Diabetes merupakan penyakit berbahaya yang disebabkan ketidakmampuan tubuh
untuk menghasilkan dan menggunakan insulin dengan baik sehingga kadar glukosa
dalam darah meningkat. Dalam kondisi fisiopatologi, konsentrasi glukosa dalam
darah sebanyak 2 – 30 mM. Saat ini, teknologi yang sangat berkembang dalam
pendeteksian glukosa untuk mengidentifikasi glukosa adalah biosensor. Biosensor
yang paling berkembang saat ini adalah elektrokimia dan surface plasmon
resonance (SPR). Namun, sampai saat ini pendeteksian glukosa dengan teknikteknik
tersebut masih memerlukan enzim untuk mengikat glukosa. Sayangnya,
penggunaan enzim membuat sensor glukosa menjadi mahal, stabilitas rendah, dan
membutuhkan imobilisasi yang rumit.
Sebagai material berpori dengan luas area yang sangat besar, metal-organic
frameworks (MOFs) dapat digunakan untuk menangkap dan melokalisasi enzim
atau bioreseptor untuk target biomolekul tertentu sehingga sangat bermanfaat
dalam teknologi biosensor. Sayangnya, pada bulk MOFs konduktivitasnya rendah
dan situs aktifnya sulit untuk dicapai sehingga harus difungsionalisasi dengan
reseptor glukosa atau dikarbonisasi. Untuk mengurangi keterbatasan ini dapat
dilakukan modifikasi morfologi menjadi bentuk hierarkis tiga dimensi yang
tersusun dari partikel dua dimensi. Penelitian ini telah berhasil mendemonstrasikan
metode sintesis solvotermal untuk menghasilkan produk MOFs berbasis organik
linker asam 1,4-benzena dikarboksilat dengan logam Cu, Mn, Ni, dan Zr (M-BDC)
dengan morfologi 3D tersusun dari partikel 2D, hierarkis plate/sheet-like (HPSL).
Sensor elektrokimia dan SPR memiliki mekanisme pendeteksian yang berbeda.
Sensor elektrokimia memanfaatkan sifat elektrokatalistik melalui reaksi reduksioksidasi
sedangkan SPR memanfaatkan interaksi makromolekul seperti
elektrostatika gaya van der Waals, dan ikatan hidrogen. Oleh sebab itu, untuk
mengetahui sifat dominan pada M-BDC HPSL yang bermanfaat untuk sensor
glukosa non-enzimatik, performansinya dibandingkan menggunakan kedua teknik
ini agar potensinya sebagai sensor dapat dikembangkan dengan baik.
Pada sensor elektrokimia, hasilnya menunjukkan bahwa M-BDC HPSL tidak
menunjukkan aktivitas elektrokatalistik terhadap glukosa, kecuali Ni-BDC hierarkis sheet-like (HSL). Meskipun tidak dilakukan fungsionalisasi enzim,
penggunaan substrat konduktif, dan tidak dikarbonisasi, Ni-BDC HSL
menunjukkan aktivitas oksidasi elektrokatalistik terhadap glukosa dengan
sensitivitas sebesar 635,9 ????A mM-1cm-2 pada rentang konsentrasi 0,01 mM – 0,8
mM dan memiliki batas deteksi (LOD) sebesar 6,68 ????M (S/N = 3). Selain itu,
selektivitasnya sangat baik dan waktu responsnya juga sangat cepat (kurang dari 5
detik). Pada sensor SPR, M-BDC HPSL di-imobilisasi ke atas chip sensor standar
SPR dengan menggunakan teknik spin coating (SC). Penggunaan M-BDC HPSL
pada teknik SPR menunjukkan hasil yang sangat menarik di mana semua sampel
mendemonstrasikan adanya respons terhadap glukosa. Pengukuran respons SPR
menunjukkan sensitivitas Zr-BDC hierarkis plate-like (HPL) > Cu-BDC HPL >
Mn-BDC HSL > Ni-BDC HSL. Sedangkan LOD yang diperoleh adalah, dari urutan
besar ke kecil, Cu-BDC HPL (10,383 mM) > Ni-BDC HSL (4,945 mM) > Mn-BDC
HSL (4,790 mM) pada rentang konsentrasi 1 – 20 mM. LOD Zr-BDC HPL sebesar
4,499 mM pada rentang konsentrasi 0,1 – 20 mM. Dari data ini diketahui bahwa
performansi terbaik pada sensor SPR glukosa non-enzimatik dihasilkan oleh Zr-
BDC HPL karena memiliki sensitivitas paling besar dan LOD yang paling kecil.
