digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800


2017 TS PP Maria Marselina Bhenge 1- Cover.pdf
Terbatas  Yuliani Astuti
» Gedung UPT Perpustakaan

2017 TS PP Maria Marselina Bhenge 1- Bab 1.pdf
Terbatas  Yuliani Astuti
» Gedung UPT Perpustakaan

2017 TS PP Maria Marselina Bhenge 1- Bab 2.pdf
Terbatas  Yuliani Astuti
» Gedung UPT Perpustakaan

2017 TS PP Maria Marselina Bhenge 1- Bab 3.pdf
Terbatas  Yuliani Astuti
» Gedung UPT Perpustakaan

2017 TS PP Maria Marselina Bhenge 1- Bab 4.pdf
Terbatas  Yuliani Astuti
» Gedung UPT Perpustakaan

2017 TS PP Maria Marselina Bhenge 1- Bab 5.pdf
Terbatas  Yuliani Astuti
» Gedung UPT Perpustakaan

2017 TS PP Maria Marselina Bhenge 1- Bab 6.pdf
Terbatas  Yuliani Astuti
» Gedung UPT Perpustakaan

2017 TS PP Maria Marselina Bhenge 1- Pustaka.pdf
Terbatas  Yuliani Astuti
» Gedung UPT Perpustakaan

Usaha adopsi hukum adat ke dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No.5 Tahun 1960, belum sepenuhnya berhasil, karena sampai saat ini masih terjadi pluralisme pada sistem pertanahan di Indonesia. Pluralisme ini kemudian menjadi salah satu hal yang memicu terjadinya konflik pertanahan di Indonesia, yang tidak hanya melibatkan masyarakat adat dengan pemerintah, namun juga terjadi di dalam masyarakat adat tersebut sendiri. NTT merupakan daerah di Indonesia yang memiliki konflik pertanahan adat yang cukup tinggi. dimana hampir semua konflik sosial yang terjadi di NTT bersumber dari konflik tanah adat. Salah satu masyarakat hukum adat yang mengalami konflik pertanahan adat adalah kelompok masyarakat hukum adat Lape, yang berada di Kabupaten Nagekeo, Provinsi NTT. Konflik yang terjadi tidak hanya melibatkan masyarakat hukum adat namun juga pihak lain seperti pemerintah, dengan salah satu contoh konflik adalah pada pembangunan gedung DPRD Kabupaten Nagekeo. . Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tipologi konflik yang terjadi pada masyarakat hukum adat ini, dengan kajian berfokus pada sistem pertanahan adat yang dijalankan, yang terdiri dari sistem pemanfaatan, penguasaan, dan nilai lahan. Pengumpulan data dilakukan menggunakan metode wawancara, survei instansi, dan pengumpulan data spasial. Pengolahan data wawancara dilakukan menggunakan metode triangulasi untuk mengetahui keabsahan data. Data suvei instansi selanjutnya diolah menggunakan analisis data sekunder, yang selanjutnya digabungkan dengan data wawancara dan data spasial untuk dikelompokkan menggunakan analisis tematik untuk mengkategorikan data berdasarkan tema tertentu. Analisis konflik selanjutnya dilakukan pada periode dari sistem pemanfaatan, penguasaan, dan nilai lahan dari masyarakat hukum adat Lape. Hasil penelitian memberikan deskripsi dan visualisasi mengenai perubahan dalam pemanfaatan, penguasaan, dan nilai lahan yang terjadi pada masyarakat adat Suku Lape, yang pada akhirnya menimbulkan konflik pertanahan di dalam kelompok masyarakat hukum adat ini. Perubahan ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu adanya intervensi yang berasal dari dalam dan dari luar kelompok masyarakat hukum adat, lemahnya lembaga adat dalam menerapkan peraturan sistem pertanahan adat, serta kelemahan dari sistem pertanahan adat yang dijalankan. Lebih jauh, hasil penelitian ini dapat menjadi rekomendasi dalam penyelesaian konflik yang terjadi, melalui penguatan kelembagaan adat dalam pengelolaan ii wilayah, penyelesaian konflik dengan mediasi dari pihak ketiga, serta penguatan hak perseorangan.