
aktivitas biologis, seperti antivirus, antiinflamasi, bronkodilator, imunosupresan,
sitokinin, dan aktivitas antimikroba. Kafein (1) secara luas dianggap sebagai
stimulan sistem saraf pusat (SSP) dan berperan penting dalam menstimulasi korteks
otak. Selain itu, kafein (1) juga menunjukkan efek signifikan pada fungsi dan
regulasi seluler, apoptosis, dan perbaikan DNA. Kafein (1) merupakan zat
psikoaktif yang paling banyak dikonsumsi di dunia. Dengan mengonsumsi kafein
(1) secara teratur baik dari kopi maupun teh dapat menyebabkan adanya efek
neuroprotektif, yang dapat memperlambat proses penyakit Alzheimer.
Penyakit Alzheimer disebabkan kerusakan pada sel otak atau merupakan suatu
gangguan neurodegeneratif yang berkembang secara progresif, dengan durasi
rata-rata 8,5 tahun antara munculnya gejala klinis hingga kematian. Pada tahun
2020 sebanyak 50 juta orang di dunia terdiagnosa penyakit ini, dengan 10 juta
pertahun merupakan kasus baru. Ada tiga mekanisme patogenesis dari penyakit
Alzheimer, salah satunya yaitu hipotesis kolinergik. Hipotesis ini ditandai dengan
penurunan jumlah asetilkolin di otak. Pengobatan yang dapat dilakukan untuk
mengatasi penyakit ini yaitu dengan menggunakan molekul kecil penghambat
enzim asetilkolinesterase. Dalam penggunaan turunan kafein (1) untuk mengatasi
Alzheimer, maka peningkatan potensi kafein (1) sebagai inhibitor
asetilkolinesterase dilakukan melalui transformasi kimia pada C-8.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka tujuan penelitian ini adalah menentukan
potensi inhibisi dari berbagai turunan 8-tersubstitusi kafein terhadap
asetilkolinesterase secara in silico, meliputi penambatan molekul dan simulasi
dinamika molekul. Tujuan kedua yaitu melakukan sintesis turunan 8-tersubstitusi
kafein melalui senyawa antara 8-fluorokafein (2). Tujuan ketiga adalah melakukan
kajian aktivitas senyawa hasil sintesis sebagai inhibitor asetilkolinesterase secara
in vitro.
Penambatan molekul dilakukan untuk menentukan potensi turunan 8-tersubstitusi
kafein sebagai inhibitor asetilkolinesterase menggunakan aplikasi YASARA v21.6.17. Senyawa yang dapat berinteraksi secara hidrofobik dengan enzim
asetilkolinesterase berpotensi sebagai inhibitor asetilkolinesterase. Oleh karena itu,
dipilih 41 senyawa kafein yang tersubstitusi dengan beragam gugus hidrofobik.
Turunan kafein tersebut terdiri dari sembilan belas senyawa 8-tersubstitusiamino
kafein (3
21) dan dua puluh tiga senyawa 8-tersubstitusialkoksi kafein (22
44).
Prediksi kemiripan senyawa turunan 8-tersubstitusi kafein dengan senyawa obat
dilakukan menggunakan aplikasi web in silico, SwissADME berdasarkan aturan
Lipinski. Beberapa senyawa yang paling berpotensi kemudian dilakukan simulasi
dinamika molekul menggunakan aplikasi YASARA v21.6.17. Selanjutnya,
transformasi kafein (1) melalui senyawa antara 8-fluorokafein (2) yang diperoleh
dari reaksi fluorinasi kafein (1) dilakukan menggunakan Selectfluor® dan
merupakan metoda baru. Transformasi 8-fluorokafein (2) dilakukan dengan
nukleofil yang memiliki beragam gugus amina ataupun alkohol. Struktur senyawa
hasil sintesis ditentukan berdasarkan data spektroskopi NMR, spektrometri massa,
spektroskopi infra merah, dan spektroskopi UV-Vis. Senyawa yang memiliki pusat
kiral dianalisis lebih lanjut menggunakan Circular Dichroism (CD) maupun ECD.
Uji aktivitas senyawa hasil sintesis secara in vitro sebagai inhibitor
asetilkolinesterase dilakukan berdasarkan
metode kolorimetri Ellman yang
dimodifikasi.
