digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Kafein (1) adalah alkaloid purin yang paling banyak dikaji. Purin terdiri dari cincin pirimidin dan imidazol yang menjadikannya heterosiklik nitrogen yang paling banyak terdistribusi di alam. Obat yang mengandung purin menunjukkan beragam aktivitas biologis, seperti antivirus, antiinflamasi, bronkodilator, imunosupresan, sitokinin, dan aktivitas antimikroba. Kafein (1) secara luas dianggap sebagai stimulan sistem saraf pusat (SSP) dan berperan penting dalam menstimulasi korteks otak. Selain itu, kafein (1) juga menunjukkan efek signifikan pada fungsi dan regulasi seluler, apoptosis, dan perbaikan DNA. Kafein (1) merupakan zat psikoaktif yang paling banyak dikonsumsi di dunia. Dengan mengonsumsi kafein (1) secara teratur baik dari kopi maupun teh dapat menyebabkan adanya efek neuroprotektif, yang dapat memperlambat proses penyakit Alzheimer. Penyakit Alzheimer disebabkan kerusakan pada sel otak atau merupakan suatu gangguan neurodegeneratif yang berkembang secara progresif, dengan durasi rata-rata 8,5 tahun antara munculnya gejala klinis hingga kematian. Pada tahun 2020 sebanyak 50 juta orang di dunia terdiagnosa penyakit ini, dengan 10 juta pertahun merupakan kasus baru. Ada tiga mekanisme patogenesis dari penyakit Alzheimer, salah satunya yaitu hipotesis kolinergik. Hipotesis ini ditandai dengan penurunan jumlah asetilkolin di otak. Pengobatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi penyakit ini yaitu dengan menggunakan molekul kecil penghambat enzim asetilkolinesterase. Dalam penggunaan turunan kafein (1) untuk mengatasi Alzheimer, maka peningkatan potensi kafein (1) sebagai inhibitor asetilkolinesterase dilakukan melalui transformasi kimia pada C-8. Berdasarkan latar belakang tersebut maka tujuan penelitian ini adalah menentukan potensi inhibisi dari berbagai turunan 8-tersubstitusi kafein terhadap asetilkolinesterase secara in silico, meliputi penambatan molekul dan simulasi dinamika molekul. Tujuan kedua yaitu melakukan sintesis turunan 8-tersubstitusi kafein melalui senyawa antara 8-fluorokafein (2). Tujuan ketiga adalah melakukan kajian aktivitas senyawa hasil sintesis sebagai inhibitor asetilkolinesterase secara in vitro. Penambatan molekul dilakukan untuk menentukan potensi turunan 8-tersubstitusi kafein sebagai inhibitor asetilkolinesterase menggunakan aplikasi YASARA v21.6.17. Senyawa yang dapat berinteraksi secara hidrofobik dengan enzim asetilkolinesterase berpotensi sebagai inhibitor asetilkolinesterase. Oleh karena itu, dipilih 41 senyawa kafein yang tersubstitusi dengan beragam gugus hidrofobik. Turunan kafein tersebut terdiri dari sembilan belas senyawa 8-tersubstitusiamino kafein (3 21) dan dua puluh tiga senyawa 8-tersubstitusialkoksi kafein (22 44). Prediksi kemiripan senyawa turunan 8-tersubstitusi kafein dengan senyawa obat dilakukan menggunakan aplikasi web in silico, SwissADME berdasarkan aturan Lipinski. Beberapa senyawa yang paling berpotensi kemudian dilakukan simulasi dinamika molekul menggunakan aplikasi YASARA v21.6.17. Selanjutnya, transformasi kafein (1) melalui senyawa antara 8-fluorokafein (2) yang diperoleh dari reaksi fluorinasi kafein (1) dilakukan menggunakan Selectfluor® dan merupakan metoda baru. Transformasi 8-fluorokafein (2) dilakukan dengan nukleofil yang memiliki beragam gugus amina ataupun alkohol. Struktur senyawa hasil sintesis ditentukan berdasarkan data spektroskopi NMR, spektrometri massa, spektroskopi infra merah, dan spektroskopi UV-Vis. Senyawa yang memiliki pusat kiral dianalisis lebih lanjut menggunakan Circular Dichroism (CD) maupun ECD. Uji aktivitas