Kebutuhan pangan adalah kebutuhan mendasar yang menjadi indikator penting stabilitas suatu negara. Semakin tinggi kebutuhan pangan, semakin rendah ketahanan pangan yang dimiliki. Di Indonesia, salah satu tantangan utama dalam sektor pangan adalah memenuhi permintaan sayuran bergizi seperti bayam. Bayam dikenal kaya akan nutrisi penting, termasuk zat besi, asam folat, dan antioksidan yang esensial untuk kesehatan manusia. Permintaan bayam terus meningkat seiring dengan kesadaran masyarakat yang semakin tinggi terhadap pola makan sehat dan pentingnya konsumsi sayuran untuk mencegah berbagai penyakit. Bayam juga memiliki kandungan antioksidan yang tinggi, terutama vitamin C. Bayam hijau mengandung 160 mg vitamin C per 100 gram, sedangkan bayam merah mengandung 370 mg per 100 gram. Hanya dengan mengonsumsi 20-50gram bayam, kebutuhan harian vitamin C sebesar 75-90 mg dapat terpenuhi. Oleh karena itu, produksi bayam yang berkualitas tinggi dan berkelanjutan menjadi sangat penting. Meningkatnya minat terhadap sayuran bergizi seperti bayam menekankan pentingnya strategi pertanian yang dapat menghasilkan bayam berkualitas tinggi secara berkelanjutan.
Degradasi lingkungan akibat penggunaan pupuk sintetis menjadi tantangan besar dalam sektor pertanian modern. Pupuk sintetis, meski dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dalam jangka pendek, berdampak negatif dalam jangka panjang. Penggunaan pupuk ini menyebabkan penurunan kualitas tanah, baik secara fisik, kimia, maupun biologi, serta mengurangi kandungan bahan organik dan mikroba yang esensial bagi kesuburan tanah. Di Indonesia, sekitar 14 juta hektar lahan mengalami degradasi tanah hingga tahun 2018. Di sisi lain, pencemaran lingkungan akibat limbah organik menjadi sebuah isu global. Produksi limbah organik di Indonesia dapat mencapai 28,35 juta ton per tahun. Untuk mengatasi masalah tersebut, pertanian organik mulai dianggap sebagai solusi yang berkelanjutan. Oleh karena itu, diperlukan strategi pertanian organik yang efektif untuk menanggulangi masalah tersebut, diantaranya melalui penambahan liquid organic biofertilizer (LOB) dan vermikompos untuk memperkaya mikroorganisme dan bahan organik di dalam tanah. Selain itu, pembuatan vermikompos juga dapat menjadi solusi dalam mengurangi jumlah limbah organik yang terus meningkat setiap tahunnya.
Untuk mendukung penerapan strategi pertanian organik tersebut, model kolaborasi seperti Community Supported Agriculture (CSA) dapat dimanfaatkan sebagai momentum perhatian masyarakat modern saat ini dalam mendukung produksi pertanian lokal. Model CSA memungkinkan konsumen dan produsen dapat saling berbagi risiko serta keuntungan dalam budidaya tetapi juga melibatkan kolaborasi dalam komunitas untuk mencapai tujuan bersama. Dengan model CSA, konsumen dapat memperoleh produk sayuran segar yang dibudidayakan dengan pupuk organik secara berkala dan alternatif penanganan limbah rumah tangga. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk merancang serta melakukan kajian kelayakan finansial untuk sistem produksi bayam merah dan bayam hijau menggunakan pupuk organik dengan model distribusi Community Supported Agriculture (CSA) di wilayah urban. Pra-rancangan ini diharapkan dapat meningkatkan keberlanjutan pertanian dan mengurangi dampak negatif sampah organik terhadap lingkungan.
