Dokumen Asli
Terbatas  Dessy Rondang Monaomi
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Dessy Rondang Monaomi
» Gedung UPT Perpustakaan
Menurut World Health Organization, setiap tahun, 250.000 hingga 500.000 orang
di seluruh dunia mengalami cedera pada sumsum tulang belakang, yang dikenal
sebagai spinal cord injury (SCI). Dari jumlah tersebut, lebih dari setengahnya
menderita tetraplegia, suatu kondisi di mana pasien kehilangan kemampuan untuk
menggerakkan keempat anggota tubuhnya, termasuk lengan dan kaki. Tanpa
pemulihan yang memadai, pasien tetraplegia memiliki harapan hidup yang lebih
rendah dan menghadapi biaya medis yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis
kelumpuhan lainnya. Berdasarkan berbagai survei independen yang dilakukan di
berbagai negara, pemulihan kemampuan motorik anggota gerak atas, terutama
tangan, dianggap sebagai prioritas utama bagi pasien tetraplegia. Kemampuan
untuk menggunakan tangan mereka kembali adalah faktor utama yang menentukan
kualitas hidup mereka.
Pemulihan fungsi motorik tangan dapat dilakukan melalui berbagai metode, mulai
dari rehabilitasi non-operatif dengan terapi motorik, bedah rekonstruktif, hingga
penggunaan prostetik yang dikendalikan oleh antarmuka otak-mesin atau brain-
machine interface (BMI). Seiring dengan kemajuan teknologi, solusi BMI yang
bersifat intrakranial, atau ditempatkan di dalam tengkorak, semakin menarik
perhatian para peneliti karena pendekatannya yang dipersonalisasi dan mampu
merekam aktivitas saraf dengan resolusi serta kualitas yang lebih tinggi. Dalam
konteks ini, prediksi pergerakan tangan berdasarkan sinyal otak dapat dilakukan
melalui sistem pengenalan pola atau dekoder neural yang berbasis model artificial
neural network (ANN). Dekoder berbasis ANN telah terbukti mampu mencapai
akurasi prediksi yang lebih tinggi dibandingkan dekoder konvensional seperti filter
Wiener dan filter Kalman. Namun, kendala utama dari dekoder berbasis ANN
adalah ukuran, kompleksitas, serta konsumsi daya yang melebihi batasan yang
dapat diterima untuk diimplantasikan di dalam otak.
Sebagai alternatif, dekoder berbasis model spiking neural network (SNN), yang
sering disebut sebagai generasi ketiga dari neural network, menawarkan solusi yang
lebih efisien dalam penggunaan sumber daya komputasi tanpa mengorbankan
ii
akurasi. Dekoder berbasis SNN memanfaatkan algoritma bersifat neuromorphic,
yang telah diaplikasikan dalam berbagai bidang medis seperti pengolahan citra,
deteksi kejang epilepsi, dan pengendalian pergerakan kursor komputer. Dekoder ini
tidak hanya lebih hemat energi tetapi juga mampu bekerja dalam kondisi real-time,
menjadikannya pilihan ideal untuk aplikasi medis yang kritis.
Penelitian ini mengajukan skema optimasi serta pelatihan dekoder berbasis SNN,
yaitu Spiking Multilayer Perceptron (SMLP) dan Spiking Long Short-Term
Memory (SLSTM), untuk memprediksi kecepatan ujung jari berdasarkan aktivitas
spike dari sinyal otak intrakranial pada monyet rhesus (Macaca mulatta). Dekoder
berbasis SNN ini kemudian dibandingkan dengan dekoder berbasis ANN yang telah
dilatih ulang berdasarkan penelitian terdahulu. Perbandingan dilakukan dengan dua
metode pemrosesan input yang berbeda: metode binning, yang umum digunakan
untuk dekoder berbasis ANN, dan metode streaming, yang lebih sesuai untuk
dekoder berbasis SNN. Perbandingan dilakukan dengan menggunakan berbagai
metrik, termasuk akurasi yang diukur dengan koefisien korelasi Pearson (CC) dan
koefisien determinasi (R2), ukuran memory footprint dalam kilobyte (kB),
kompleksitas dalam jumlah operasi sinaptik, serta waktu prediksi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi metode pemrosesan input
streaming dengan dekoder SMLP menghasilkan akurasi tertinggi dibandingkan
dengan variasi dekoder lainnya yang menggunakan skema input real-time. Dekoder
ini menunjukkan peningkatan akurasi sebesar 16,86% dalam CC dan 33,33% dalam
R2 dibandingkan dengan dekoder Binning-MLP. Selain itu, ukuran dekoder SMLP
ditemukan 68,83 kali lebih kecil, dan jumlah operasi sinaptik 71,84 kali lebih
sedikit. Waktu prediksi yang dibutuhkan dekoder Streaming-SMLP lebih rendah
dari pada frekuensi sampling sensor pergerakan ujung jari, sehingga dekoder ini
dapat diterapkan secara real-time. Komunikasi antar unit dalam dekoder Streaming-
SMLP hanya melibatkan aktivasi biner, sehingga hanya memerlukan sumber daya
komputasi yang rendah. Implementasi dekoder Streaming-SMLP pada perangkat
keras yang bersifat neuromorphic dapat memperjelas kelebihan dari dekoder
berbasis SNN.
Dengan demikian, penelitian ini menegaskan potensi besar dari dekoder berbasis
SNN sebagai solusi yang lebih efisien untuk memprediksi pergerakan tangan pada
pasien tetraplegia, memberikan harapan baru dalam pengembangan teknologi
pemulihan motorik yang lebih canggih dan personal. Selain itu, penelitian ini juga
menyajikan analisis komparatif antara dekoder berbasis SNN dan dekoder berbasis
ANN, yang dapat menjadi dasar penting dalam pengembangan lebih lanjut dari
kedua jenis dekoder tersebut. Analisis ini memberikan wawasan mendalam tentang
keunggulan dan kelemahan masing-masing pendekatan, serta membuka peluang
untuk mengintegrasikan kelebihan keduanya dalam aplikasi klinis di masa depan.