Cahaya memiliki peran penting pada bangunan. Pada ruang gereja Katolik, pencahayaan tidak hanya diperlukan untuk memenuhi kebutuhan peribadatan melainkan berfungsi untuk mendukung suasana, secara khusus suasana spiritual yang ada pada ruang gereja. Dalam ajaran agama Katolik, cahaya menyimbolkan sesuatu yang transenden berupa kehadiran Tuhan, kebenaran, dan harapan. Gaya arsitektur gotik merupakan gaya arsitektur yang sering digunakan pada desain gereja Katolik di berbagai negara, salah satunya di Indonesia. Desain arsitektur gotik dinilai memiliki teknik pencahayaan ruang gereja yang ideal dalam mendukung suasana spiritual ruang. Konsili Vatikan II yang diselenggarakan tahun 1962-1965 mendorong Gereja melakukan proses inkulturasi budaya. Hal ini mengakibatkan adanya perubahan desain bangunan gereja yang juga mengakibatkan perubahan teknik pencahayaan ruang gereja. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari peran teknik pencahayaan ruang pada bangunan gereja Katolik yang dibangun sebelum dan sesudah Konsili Vatikan II dalam mendukung suasana spiritual. Penelitian terbagi menjadi dua bagian, yaitu tahapan pengukuran kondisi fisik dan pencahayaan ruang gereja serta pengukuran kondisi afektif dan persepsi spiritual responden melalui kuesioner kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan distribusi cahaya yang dapat membentuk hierarki dan orientasi visual menuju panti imam memiliki peran penting dalam mempengaruhi kondisi afektif dan mendukung suasana spiritual ruang secara positif. Penelitian juga menemukan hubungan antara kondisi afektif dan persepsi spiritual dengan pola hubungan berbanding lurus. Peran intensitas cahaya, temperatur warna, kontras, CRI, sumber cahaya, jenis pencahayaan, kenyamanan visual, kondisi temporal/waktu, dan desain ruang didiskusikan.