Pra-rancangan ini menggunakan lahan dengan luasan 358,8 m2 dengan luasan lahan untuk budidaya sebesar 165,6 m2. Pra-rancangan budidaya terdiri atas 10 baris bayam merah dan 10 baris bayam hijau, dimana satu barisnya terdiri atas 52 polybag. Proses budidaya meliputi persiapan media tanam berupa tanah dan vermikompos (3:1) untuk bayam merah serta tanah dan kompos (2:1) untuk budidaya bayam hijau. Penaburan benih sebanyak 30 benih/polybag dan akan dilakukan penyiangan pada 10 HSS dengan penyisahan 9 tanaman. Kegiatan penyiraman yang dilakukan pada pagi dan sore dengan volume penyiraman 230 ml/polybag/hari, untuk budidaya bayam hijau akan ditambahkan LOB sebanyak 150 ml/polybag/sekali aplikasi, dimana pengaplikasian dilakukan setiap satu minggu sekali dimulai saat tanaman berumur 7 HSS. Proses pembunanan dilakukan pada 14 HSS untuk menjaga bagian perakaran. Penanganan hama dan penyakit dilakukan dengan pengaplikasian biopestisida pada 20 HSS. Pemanenan dilakukan pada 30 HSS. Pra-rancangan ini terdiri atas dua alternatif, dimana alternatif pertama berupa budidaya bayam hijau yang diaplikasikan kompos dan LOB secara komersil dan budidaya bayam merah yang diaplikasikan vermikompos secara komersil. Alternatif kedua berupa budidaya bayam hijau yang diaplikasikan kompos dan LOB secara komersil dan budidaya bayam merah yang diaplikasikan vermikompos secara mandiri. Berdasarkan analisis ekonomi yang dilakukan, didapatkan bahwa alternatif pertama memiliki nilai R/C 1,47 dan alternatif kedua 1,93. Berdasarkan hal tersebut, alternatif kedua dipilih sebagai alternatif pilihan pada pra-rancangan ini.
Pra-rancangan sistem terintegrasi ini diproyeksikan memiliki kapasitas produksi bayam hijau, bayam merah, jus bayam, vermikompos, dan anakan cacing secara berturut-turut sebesar 2.821,35 kg/siklus; 1.178,95 kg/siklus; 3.420 pack/ siklus; 12.304 kg/siklus; dan 1.123 kg/siklus. Pada tahun pertama, budidaya bayam dilakukan selama 9 periode penanaman yang terdiri dari 520 polybag/periode/komoditas. Setiap komoditas dibedakan kualitasnya berdasarkan grade, dimana terdapat Grade A, B dan C. 15% dari total produksi bayam hijau grade C selanjutnya akan diarahkan untuk diolah menjadi jus bayam dengan alokasi 8 batch/siklus. Skema penjualan vermikompos dilaksanakan pada bulan ketiga setelah proses pengolahan, dimana setiap minggu diperoleh vermikompos sebanyak 256 kg. Anakan cacing diproduksi dalam 10 batch dengan jumlah 112 kg anakan cacing untuk setiap batch-nya.
Lokasi usaha pra rancangan ini dilakukan di lahan kosong pada wilayah Perumahan Jatinangor City Park. Cibeusi, Kecamatan Jatinangor, Provinsi Jawa Barat. Lokasi usaha berada pada titik koordinat 06o56’26.70”S, 107o45’48.59"E dengan ketinggian 692 mdpl. Luas lahan total adalah sebesar 358,8 m2. Lahan usaha terdiri dari komponen greenhouse (11,5 × 14,4 m2), bangunan vermicomposting (6 × 3 m2), gudang vermikompos (6 × 3 m2), area pengeringan vermikompos (6 × 4 m2), penyimpanan drum (3 × 1,4 m2), area pencacahan (3 × 1,4 m2), packing house (3 × 3 m2), kantor (3 × 3 m2), dan parkir kendaraan operasional (17,5 × 2 m2).
Pra-rancangan sistem budidaya ini terdiri atas 4 subsistem, yakni subsistem budidaya bayam merah, subsistem budidaya bayam hijau, subsistem pembuatan vermikompos, dan subsistem produksi jus bayam. Subsistem budidaya bayam merah memiliki neraca massa total sebesar 40.312,75 kg/siklus dan neraca energi total sebesar 64.297,31 MJ/siklus. Subsistem budidaya bayam hijau memiliki neraca massa total sebesar 43.269,86 kg/siklus dan neraca energi total sebesar 64.318,95 MJ/siklus. Subsistem pembuatan vermikompos terbagi menjadi dua unit, yakni unit persiapan dan unit biokonversi limbah organik. Unit persiapan limbah organik memiliki neraca massa total sebesar 20.116,95 kg/siklus dan neraca energi total sebesar 749,84 MJ/siklus, sedangkan unit biokonversi limbah organik memiliki neraca massa total sebesar 23.242,88 kg/siklus dan neraca energi total sebesar 408,54 MJ/siklus. Sementara itu, subsistem produksi jus bayam memiliki neraca massa total sebesar 611,88 kg/siklus dan neraca energi total sebesar 80,23 MJ/siklus.