senyawa hasil sintesis secara in vitro sebagai inhibitor asetilkolinesterase dilakukan berdasarkan metode kolorimetri Ellman yang dimodifikasi. Berdasarkan hasil penambatan molekul terhadap 41 turunan 8-tersubstitusi kafein, secara keseluruhan senyawa-senyawa tersebut menunjukkan nilai afinitas ikatan yang lebih baik dibandingkan kafein (1), dengan nilai lebih rendah dari -6,8 kkal/mol. Sebanyak 14 senyawa meliputi tujuh senyawa turunan 8-tersubstitusiamino kafein (14, 16 8-tersubstitusialkoksi kafein (36 21) dan tujuh senyawa turunan 40, 43, 44), bahkan memiliki nilai afinitas lebih rendah dari -10 kkal/mol. Nilai tersebut merupakan nilai afinitas ikatan yang diperoleh untuk senyawa-senyawa obat komersial (galantamin dan donepezil) yang juga pada penelitian ini diuji penambatan molekulnya. Keempat belas senyawa tersebut kemudian diprediksi kemiripannya dengan senyawa obat menggunakan SwissADME. Berdasarkan hasil tersebut, tiga belas senyawa memenuhi kriteria kemiripan, namun satu senyawa, yaitu 8,8'-((4-asetil-1,3 fenilen)bis(oksi))bis(kafein) (39) tidak memenuhi syarat kemiripan. Selanjutnya, simulasi dinamika molekul telah dilakukan terhadap 6 senyawa dengan nilai afinitas ikatan yang paling rendah dan nilai kemiripan ikatan dibandingkan dengan galantamin dan donepezil yang paling tinggi. Berdasarkan hasil simulasi dinamika molekul, senyawa 8-((3-aminofenil)amino)kafein (20) memiliki profil RMSD yang paling stabil selama 100 nd, dengan nilai rata-rata RMSD sebesar 0,761 Å dan nilai jangkauan RMSD sebesar 1,255 Å, yang menunjukkan molekul tersebut paling berpotensi sebagai inhibitor asetilkolinesterase. Selanjutnya, empat belas senyawa yang paling berpotensi berdasarkan penambatan molekul telah pula disintesis. Senyawa-senyawa tersebut tersubstitusi oleh gugus aromatik. Untuk mengevaluasi hubungan aktivitas secara lebih luas dan dalam sebagai inhibitor asetilkolinesterase maka dilakukan pula sintesis 10 senyawa lainnya, yang tersubstitusi oleh gugus alifatik. Oleh karena itu, secara total sintesis dilakukan untuk memperoleh dua puluh empat senyawa turunan 8-tersubstitusi yang meliputi, 14 senyawa turunan 8-tersubstitusiamino kafein dan 10 senyawa turunan 8-tersubstitusialkoksi kafein. Sepuluh senyawa di antaranya merupakan senyawa baru, yang terdiri dari tiga senyawa turunan 8-tersubstitusiamino kafein (8-(azetidin-1-il)-kafein (10), 8-(3-kloro-4-fluorofenil)aminokafein (19), dan 8-((3-aminofenil)amino)kafein (20)). Sementara tujuh senyawa lainnya adalah turunan 8-tersubstitusialkoksi kafein , yaitu 8-((tetrahidrofuran-3-il)oksi)-kafein (31), 8-(4-((2-isopropoksietoksi)metil)-fenoksi)kafein (35), 8-(4-(3-okso- butil)fenoksi)kafein (37), 8-(4-asetil-3-hidroksifenoksi)kafein (38), 8,8'-((4-asetil 1,3-fenilen) bis(oksi))bis(kafein) (39), 8-(4-allil-2-metoksifenoksi)kafein (43), dan 8-(2-metoksi-4-(prop-1-en-1-il)fenoksi)kafein (44). Senyawa turunan 8-tersubstitusiamino kafein disintesis dengan mereaksikan 8-fluorokafein (2) dengan berbagai jenis amina dalam pelarut etanol, kondisi refluks. Sementara itu, hanya senyawa 8-(azetidin-1-il)-kafein (10) yang sintesisnya dilakukan dalam pelarut asetonitril, kondisi refluks dan penambahan cesium karbonat. Sintesis senyawa turunan 8-tersubstitusiamino kafein menghasilkan produk dengan rendemen sebesar 15,3% 99,5%. Selanjutnya, senyawa turunan 8-tersubstitusialkoksi kafein disintesis dengan mereaksikan 8-fluorokafein (2) dengan berbagai jenis alkohol dalam pelarut asetonitril, kondisi refluks dan penambahan KOH berlebih, menghasilkan produk dengan rendemen sebesar 10,9% 99,4%. Uji in vitro sebagai inhibitor asetilkolinesterase telah