digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Sistem penyimpanan energi listrik dapat dilakukan dengan menggunakan baterai. Baterai merupakan sumber energi listrik-kimiawi yang dapat menyimpan energi dan mengubahnya menjadi tenaga listrik. Dalam perkembangan kebutuhan energi baterai memiliki peran yang sangat penting, seperti pada kendaraan listrik dan pembangkit listrik tenaga surya. Baterai yang sering digunakan adalah jenis baterai lithium-ion. Kinerja baterai yang baik, akan mendukung perangkat yang ditunjangnya. Baterai lithium-ion disebut sebagai baterai yang memiliki usia dengan jangka waktu yang panjang dan beberapa kelebihan lainnya seperti ramah lingkungan, memiliki daya dan energi yang besar dan keamanan yang cukup terjamin, tetapi terdapat beberapa faktor yang dapat menimbulkan masalah dan menurunkan kinerjanya, atau mengakibatkan kegagalan yang parah pada baterai tersebut. Energi yang dapat disimpan baterai jumlahnya terbatas, sehingga baterai akan mengalami siklus charge dan discharge. Serangkaian aktivitas pada baterai seperti overcharge, over-discharge, dan perbedaan suhu yang tinggi sering terjadi pada baterai. Proses aktivitas pada baterai yang tidak tepat dapat menyebabkan kinerja baterai menurun atau terjadinya kegagalan pada baterai dan menimbulkan anomali-anomali pada tegangan, arus, dan suhunya. Metode diagnosis kegagalan sistem baterai dapat berkontribusi untuk penjadwalan perawatan baterai dengan lebih optimal, sehingga kinerjanya akan tetap terjaga. Metode anomaly detection berdasarkan FMEA untuk mendeteksi kegagalan dapat berupa syarat batas dari proteksi baterai (fixed value of range-of-change) dari parameter kinerja baterai. Penerapan metode anomaly detection menggunakan FMEA pada penelitian ini diharapkan dapat memantau apabila terjadi penurunan kinerja pada SBPE dari sistem baterai sehingga potensi kegagalan dapat dihindari sedini mungkin. Namun karena sifat FMEA yang terlalu konseptual dan hanya bisa dilakukan secara manual, sehingga diperlukan metode pembelajaran mesin agar diperoleh dokumen FMEA secara otomatis. Metode pembelajaran mesin jenis supervised learning digunakan karena lebih akurat dan cepat pada kasus prediksi input terhadap output yang dicapai. Metode pembelajaran mesin yang digunakan diantaranya adalah K-Nearest Neighbor (KNN), Random Forest (RF) dan Klasifikasi Vektor Pendukung (KVP). Alur penelitian dilakukan dengan menggunakan metodologi Cross-Industry Standard Process for Data Mining (CRISP-DM). Pada pemahaman bisnis dijelaskan tentang monitoring kerja pada sel baterai dan mendeteksi adanya anomali-anomali pengukuran nilai suhu pada baterai berdasarkan pendekatan statistik perhitungan standar deviasi. SBPE terdiri dari 18 modul dimana tiap modul terdiri dari 15 sel baterai, sehingga terdapat 270 sel baterai LiFePO4 3.2 VDC 100Ah dalam 1 cluster. Pada pemahaman data didesikripsikan jenis, struktur dan kualitas data yang digunakan. Selanjutnya, dilakukan proses labeling pada tahap persiapan data. Kemudian dilakukan pemodelan dengan menggunakan pembelajaran mesin yaitu KNN, RF dan KVP untuk memperoleh prediksi nilai SEV, OCC, DET, dan RPN. Target input yang digunakan adalah suhu. Model terbaik yang diperoleh adalah model menggunakan metode KNN. Setelah itu dilakukan evaluasi dan analisis pada deteksi anomali menggunakan analisis FMEA dengan menghitung nilai-nilai dari severity, occurance, dan detection yang selanjutnya akan menghasilkan nilai Risk Priority Number (RPN) dengan mengurutkan sistem atau komponen yang memiliki tingkat kegagalan atau anomali paling tinggi. Selain itu, pendekatan statistik digunakan untuk menentukan batasan data outlier pada nilai pengukuran suhu SBPE. Nilai dari hasil perhitungan yang melebihi nilai dua dan tiga standar deviasi ini diklasifikasikan menjadi label status keadaan baterai, dengan label 1 (normal), 2 (warning), dan 3 (anomali). Berdasarkan hasil metode pembelajaran mesin dan pendekatan statistik diperoleh tingkat resiko terjadinya potensi kegagalan yang paling tinggi berada pada SBPE cluster 2, kabinet 4, modul 2 dan 3. Potensi kegagalan yang terjadi pada kabinet 4 modul 2 dan 3 adalah terjadinya kegagalan pada sensor suhu, ketidaksetimbangan pada muatan sel baterai karena kondisi baterai yang tidak sama, serta terjadinya potensi baterai kembung akibat peristiwa pelepasan panas dan reaksi gas pada baterai.