Berdasarkan hasil penambatan molekul terhadap 41 turunan 8-tersubstitusi kafein,
secara keseluruhan senyawa-senyawa tersebut menunjukkan nilai afinitas ikatan
yang lebih baik dibandingkan kafein (1), dengan nilai lebih rendah dari -6,8 kkal/mol. Sebanyak 14 senyawa meliputi tujuh senyawa turunan
8-tersubstitusiamino kafein (14, 16
8-tersubstitusialkoksi kafein (36
21)
dan
tujuh
senyawa turunan
40, 43, 44), bahkan memiliki nilai afinitas lebih
rendah dari -10 kkal/mol. Nilai tersebut merupakan nilai afinitas ikatan yang
diperoleh untuk senyawa-senyawa obat komersial (galantamin dan donepezil) yang
juga pada penelitian ini diuji penambatan molekulnya. Keempat belas senyawa
tersebut kemudian diprediksi kemiripannya dengan senyawa obat menggunakan
SwissADME. Berdasarkan hasil tersebut, tiga belas senyawa memenuhi kriteria
kemiripan,
namun
satu
senyawa,
yaitu
8,8'-((4-asetil-1,3
fenilen)bis(oksi))bis(kafein) (39) tidak memenuhi syarat kemiripan. Selanjutnya,
simulasi dinamika molekul telah dilakukan terhadap 6 senyawa dengan nilai
afinitas ikatan yang paling rendah dan nilai kemiripan ikatan dibandingkan dengan
galantamin dan donepezil yang paling tinggi. Berdasarkan hasil simulasi dinamika
molekul, senyawa 8-((3-aminofenil)amino)kafein (20) memiliki profil RMSD
yang paling stabil selama 100 nd, dengan nilai rata-rata RMSD sebesar 0,761 Å dan
nilai jangkauan RMSD sebesar 1,255 Å, yang menunjukkan molekul tersebut
paling berpotensi sebagai inhibitor asetilkolinesterase.
Selanjutnya, empat belas senyawa yang paling berpotensi berdasarkan penambatan
molekul telah pula disintesis. Senyawa-senyawa tersebut tersubstitusi oleh gugus
aromatik. Untuk mengevaluasi hubungan aktivitas secara lebih luas dan dalam
sebagai inhibitor asetilkolinesterase maka dilakukan pula sintesis 10 senyawa
lainnya, yang tersubstitusi oleh gugus alifatik. Oleh karena itu, secara total sintesis
dilakukan untuk memperoleh dua puluh empat senyawa turunan 8-tersubstitusi
yang meliputi, 14 senyawa turunan 8-tersubstitusiamino kafein dan 10 senyawa turunan 8-tersubstitusialkoksi kafein. Sepuluh senyawa di antaranya merupakan
senyawa baru, yang terdiri dari tiga senyawa turunan 8-tersubstitusiamino kafein
(8-(azetidin-1-il)-kafein (10), 8-(3-kloro-4-fluorofenil)aminokafein (19), dan
8-((3-aminofenil)amino)kafein (20)). Sementara tujuh senyawa lainnya adalah
turunan 8-tersubstitusialkoksi kafein , yaitu 8-((tetrahidrofuran-3-il)oksi)-kafein
(31),
8-(4-((2-isopropoksietoksi)metil)-fenoksi)kafein
(35),
8-(4-(3-okso-
butil)fenoksi)kafein (37), 8-(4-asetil-3-hidroksifenoksi)kafein (38), 8,8'-((4-asetil
1,3-fenilen) bis(oksi))bis(kafein) (39), 8-(4-allil-2-metoksifenoksi)kafein (43), dan
8-(2-metoksi-4-(prop-1-en-1-il)fenoksi)kafein
(44).
Senyawa
turunan
8-tersubstitusiamino kafein disintesis dengan mereaksikan 8-fluorokafein (2)
dengan berbagai jenis amina dalam pelarut etanol, kondisi refluks. Sementara itu,
hanya senyawa 8-(azetidin-1-il)-kafein (10) yang sintesisnya dilakukan dalam
pelarut asetonitril, kondisi refluks dan penambahan cesium karbonat. Sintesis
senyawa turunan 8-tersubstitusiamino kafein menghasilkan produk dengan
rendemen
sebesar
15,3%
99,5%.
