Peningkatan pesat dalam populasi, urbanisasi, dan industrialisasi telah meningkatkan produksi
limbah padat perkotaan (MSW) secara signifikan, sehingga menghadirkan tantangan besar bagi
sistem pengelolaan limbah di seluruh dunia. Saat ini, rata-rata timbulan sampah padat harian
per orang adalah 0,74 kg, dengan kisaran antara 0,11 kg hingga 4,54 kg, yang bervariasi
menurut populasi perkotaan, tingkat pendapatan, aktivitas ekonomi, dan standar hidup suatu
negara. Proyeksi menunjukkan bahwa timbunan sampah global dapat mencapai 2,59 miliar ton
per tahun pada tahun 2030 dan 3,40 miliar ton pada tahun 2050 jika strategi pengelolaan yang
efektif tidak diterapkan. Meskipun negara-negara tersebut hanya menyumbang 16% dari
populasi global, negara-negara berpendapatan tinggi menghasilkan 34% sampah dunia pada
tahun 2016, dengan rata-rata timbulan sampah per kapita harian sebesar 1,58 kg, empat kali
lebih tinggi dibandingkan negara-negara berpendapatan rendah. Penanganan MSW yang tidak
tepat mempunyai dampak buruk terhadap kesehatan dan lingkungan, berkontribusi terhadap
0,4–1 juta kematian dini setiap tahunnya akibat paparan limbah berbahaya dan pembakaran
limbah yang tidak terkendali.
Dalam konteks ini, teknologi limbah menjadi energi (Waste to Energy / WtE) menghadirkan
solusi yang layak untuk mengubah sampah menjadi sumber energi terbarukan, yang memenuhi
kebutuhan pembuangan limbah dan produksi energi. Proses WtE, termasuk gasifikasi,
insinerasi, bahan bakar yang berasal dari sampah, dan penguraian anaerobik, menawarkan
banyak manfaat seperti mengurangi penggunaan TPA, mitigasi emisi gas rumah kaca, dan
menghasilkan nilai ekonomi melalui pemulihan energi. Teknologi-teknologi ini selaras dengan
tujuan pembangunan berkelanjutan global (SDGs), khususnya SDG 7 (Energi Terjangkau dan
Bersih) dan SDG 11 (Kota dan Komunitas Berkelanjutan), dengan mempromosikan keamanan
energi dan kelestarian lingkungan.
Makalah ini berfokus pada kelayakan pengembangan proyek WtE di Jawa Tengah, Indonesia,
khususnya mengingat skema kredit karbon yang diperkenalkan pada awal tahun 2023. Kajian
ini melibatkan analisis penganggaran modal yang komprehensif dan studi kelayakan untuk
menilai kelayakan finansial dan teknologi dari investasi WtE. Analisis penganggaran modal
mengevaluasi investasi energi terbarukan saat ini dan peluang potensial berdasarkan dua
skenario: tanpa mempertimbangkan skema kredit karbon dan dengan skema tersebut sebagai
sumber pendapatan tambahan. Studi kelayakan mengeksplorasi keseluruhan lanskap bisnis
Page v
atau investasi untuk proyek-proyek WtE, mengkaji bagaimana skema kredit karbon dapat
meningkatkan kelayakan dan profitabilitas proyek.
Temuan kami mengungkapkan bahwa skema kredit karbon memiliki dampak yang signifikan,
terhadap metrik finansial proyek WtE, yaitu meningkatkan tingkat pengembalian internal
(IRR) sebesar +1,8% lebih tinggi. Studi ini menunjukkan bahwa teknologi gasifikasi, karena
emisinya yang lebih rendah dan efisiensi energi yang lebih tinggi, muncul sebagai metode yang
disukai untuk mengubah limbah menjadi energi. Analisis ini menggarisbawahi pentingnya
mengintegrasikan pertimbangan lingkungan dan ekonomi dalam perencanaan dan pelaksanaan
proyek WtE untuk mencapai keberlanjutan jangka panjang.
Kesimpulannya, teknologi WtE menawarkan pendekatan yang menjanjikan dalam mengelola
sampah perkotaan dan menghasilkan energi terbarukan, berkontribusi terhadap ekonomi
sirkular dan pencapaian SDGs. Integrasi skema kredit karbon semakin meningkatkan daya tarik
finansial proyek-proyek ini, mendukung tujuan lingkungan dan ekonomi yang lebih luas.
Penelitian ini memberikan wawasan berharga bagi para pembuat kebijakan, investor, dan
pemangku kepentingan di sektor pengelolaan limbah dan energi terbarukan, yang
mengadvokasi penerapan teknologi WtE yang canggih untuk mengatasi tantangan mendesak
dalam pengelolaan limbah dan keamanan energi.