Jika kita bandingkan performansi M-BDC HPSL pada elektrokimia dan SPR, nilai
LOD dari Ni-BDC HSL pada elektrokimia lebih kecil dari Zr-BDC HPL, tetapi
rentang kerja konsentrasi yang dimilikinya berada jauh di bawah rentang
konsentrasi fisiopatologi glukosa dalam darah sehingga kurang tepat digunakan
sebagai sensor diabetes. Fenomena tidak adanya respons pada Cu-BDC HPL, Mn-
BDC HSL, dan Zr-BDC HPL dalam teknik elektrokimia, sedangkan pada SPR
terdapat respons, menegaskan bahwa M-BDC HPSL memiliki dominasi sifat
spesifik yang lebih dapat dimanfaatkan pada sensor SPR melalui interaksi
makromolekul glukosa - M-BDC HPSL. Dengan menggunakan model adsorpsi
isoterm dan kinetik serta data fourier transform infra red (FTIR) mekanisme
interaksinya dapat diprediksi dengan baik. Sifat spesifik yang dimiliki M-BDC
HPSL yaitu memiliki situs aktif gugus fungsional hidroksil dan karboksil yang
dapat berikatan dengan gugus hidroksil glukosa melalui interaksi makromolekul.
Oleh sebab itu, pengembangan M-BDC HPSL, khususnya Zr-BDC HPL, sebagai
sensor glukosa non-enzimatik lebih tepat jika digunakan pada teknik SPR.
Meskipun performansi Zr-BDC HPL dengan teknik SPR cukup baik, jika
dibandingkan dengan studi lain tergolong lebih rendah. Untuk itu perlu dilakukan
peningkatan performansi.
Beberapa penelitian menggunakan strategi modifikasi morfologi, teknik imobilisasi
dan amplifikasi sinyal untuk mendapatkan performansi terbaik. Hasilnya,
penelitian ini dengan sukses mengombinasikan strategi-strategi tersebut untuk
menghasilkan sebuah chip sensor SPR glukosa non-enzimatik berperformansi
tinggi. Modifikasi bentuk morfologi Zr-BDC HPL menjadi oktahedra dan
mengoptimasi prosedur teknik imobilisasi SC ternyata dapat menghasilkan LOD
yang lebih baik, yaitu sebesar 0,784 mM pada rentang konsentrasi 0,1 – 10 mM.
Selanjutnya, performansi chip sensor SPR - Zr-BDC oktahedra juga kembali
ditingkatkan dengan menggunakan teknik imobilisasi direct assembly (DA).
Hasilnya, LOD yang diperoleh sebesar 0,389 mM pada rentang 0,1 – 10 mM.
Terakhir dilakukan kembali peningkatan performansi sensor yaitu dengan
menghibridasikan Zr-BDC oktahedra dengan material plasmonik emas nano partikel (AuNp@Zr-BDC) dengan teknik solvotermal. Kemudian di-imobilisasi
dengan teknik DA. Hasilnya, performansi tertinggi ditunjukkan oleh sampel
AuNp@Zr-BDC dengan penambahan koloid AuNp sebanyak 0,5 mL (ZG1). Nilai
LOD yang diperoleh chip sensor SPR terfungsionalisasi ZG1 yaitu sebesar 0,0693
mM pada rentang 0,01 – 10 mM. Selain itu, sensor ini juga memiliki selektivitas
yang baik dan juga memiliki reusabilitas yang lebih baik dari sebelumnya.