digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

2008 TS PP HERU ALFYANTO MALAY Abstrak.pdf


Pemprov DKI Jakarta membangun Proyek TransJakarta-Busway dengan mengambil sebagian badan jalan dan jalur hijau untuk diubah menjadi jalur bus transjakarta (busway) dan fasilitas pendukungnya (shelter dan jembatan). Pengambilan sebagian badan jalaj yang sebelumnya bebas dilalui masyarakat, secara kasat mata menimbulkan dampak kemacetan yang semakin parah, sesuatu yang justru bertolak belakang dengan tujuan dibangunnya proyek tersebut. Selain dampak kemacetan, perubahan fungsi lahan tersebut juga menimbulkan dampak-dampak lain dalam berbagai aspek. Penelitian ini bermaksud mengkaji dampak pengambilan sebagian badan jalan dan jalur hijau yang sebelumnya bebas dilalui masyarakat untuk diubah menjadi jalur TransJakarta-Busway yang tertutup bagi selain bus transjakarta dari aspek hukum pajak. Bagaimanakah dampak perubahan fungsi lahan tersebut terhadap ekstensifikasi perpajakan, yang pada saat ini makin gencar dilakukan oleh Direktorat Jendral Pajak. Selama ini jalan raya dan jalur hijau tidak menjadi objek pajak karena merupakan fasilitas umum yang bisa dinikmati oleh semua golongan masyarakat secara bebas, tanpa biaya. Tetapi kini sebagian jalan raya dan jalur hijau tersebut diubah menjadi lahan komersial (tidak lagi gratis) oleh Proyek TransJakarta-Busway sehingga timbul kemungkinan pengenaan PBB dan BPHTB atas proyek tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis, dengan menyajikan berbagai fakta yang terkait dengan perubahan fungsi lahan jalur TransJakarta-Busway. Diawali dengan identifikasi sampel objek berupa jalur TransJkarta-Busway sepanjang 16,16 k pada kedua sisi jalan, yang terbentang dari Terminal Kalideres hingga Shelter Indosiar beserta bangunan shelter di sepanjang jalur tersebut. Kemudian dilakukan penilaian atas tanah dan bangunan objek tersebut untuk mengetahui potensi PBB-nya. Selanjutnya dilakukan analisis pengenaan pajak berdasarkan teori-teori hukum pajak dan penerapan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hasilnya adalah terdapat potensi pengenaan PBB atas sampel objek yang diteliti sebesar Rp 220.557.236. Sampel yang diteliti hanyalah 6,8% dari total luas tanah dan bangunan jalur TransJakarta-Busway, sehingga potensi penerimaan PBB dari lahan dan bangunan jalur TransJakarta-Busway secara keseluruhan adalah Rp 3,2 M. Dari analiis pengenaan PBB disimpulkan bahwa tanah dan bangunan jalur TransJakarta-Busway merupakan objek pajak, tetapi belum dapat dikenakan PBB karena BP TransJakarta-Busway sebagai badan yang bertugas menyelenggarakan pengelolaan sistem angkutan umum busway tidak termasuk subjek pajak. Pengenaan PBB baru dapat dilakukan bila BP TransJakarta-Busway berubah menjadi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebagaimana disarankan oleh penelitian ini. Demikian pula BPHTB tidak dikenakan karena tidak terjadi perolehan hak sebagaimana yang dipersyaratkan oleh peraturan perundang-undangan terkait. (penulis tidak mengijinkan untuk menampilkan tesis ini dalam bentuk full-text)