digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

UFAIZAH ZAIN
PUBLIC Open In Flip Book Latifa Noor

UFAIZAH ZAIN
PUBLIC Open In Flip Book Latifa Noor

UFAIZAH ZAIN
PUBLIC Open In Flip Book Latifa Noor

UFAIZAH ZAIN
PUBLIC Open In Flip Book Latifa Noor

UFAIZAH ZAIN
PUBLIC Open In Flip Book Latifa Noor

UFAIZAH ZAIN
PUBLIC Open In Flip Book Latifa Noor

UFAIZAH ZAIN
PUBLIC Open In Flip Book Latifa Noor

Pipa baja karbon banyak digunakan untuk mengalirkan bahan baku atau hasil produk di dalam industri. Salah satu industri yang banyak menggunakan pipa baja karbon ini adalah industri minyak bumi. Adanya gas seperti CO2, O2 dan H2S dan air yang terdapat di lingkunganya menyebabkan pipa baja karbon mudah mengalami korosi. Korosi ini bisa terjadi di dalam maupun di luar pipa. Korosi yang terjadi di luar pipa dapat dihambat dengan pengecatan maupun dengan pembentukan sel galvani. Sedangkan korosi yang terjadi di dalam pipa dapat dihambat dengan menambahkan inhibitor korosi ke dalam lingkungannya. Inhibitor korosi dapat diartikan sebagai sebagai suatu zat kimia, yang ditambahkan dalam jumlah yang sedikit ke dalam lingkungannya, sehingga dapat menghentikan atau mengurangi laju korosi. Inhibitor korosi dapat berupa senyawa anorganik maupun senyawa organik heteroatom. Penggunaan senyawa anorganik seperti garam kromat, fosfat dan nitrit, telah mulai ditinggalkan, hal ini disebabkan senyawa anorganik ini bersifat toksis dan tidak mudah didegradasi di alam sehingga dapat mencemari lingkungan. Sebaiknya senyawa organik lebih mudah didegradasi di alam sehingga relatif ramah lingkungan. Senyawa organik yang mulai banyak dimanfaatkan sebagai inhibitor korosi adalah asam amino. Beberapa penelitian menunjukan asam amino seperti prolin, histidin dan alanin, memberikan daya inhibisi korosi yang cukup baik terhadap baja karbon. Beberapa penelitian juga menunjukan asam-asam amino yang membentuk senyawa peptida memberikan daya inhibisi korosi yang lebih baik jika dibandingkan dalam bentuk tunggalnya. Protein yang merupakan polimer peptida diduga juga memiliki daya inhibisi korosi terdahap baja karbon seperti halnya asam amino dan senyawa peptidanya. Lateks merupakan bahan ekstraktif yang dihasilkan oleh pohon karet Hevea brasiliensis yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Lateks diperoleh dari hasil penyadapan getah karet. Getah karet selain mengandung partikel karet juga mengandung senyawa yang lain salah satunya adalah protein. Namun pada pengolahan lateks di industri, protein yang terdapat di dalam getah tidak dimanfaatkan dan dibuang ke dalam limbah. Hal ini dikarenakan protein-protein ini dapat menyebabkan alergi pada manusia. Oleh karena itu, pada penelitian ini digunakan protein yang terdapat dalam getah karet sebagai sumber inhibitor korosi terhadap baja karbon, sehingga hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan nilai ekonomis dari protein getah karet ini. Untuk mencapai tujuan penelitian ini, maka dilakukan beberapa metode, yaitu pemisahan lateks dari senyawa lain dengan cara koagulasi lateks dengan menggunakan asam asetat 1 %. Cairan (larutan serum) yang diperoleh dari hasil pemisahan ini mengandung berbagai senyawa dan salah satunya adalah protein. Selanjutnya larutan serum ini dilakukan uji inhibisi korosi terhadap baja karbon menggunakan metode Tafel. Larutan serum yang memberikan daya inhibisi ini selanjutnya difraksinasi dengan menggunakan garam ammonium sulfat. Hasil fraksinasi ini menghasilkan 3 fraksi protein yaitu fraksi 60%, 80% dan 90 %. Uji inhibisi korosi terhadap baja karbon dari ketiga fraksi ini memberikan daya inhibisi korosi secara berturut-turut adalah 66,56 %, 44, 32 % dan 33,96%. Sedangkan daya inhibisi korosi larutan serum adalah 87, 63%. Efisiensi inhibisi korosi dari larutan serum yang lebih tinggi daripada fraksi proteinnya. Hal ini disebabkan oleh adanya efek sinergis yang dihasilkan oleh protein yang terdapat dalam ketiga fraksi tersebut. Alasan lainnya adalah dapat pula disebabkan oleh adanya komponen selain protein yang juga memberikan efek inhbisi korosi. Namun sebagian besar komponen yang terdapat di dalam larutan serum ini bersifat relatif tidak stabil. Hal ini dapat terlihat dari hasil uji inhibisi korosi terhadap larutan serum yang disimpan dalam waktu tertentu. Hasil pengukuran inhibisi korosi dari larutan serum yang disimpan selama 1, 7 dan 21 hari menunjukan penurunan efisiensi inhibisi korosi, yaitu secara berturut-turut sebesar 87,63%, 72,27% dan 41,25 %. Berdasarkan hasil uji inhibisi korosi dari ketiga fraksi protein, fraksi 60 % memberikan efisiensi inhibisi korosi paling besar dan fraksi 90 % memberikan efisiensi inhibisi korosi paling kecil. Perbedaan ini dipengaruhi oleh ukuran dan berat molekul protein yang terdapat dalam masing-masing fraksi. Pada proses fraksinasi, protein dengan berat molekul kecil akan mengendap pada konsentrasi ammonium yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan protein dengan berat molekul yang lebih besar. Protein yang memiliki berat molekul lebih besar mempunyai asam amino yang lebih banyak. Protein ini juga memliki gugus polar yang lebih banyak, sehingga interaksi dengan logam Fe lebih banyak dan efisiensi inhibisi yang diberikan lebih tinggi. Berdasarkan hasil penelitian ini, ukuran dan berat molekul protein diduga memegang peranan penting dalam proses inhibisi korosi terdapat baja karbon. Selain itu, kestabilan suatu molekul juga menentukan efisiensi inhibisi korosi.