Pemerintah berupaya mengganti penggunaan minyak bumi dengan meningkatkan
penggunaan bahan bakar gas bumi melalui Jaringan Gas Bumi untuk Rumah
Tangga atau biasa disebut juga dengan Jargas. Karena keterbatasan anggaran,
pembangunan Jargas dilakukan secara bertahap sehingga sampai dengaan tahun
2022 pembangunan Jargas baru mencapai 881. 752 Sambungan Rumah (SR). Upaya
pemerintah untuk mempercepat pembangunan Jargas adalah dengan penggunaan
skema KPBU. Hal ini tertuang dalam RPJMN 2020-2024, dimana dari total target
4 juta SR sebanyak 2,5 juta SR dibangun dengan skema KPBU. Salah satu lokasi
pembangunan Jargas dengan skema KPBU adalah di Kota Batam dengan target
pembangunan sebanyak 307,749 SR. Besarnya target pembangunan ini membuka
peluang bagi Badan Usaha Pelaksana (BUP) untuk bisa terlibat. Namun mengingat
skema KPBU ini baru akan dilakukan untuk pertama kalinya pada pembangunan
Jargas dan belum adanya kajian risiko terkait ini, sehingga penting untuk dilakukan
suatu kajian yang dapat menggambarkan potensi risiko dan menyiapkan mitigasi
untuk risiko pada penggunaan skema KPBU Jargas. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengidentifikasi risiko-risiko kritis dan menyusun mitigasi risiko.
Risiko yang ditinjau adalah pada tahap pembangunan dan pengoperasian. Metode
yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis kualitatif dan dilanjutkan dengan
analisis kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk mengidentifikasi risiko dan
mengetahui peringkat risiko yang ditinjau, selanjutnya peringkat level risiko tinggi
dilakukan analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif menggunakan metode sintetis
fuzzy untuk menganalisis lebih tajam level risiko tinggi sekaligus mengidentifikasi
risiko kritis. Pada penelitian ini, metode sintetis fuzzy berkontribusi untuk
mendapatkan penilaian lebih detail kepada persepsi sebenarnya dari responden,
memungkinkan untuk suatu analisis sebenarnya yang lebih nyata sehingga
memberikan keputusan yang lebih nyata dari objek kajian yang ditinjau.
Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat 91 potensi risiko dengan komposisi 17
risiko level tinggi, 43 risiko level tinggi sedang, 26 risiko level sedang dan 5 risiko
level rendah. Berdasarkan hasil analisis kuantitatif fuzzy terhadap 17 risiko level
tinggi didapat 10 risiko kritis, yaitu keterlambatan dan kenaikan biaya pembebasan
lahan, keterlambatan penerbitan izin, default lender proyek, kegagalan perolehan persetujuan lingkungan, terlambatnya penyelesaian konstruksi, cuaca ekstrim, kenaikan biaya konstruksi, risiko tingkat inflasi dan suku bunga, lahan banjir, scope
creep.
Alokasi risiko terhadap 10 risiko kritis berdasarkan literatur maupun pendapat pakar menunjukkan alokasi yang sama. Risiko keterlambatan dan kenaikan biaya pembebasan lahan, keterlambatan penerbitan izin dan kegagalan perolehan persetujuan lingkungan dialokasikan kepada PJPK, sedangkan risiko default lender proyek, terlambatnya penyelesaian konstruksi, cuaca ekstrim, kenaikan biaya konstruksi, risiko tingkat inflasi dan suku bunga, lahan banjir, dan scope creep dialokasikan kepada BUP. Adapun upaya mitigasi yang perlu dilakukan adalah perencanaan yang matang, pemenuhan persyaratan perijinan, memastikan ketersediaan tim atau penanggung jawab pembebasan lahan, memastikan ketersediaan dana pembebasan lahan, adanya proses pemantauan dan evaluasi proses pembebasan lahan, koordinasi yang baik antar instansi, pemilihan lender dan kontraktor yang kredibel, dan menerbitkan asuransi.