Selanjutnya,
senyawa
turunan
8-tersubstitusialkoksi kafein disintesis dengan mereaksikan 8-fluorokafein (2)
dengan berbagai jenis alkohol dalam pelarut asetonitril, kondisi refluks dan
penambahan KOH berlebih, menghasilkan produk dengan rendemen sebesar
10,9%
99,4%. Uji in vitro sebagai inhibitor asetilkolinesterase telah dilakukan terhadap 24
senyawa hasil sintesis dan juga terhadap kafein (1) dan 8-fluorokafein (2) pada
konsentrasi 10 ?M, menggunakan kontrol positif yaitu senyawa galantamin (49)
dan sunitinib (124). Berdasarkan hasil uji tersebut, kafein (1) dan 8-fluorokafein (2)
tidak menunjukkan aktivitas penghambatan, sedangkan 24 senyawa lainnya
menunjukkan aktivitas penghambatan antara 0 hingga 60%. Empat senyawa
turunan kafein yang tersubstitusi amina siklik (10
12) memberikan aktivitas
penghambatan yang lebih baik (20?60%) dibandingkan delapan senyawa turunan
kafein yang tersubstitusi amina aromatik (14
21) (0?26%). Sementara itu, dua
senyawa kafein lainnya yang tersubstitusi dengan amina alifatik (4) atau alkohol
alifatik rantai pendek (22) tidak memiliki kemampuan untuk menginhibisi enzim
asetilkolinesterase (0%). Satu senyawa kafein lainnya yang tersubstitusi dengan
amina alifatik rantai panjang (9) memberikan aktivitas penghambatan yang cukup
baik (45%). Lebih lanjut, kafein yang tersubstitusi alkohol siklik (31) dan kafein
yang tersubstitusi berbagai jenis gugus fenolik (35
40, 43, 44) menunjukkan
peningkatan aktivitas penghambatan dibandingkan dengan kafein (1), meskipun
aktivitasnya tergolong lemah (8?43%). Dari semua senyawa yang diuji tersebut,
senyawa 8-(azetidin-1-il)-kafein (10) memiliki nilai persen inhibisi tertinggi, yaitu
60,6 ± 3,1%, dengan nilai IC50 sebesar 5,19 ± 0,48 ?M. Hal yang penting adalah
senyawa 10 bukanlah senyawa yang paling berpotensi berdasarkan hasil uji secara
penambatan molekul (nilai afinitas 8,3 kkal/mol), sehingga senyawa 10 belum diuji
nilai kemiripan dengan obat dan simulasi dinamika molekulnya. Oleh sebab itu,
senyawa 10 diuji lebih lanjut secara in silico untuk mengetahui kemiripannya
dengan obat, berdasarkan aturan Lipinski, dan dilanjutkan dengan simulasi
dinamika molekul. Hasil pengujian secara in silico menunjukkan bahwa senyawa
10 memenuhi lima aturan Lipinski, sehingga memiliki kemiripan dengan senyawa
obat komersial. Hasil simulasi dinamika molekul menunjukkan bahwa senyawa 10
memiliki nilai rata-rata RMSD sebesar 1,204 Å dan jangkauan sebesar 0,699 Å. Hal tersebut mengindikasikan bahwa senyawa 10 memiliki stabilitas yang mirip dengan
senyawa obat Alzheimer yaitu, galantamin (49) dan donepezil (48).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, 41 senyawa turunan
8-tersubstitusi kafein secara in silico memiliki nilai afinitas ikatan yang lebih baik
dibandingkan dengan kafein (1). Hal ini menunjukkan potensi senyawa-senyawa
tersebut sebagai inhibitor asetilkolinesterase. Selanjutnya, sintesis 24 senyawa
turunan 8-tersubstitusi kafein dengan senyawa antara 8-fluorokafein (2) telah
berhasil dilakukan, dan beberapa senyawa turunan kafein dapat dihasilkan dalam
rendemen yang sangat baik. Uji in vitro menunjukkan bahwa dari 24 senyawa yang
disintesis, 19 senyawa turunan kafein memiliki nilai aktivitas penghambatan enzim
asetilkolinesterase lebih tinggi dibandingkan dengan kafein (1). Terutama senyawa
8-(azetidin-1-il)-kafein (10) yang memiliki nilai persen inhibisi tertinggi, yaitu
60,6 ± 3,1% dan nilai IC50 sebesar 5,19 ± 0,48 ?M. Pengujian in silico lebih lanjut
terhadap senyawa 10, mengkonfirmasi bahwa senyawa 10 tidak hanya memenuhi
kriteria sebagai kandidat obat Alzheimer berdasarkan aturan Lipinski, tetapi juga
menunjukkan stabilitas yang sebanding dengan obat komersial seperti donepezil
(48) dan galantamin (49) dalam simulasi dinamika molekul. Hasil penelitian ini
juga menunjukkan bahwa turunan kafein dengan substituen amina siklik dapat
menjadi dasar pengembangan obat yang efektif untuk penyakit Alzheimer. (rumus)