Berdasarkan perhitungan neraca massa, diperoleh bahwa untuk memproduksi masing-masing produk dalam jumlah 1 kg, dibutuhkan input dan dihasilkan output sampingan dengan rincian sebagai berikut:
a.
Biomassa bayam merah (1 kg): Input: tanah (1,4 kg), vermikompos (0,6 kg), benih bayam merah (0,06 gram), udara (0,02 kg), air (32,13 kg), biopestisida (0,02 kg). Output sampingan: brangkasan bayam (0,13 kg), udara (0,02 kg), air sisa akibat evaporasi dan perkolasi (31,15 kg), media tanam akhir (1,89 kg), dan loss (0,002 kg).
b.
Biomassa bayam hijau (1 kg): Input: tanah (0,45 kg), kompos (0,37 kg), benih bayam merah (0,02 gram), LOB (0,03 kg), udara (0,02 kg), air (12,16 kg), biopestisida (0,01 kg). Output sampingan: brangkasan bayam (0,13 kg), udara (0,02 kg), air sisa akibat evaporasi dan perkolasi (11,06 kg), media tanam akhir (0,82 kg), dan loss (0,0002 kg).
c.
Vermikompos (1 kg): Input: limbah yang siap digunakan (1,47 kg), udara (0,41 kg), cacing (0,047 kg). Output sampingan: anakan cacing (0,09 kg), udara (0,23 kg), dan loss (0,57 kg).
d.
Jus bayam (1 kg): Input: bayam hijau (0,94 kg), nanas (0,11 kg), air (0,09 kg), madu (0,01 kg). Output sampingan: ampas jus bayam (0,16 kg).
Berdasarkan hasil analisis ekonomi, didapatkan biaya investasi sebesar Rp259.623.945,00 yang mencakup unit budidaya bayam, unit produksi vermikompos dan anakan cacing, unit produksi jus bayam, unit ruang kerja (kantor), dan unit transportasi. Biaya investasi di tahun pertama sebesar Rp259.623.945,00, tahun kedua, keempat, dan kelima sebesar Rp0,00, dan tahun ketiga sebesar Rp904.040,00. Untuk menghasilan 1 kg produk bayam merah dibutuhkan biaya sebesar Rp. 14.314; bayam hijau sebesar Rp. 2.877; vermikompos sebesar Rp. 961; dan anakan cacing sebesar Rp. 3.204 serta untuk menghasilakan 1 botol jus bayam dibutuhkan biaya sebesar Rp. 17,21. Sehingga, total biaya produksi untuk pra-rancangan ini dalam satu siklus sebesar Rp129.197.243,62 pada tahun pertama dan Rp141.026.704,73 pada tahun kedua dan seterusnya. Estimasi penjualan tahun pertama Rp293.384.472,50, sedangkan tahun kedua hingga kelima sebesar Rp382.973.696,67 per tahun. BEP untuk masing-masing produk ialah bayam merah Rp139.982.250, bayam hijau Rp130.038.632, jus bayam Rp8.567.560, vermikompos Rp52.451.167, dan anakan cacing Rp45.652.353. Laporan laba rugi menunjukkan Net Cash In Flow - Out Flow sebagai berikut: tahun ke-0 sebesar -Rp259.623.945, tahun ke-1 sebesar Rp164.187.229, tahun ke-2 sebesar Rp221.088.591,93, tahun ke-3 sebesar Rp220.184.552, tahun ke-4 sebesar Rp221.088.591,93, dan tahun ke-5 sebesar Rp221.088.592. Usaha ini secara ekonomi layak dijalankan dengan nilai Net Present Value (NPV) sebesar Rp525.843.548,06, B/C ratio sebesar 3,025, Internal Rate of Return (IRR) sebesar 70%, dan payback period selama 2 tahun, 9 bulan, dan 3 hari.