digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Permakultur merupakan model pertanian terpadu yang menggabungkan pola desain selaras dengan alam serta pendekatan regeneratif untuk mewujudkan kehidupan berkelanjutan. Salah satu faktor pendorong keberhasilan tersebut dipengaruhi oleh hadirnya kelembagaan yang merujuk pada struktur, kewenangan, hingga aturan main untuk mencapai tujuan yang disepakati. Namun kelembagaan permakultur belum tereksplorasi keberadaannya, baik secara lokal maupun regional, khususnya di Kabupaten Bandung Barat. Terdapat dua praktik permakultur yang terdistribusi di dua desa, yakni Desa Cisarua (Rumah Kayu Permaculture) dan Desa Padalarang (Kebun Hanif Regenerative Culture). Secara komprehensif penggambaran kelembagaan dilakukan dengan kerangka kerja Institutional Analysis and Development (IAD Framework) sebagai alat bantu untuk memetakan kondisi sekaligus menyelesaikan unit permasalahan yang dikaji. Terdapat tiga tujuan penelitian antara lain: mengidentifikasi permakultur dan menganalisis unit konseptual (Arena Aksi), menganalisis status keberlanjutan pada empat dimensi (sosial, ekologi, ekonomi, dan kelembagaan), serta penentuan strategi untuk melakukan pengembangan kelembagaan permakultur. Analisis yang digunakan untuk menjawab masing-masing tujuan antara lain perangkat MACTOR untuk meninjau unit konseptual (Arena Aksi) pada kajian aktor dan peran, MDS-Rapfarm untuk meninjau status keberlanjutan, serta SWOT IE untuk penetapan strategi. Berdasarkan hasil pengkajian diperoleh pengidentifikasian karakteristik permakultur pada lima variabel dan unit konseptual pada tinjauan aktor dengan tingkat pengaruh tertinggi berasal dari kelompok internal (pengelola, pekerja, dan volunteer permakultur). Status keberlanjutan menunjukkan kelemahan (poor) pada dimensi sosial dan dimensi kelembagaan dengan skor 49,92% dan 37,22%. Sehingga diperoleh tiga strategi prioritas yang mengarah pada pertumbuhan dan perkembangan (Grow and Build) dalam pengembangan kelembagaan lokal.