Peningkatan kebutuhan manusia menyebabkan terjadinya eksploitasi ekosistem
yang berlebihan dan merusak ekosistem pesisir, sehingga diperlukan intervensi
dengan pendekatan holistik untuk menyelesaikan permasalahan dalam eksploitasi
melalui pemahaman sistem secara menyeluruh dengan menggunakan kerangka
analisis Social-Ecological System yang merupakan konsep untuk mempelajari
keterkaitan kompleks antara manusia dengan lingkungan. Pengetahuan dan
perspektif baru juga diperlukan dalam upaya intervensi yang dilakukan melalui
pengelolaan. Analisis terkait proses interaksi pihak terlibat untuk menghasilkan
pengetahuan baru dan pemahaman terhadap sistem yang dikelola dilakukan
menggunakan konsep pembelajaran sosial. Pemahaman interaksi dan karakteristik
sistem diperlukan sebagai masukan perencanaan dan strategi, sehingga dilakukan
penelitian terkait proses interaksi sistem sosial ekologi dan pengaruhnya terhadap
sistem secara keseluruhan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengeksplorasi
pengaruh proses interaksi antara subsistem sosial dan subsistem ekologi dalam
kerangka Social-Ecological System terhadap keseluruhan sistem wilayah pesisir.
Dilakukan analisis terkait proses pengelolaan ekosistem, proses pembelajaran
sosial, dan outcome pembelajaran sosial. Penelitian ini dilakukan di Desa
Mayangan dan Desa Legon Wetan, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat sebagai
desa pesisir yang telah mengalami degradasi ekosistem akibat abrasi. Dasar teori
dari penelitian ini adalah sistem sosial ekologi, pengelolaan adaptif, dan
pembelajaran sosial. Management and Transition Framework (MTF) digunakan
sebagai kerangka kerja untuk memahami interaksi yang terjadi dalam sistem sosial
ekologi Desa Mayangan dan Desa Legon Wetan. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif dengan strategi studi kasus. Metode pengumpulan data
dilakukan melalui wawancara, FGD, observasi, dan tinjauan berbagai literatur.
Analisis dilakukan secara kualitatif menggunakan content analysis untuk menyusun
kesimpulan secara sistematis dan objektif untuk validasi penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 4 isu utama dalam sejarah proses
pengelolaan hutan mangrove di Desa Mayangan dan Legon Wetan, yaitu eksploitasi
mangrove, kerusakan ekosistem, perubahan pola pikir dari eksploitasi menjadiii
restorasi, dan pengelolaan adaptif. Abrasi terjadi akibat berbagai faktor, antara lain
pembukaan lahan hutan mangrove untuk tambak secara berlebihan, pengurangan
suplai sedimen akibat pembelokan muara Sungai Cipunagara, dan penurunan muka
tanah sehingga terjadi kerusakan ekosistem yang berdampak pada hilangnya lahan,
peningkatan frekuensi dan intensitas banjir rob, dan penurunan kemampuan
ekonomi masyarakat. Berbagai upaya restorasi mangrove telah dilakukan dengan
bantuan dari pihak luar desa, mulai dari hard engineering hingga soft engineering,
namun abrasi tetap terjadi sehingga dapat dinilai bahwa upaya yang dilakukan
masih belum efektif. Hal ini terjadi karena adanya beberapa kendala yang dihadapi
dalam upaya restorasi ekosistem mangrove, antara lain belum ada aktor
penghubung untuk mewadahi pembelajaran sosial para aktor, upaya restorasi yang
dilakukan masih terpisah-pisah karena interaksi aktor yang rendah, partisipasi
masyarakat dalam upaya restorasi mangrove rendah, serta ketergantungan upaya
restorasi terhadap pihak luar terutama dalam pendanaan. Terdapat beberapa
keterbatasan dalam studi ini, salah satunya adalah analisis terkait dampak upaya
restorasi mangrove yang dilakukan terhadap ketangguhan ekosistem, sehingga
diperlukan penelitian lanjutan. Selain itu, perencanaan komprehensif juga
dibutuhkan dalam melakukan restorasi mangrove. Hasil penelitian diharapkan
dapat menjadi rekomendasi dalam upaya restorasi ekosistem mangrove di Desa
Mayangan dan Legon Wetan.