Industri jasa konstruksi memiliki karakteristik kompleks dan tingkat ketidakpastian (uncertainty) yang tinggi, terutama jika menyangkut proyek konstruksi berskala besar. Proyek konstruksi berskala besar memaksa terdapatnya Joint Venture (JV) dari berbagai pihak untuk mengatasi kompleksitas proyek, yang menyebabkan organisasi proyek menjadi kurang mandiri dan sulit dalam pengambilan keputusan. Sengketa konstruksi menyebabkan kerugian berupa penambahan biaya & waktu proyek, penurunan produktivitas & tingkat kepercayaan, dan rusaknya hubungan bisnis. Penyelesaian sengketa melalui litigasi dan arbitrase dinilai tidak cocok digunakan sebagai penyelesaian sengketa konstruksi kerana membutuhkan sumber daya yang besar, merusak hubungan bisnis, dan sengketa konstruksi yang bersifat teknis. Sedangkan penyelesaian sengketa berupa negosiasi, mediasi, dewan sengketa memiliki biaya dan tingkat ketegangan lebih rendah, serta tingkat kendali pada pihak terhadap hasil putusan lebih tinggi.
Dewan sengketa (dispute board) merupakan lembaga independen yang dibentuk pada awal proyek memiliki peran pencegahan sengketa dengan mengetahui potensi sengketa dan karakteristik proyek konstruksi, serta sebagai penyelesaian sengketa yang timbul agar tidak berkembang kepada penyelesaian sengketa lain yang lebih lama dan mahal. Dewan sengketa dinilai dapat menjadi alternatif pencegahan dan penyelesaian sengketa pada proyek konstruksi yang disebabkan oleh interaksi antara karakteristik pada industri konstruksi dan proyek konstruksi yang perlu segera diselesaikan. Dewan sengketa belum banyak digunakan pada proyek konstruksi di Indonesia, salah satu proyek konstruksi berskala besar yang telah menggunakan dewan sengketa yaitu proyek MRT Jakarta fase 2. Oleh karena itu, diperlukan kajian penggunaan dewan sengketa pada proyek konstruksi berskala besar di Indonesia menggunakan studi kasus proyek MRT Jakarta fase 2A. Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi kelebihan, kekurangan, peluang, tantangan, dan strategi penggunaan dewan sengketa di Indonesia. Responden terdiri dari pemilik proyek dan kontraktor yang terlibat dalam proyek MRT Jakarta fase 2A. Penelitian
menggunakan analisis faktor internal (kelebihan dan kekurangan) dan eksternal (peluang dan tantangan) untuk memperoleh matriks SWOT, yang kemudian digunakan untuk menyusun strategi penggunaan dewan sengketa.
Berdasarkan hasil kajian diperoleh kelebihan penggunaan dewan sengketa tetap (standing) memberikan pencegahan eskalasi sengketa dan meningkatkan efektivitas penyelesaian sengketa dengan memberikan kepastian waktu dan biaya. Sedangkan, kekurangan penggunaan dewan sengketa baik bentuk tetap (standing) maupun sementara (adhoc) yaitu terdapatnya tambahan biaya yang cukup besar pada proses hearing. Peluang dewan sengketa tetap (standing) pada proyek konstruksi di Indonesia dapat memenuhi kebutuhan penyelesaian sengketa selama proyek berlangsung melalui kecepatan penyelesaian, menjaga hubungan para pihak, dan memberikan win-win solution. Sedangkan, tantangan penggunaan dewan sengketa tetap (standing) pada proyek konstruksi di Indonesia yaitu kurangnya kesadaran akan pentingnya pencegahan sengketa berupa keenganan antara pemilik proyek dan kontraktor untuk mengeluarkan biaya sengketa di awal proyek sebelum terjadinya sengketa, serta keterbatasan jumlah anggota dewan sengketa yang mampu memenuhi kualifikasi. Strategi yang dapat dilakukan untuk penggunaan dewan sengketa pada proyek konstruksi di Indonesia berupa mendorong penggunaan dewan sengketa pada proyek konstruksi melalui pemberian regulasi, khususnya pada proyek konstruksi berskala besar, memaksimalkan peran dewan sengketa dalam penggunaanya sebagai mekanisme pencegahan dan penyelesaian sengketa, dan memberikan hak kepada salah satu pihak (pemilik proyek atau kontraktor) dalam kontrak untuk dapat mewajibkan penggunaan dewan sengketa pada proyek konstruksi yang akan dilaksanakan.