dilakukan terhadap 24 senyawa hasil sintesis dan juga terhadap kafein (1) dan 8-fluorokafein (2) pada konsentrasi 10 ?M, menggunakan kontrol positif yaitu senyawa galantamin (49) dan sunitinib (124). Berdasarkan hasil uji tersebut, kafein (1) dan 8-fluorokafein (2) tidak menunjukkan aktivitas penghambatan, sedangkan 24 senyawa lainnya menunjukkan aktivitas penghambatan antara 0 hingga 60%. Empat senyawa turunan kafein yang tersubstitusi amina siklik (10 12) memberikan aktivitas penghambatan yang lebih baik (20?60%) dibandingkan delapan senyawa turunan kafein yang tersubstitusi amina aromatik (14 21) (0?26%). Sementara itu, dua senyawa kafein lainnya yang tersubstitusi dengan amina alifatik (4) atau alkohol alifatik rantai pendek (22) tidak memiliki kemampuan untuk menginhibisi enzim asetilkolinesterase (0%). Satu senyawa kafein lainnya yang tersubstitusi dengan amina alifatik rantai panjang (9) memberikan aktivitas penghambatan yang cukup baik (45%). Lebih lanjut, kafein yang tersubstitusi alkohol siklik (31) dan kafein yang tersubstitusi berbagai jenis gugus fenolik (35 40, 43, 44) menunjukkan peningkatan aktivitas penghambatan dibandingkan dengan kafein (1), meskipun aktivitasnya tergolong lemah (8?43%). Dari semua senyawa yang diuji tersebut, senyawa 8-(azetidin-1-il)-kafein (10) memiliki nilai persen inhibisi tertinggi, yaitu 60,6 ± 3,1%, dengan nilai IC50 sebesar 5,19 ± 0,48 ?M. Hal yang penting adalah senyawa 10 bukanlah senyawa yang paling berpotensi berdasarkan hasil uji secara penambatan molekul (nilai afinitas 8,3 kkal/mol), sehingga senyawa 10 belum diuji nilai kemiripan dengan obat dan simulasi dinamika molekulnya. Oleh sebab itu, senyawa 10 diuji lebih lanjut secara in silico untuk mengetahui kemiripannya dengan obat, berdasarkan aturan Lipinski, dan dilanjutkan dengan simulasi dinamika molekul. Hasil pengujian secara in silico menunjukkan bahwa senyawa 10 memenuhi lima aturan Lipinski, sehingga memiliki kemiripan dengan senyawa obat komersial. Hasil simulasi dinamika molekul menunjukkan bahwa senyawa 10 memiliki nilai rata-rata RMSD sebesar 1,204 Å dan jangkauan sebesar 0,699 Å. Hal tersebut mengindikasikan bahwa senyawa 10 memiliki stabilitas yang mirip dengan senyawa obat Alzheimer yaitu, galantamin (49) dan donepezil (48). Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, 41 senyawa turunan 8-tersubstitusi kafein secara in silico memiliki nilai afinitas ikatan yang lebih baik dibandingkan dengan kafein (1). Hal ini menunjukkan potensi senyawa-senyawa tersebut sebagai inhibitor asetilkolinesterase. Selanjutnya, sintesis 24 senyawa turunan 8-tersubstitusi kafein dengan senyawa antara 8-fluorokafein (2) telah berhasil dilakukan, dan beberapa senyawa turunan kafein dapat dihasilkan dalam rendemen yang sangat baik. Uji in vitro menunjukkan bahwa dari 24 senyawa yang disintesis, 19 senyawa turunan kafein memiliki nilai aktivitas penghambatan enzim asetilkolinesterase lebih tinggi dibandingkan dengan kafein (1). Terutama senyawa 8-(azetidin-1-il)-kafein (10) yang memiliki nilai persen inhibisi tertinggi, yaitu 60,6 ± 3,1% dan nilai IC50 sebesar 5,19 ± 0,48 ?M. Pengujian in silico lebih lanjut terhadap senyawa 10, mengkonfirmasi bahwa senyawa 10 tidak hanya memenuhi kriteria sebagai kandidat obat Alzheimer berdasarkan aturan Lipinski, tetapi juga menunjukkan stabilitas yang sebanding dengan obat komersial seperti donepezil (48) dan galantamin (49) dalam simulasi dinamika molekul. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa turunan kafein dengan substituen amina siklik dapat menjadi dasar pengembangan obat yang efektif untuk penyakit Alzheimer. (rumus)