digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Dokumen Asli
PUBLIC Dessy Rondang Monaomi

Indonesia, sebagai negara kepulauan, memiliki potensi luar biasa di sektor laut. Namun, luasnya wilayah laut juga membawa potensi ancaman yang serius, baik terkait dengan masalah sumber daya alam maupun masalah teritorial. Untuk mengatasi ancaman-ancaman ini, diperlukan sistem pengawasan yang efektif, salah satunya adalah melalui pengembangan wahana bawah laut yang mampu melakukan pengawasan dalam jangka waktu yang lama. Salah satu pilihan wahana yang cocok adalah Autonomous Underwater Glider (AUG)-Hybrid. AUG telah dikenal selama satu dekade sebagai wahana yang efisien dalam menjelajah dan beroperasi. Namun, untuk meningkatkan kemampuannya, penambahan komponen "Hybrid" seperti thruster menjadi pilihan yang tepat, karena dapat meningkatkan kemampuan manuver dan kecepatan wahana. Dengan penambahan sistem hybrid, kebutuhan akan sistem kendali yang adaptif dan efisien dalam menjelajahi lingkungan bawah laut yang kompleks menjadi semakin penting. Oleh karena itu, pengembangan sistem kendali yang adaptif dan efisien, serta perencanaan jalur dan rute yang tepat, menjadi fokus utama dalam disertasi ini. Disertasi ini bertujuan untuk mengembangkan pendekatan terpadu dalam pengembangan wahana hybrid autonomous underwater glider (HAUG), yang meliputi empat tahap utama. Tahap pertama melibatkan pembangunan model matematika wahana dan lingkungan bawah laut sebagai dasar untuk pengembangan lebih lanjut. Tahap kedua fokus pada pembuatan simulasi dan implementasi wahana sesungguhnya berdasarkan model yang telah dikembangkan. Pada tahap ketiga, sistem kendali yang efisien dan adaptif diperkenalkan menggunakan metode Nonlinear Model Predictive Control (NMPC) dan Trapezoidal Proportional Integral Derivative (PID) untuk mengatasi tantangan navigasi dalam lingkungan yang dinamis. Terakhir, tahap keempat memperkenalkan pendekatan baru untuk perencanaan jalur dan routing yang memanfaatkan algoritma RRT* dengan kinodynamic dan integrasi NMPC, bertujuan untuk meningkatkan kemampuan navigasi dan kendali wahana HAUG dalam menjelajahi lingkungan bawah laut dengan lebih efisien dan adaptif. Evaluasi kinerja dilakukan melalui simulasi dan eksperimen lapangan, yang menunjukkan peningkatan signifikan dalam kemampuan mengikuti jalur dan kendali wahana HAUG. Hasil dari disertasi ini mencakup beberapa kontribusi penting. Pertama, menghasilkan model dinamika dan kinematika HAUG, serta model konsumsi energi dan lingkungan. Model-model ini dibangun menggunakan framework aplikasi Mission Oriented Operating Suite - Interval Programming (MOOS-IvP) dan Robot Operating System (ROS). Simulasi menunjukkan bahwa kinerja HAUG sesuai dengan desainnya, dengan mencapai kecepatan maksimum 2 m/s dalam mode Autonomous Underwater Vehicle (AUV) dan 0,5 m/s dalam mode glider. Selain itu, dalam mode glider, simulasi menunjukkan stabilitas sudut pitch pada sudut antara 21° hingga 30° dengan energi paling rendah pada sudut 21°. Kemudian, penelitian menunjukkan bahwa sistem kendali berbasis NMPC memiliki konsumsi energi yang lebih rendah dibandingkan dengan metode Trapezoidal PID. Selama pengujian, konsumsi energi menggunakan metode Trapezoidal PID mencapai 113,64 J, sedangkan sistem kendali NMPC hanya membutuhkan 91,75 J dengan sudut yang dihasilkan antara 19° hingga 25°. Meskipun diujikan dengan target dan waktu yang sama, hasil menunjukkan bahwa NMPC lebih efisien dalam penggunaan energi lebih rendah sebesar 19,2%. Terakhir, hasil simulasi menggunakan RRT*-Kinodynamic menunjukkan bahwa penggunaan algoritma yang dikembangkan dapat mengurangi waktu tempuh wahana hingga 9,7% dan penggunaan energi hingga 12,03% dalam kasus yang diuji. Evaluasi kinerja dilakukan melalui kombinasi simulasi dan eksperimen. Hasilnya menunjukkan bahwa pendekatan RRT-Kinodynamic meningkatkan kemampuan wahana untuk menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi lingkungan. Integrasi NMPC dan algoritma RRT*-Kinodynamic memungkinkan HAUG mencapai hampir semua waypoint dengan perbedaan jarak rata-rata Cross-Track Error (CTE) sebesar 2,10 meter dari pengukuran sensor GPS dan 0,57 meter dari simulasi terhadap jalur waypoint yang diinginkan. Standar deviasi dari CTE adalah 0,95 meter untuk jalur GPS dan 0,23 meter untuk jalur simulasi, menggambarkan kemampuan adaptif dan dinamis dari pendekatan tersebut dalam menghadapi kondisi lingkungan yang kompleks.