digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

COVER Gilang Gumilar
PUBLIC Alice Diniarti

BAB 1 Gilang Gumilar
PUBLIC Alice Diniarti

BAB 2 Gilang Gumilar
PUBLIC Alice Diniarti

BAB 3 Gilang Gumilar
PUBLIC Alice Diniarti

BAB 4 Gilang Gumilar
PUBLIC Alice Diniarti

BAB 5 Gilang Gumilar
PUBLIC Alice Diniarti

BAB 6 Gilang Gumilar
PUBLIC Alice Diniarti

PUSTAKA Gilang Gumilar
PUBLIC Alice Diniarti

Diabetes merupakan penyakit berbahaya yang disebabkan ketidakmampuan tubuh untuk menghasilkan dan menggunakan insulin dengan baik sehingga kadar glukosa dalam darah meningkat. Dalam kondisi fisiopatologi, konsentrasi glukosa dalam darah sebanyak 2 – 30 mM. Saat ini, teknologi yang sangat berkembang dalam pendeteksian glukosa untuk mengidentifikasi glukosa adalah biosensor. Biosensor yang paling berkembang saat ini adalah elektrokimia dan surface plasmon resonance (SPR). Namun, sampai saat ini pendeteksian glukosa dengan teknikteknik tersebut masih memerlukan enzim untuk mengikat glukosa. Sayangnya, penggunaan enzim membuat sensor glukosa menjadi mahal, stabilitas rendah, dan membutuhkan imobilisasi yang rumit. Sebagai material berpori dengan luas area yang sangat besar, metal-organic frameworks (MOFs) dapat digunakan untuk menangkap dan melokalisasi enzim atau bioreseptor untuk target biomolekul tertentu sehingga sangat bermanfaat dalam teknologi biosensor. Sayangnya, pada bulk MOFs konduktivitasnya rendah dan situs aktifnya sulit untuk dicapai sehingga harus difungsionalisasi dengan reseptor glukosa atau dikarbonisasi. Untuk mengurangi keterbatasan ini dapat dilakukan modifikasi morfologi menjadi bentuk hierarkis tiga dimensi yang tersusun dari partikel dua dimensi. Penelitian ini telah berhasil mendemonstrasikan metode sintesis solvotermal untuk menghasilkan produk MOFs berbasis organik linker asam 1,4-benzena dikarboksilat dengan logam Cu, Mn, Ni, dan Zr (M-BDC) dengan morfologi 3D tersusun dari partikel 2D, hierarkis plate/sheet-like (HPSL). Sensor elektrokimia dan SPR memiliki mekanisme pendeteksian yang berbeda. Sensor elektrokimia memanfaatkan sifat elektrokatalistik melalui reaksi reduksioksidasi sedangkan SPR memanfaatkan interaksi makromolekul seperti elektrostatika gaya van der Waals, dan ikatan hidrogen. Oleh sebab itu, untuk mengetahui sifat dominan pada M-BDC HPSL yang bermanfaat untuk sensor glukosa non-enzimatik, performansinya dibandingkan menggunakan kedua teknik ini agar potensinya sebagai sensor dapat dikembangkan dengan baik. Pada sensor elektrokimia, hasilnya menunjukkan bahwa M-BDC HPSL tidak menunjukkan aktivitas elektrokatalistik terhadap glukosa, kecuali Ni-BDC hierarkis sheet-like (HSL). Meskipun tidak dilakukan fungsionalisasi enzim, penggunaan substrat konduktif, dan tidak dikarbonisasi, Ni-BDC HSL menunjukkan aktivitas oksidasi elektrokatalistik terhadap glukosa dengan sensitivitas sebesar 635,9 ????A mM-1cm-2 pada rentang konsentrasi 0,01 mM – 0,8 mM dan memiliki batas deteksi (LOD) sebesar 6,68 ????M (S/N = 3). Selain itu, selektivitasnya sangat baik dan waktu responsnya juga sangat cepat (kurang dari 5 detik). Pada sensor SPR, M-BDC HPSL di-imobilisasi ke atas chip sensor standar SPR dengan menggunakan teknik spin coating (SC). Penggunaan M-BDC HPSL pada teknik SPR menunjukkan hasil yang sangat menarik di mana semua sampel mendemonstrasikan adanya respons terhadap glukosa. Pengukuran respons SPR menunjukkan sensitivitas Zr-BDC hierarkis plate-like (HPL) > Cu-BDC HPL > Mn-BDC HSL > Ni-BDC HSL. Sedangkan LOD yang diperoleh adalah, dari urutan besar ke kecil, Cu-BDC HPL (10,383 mM) > Ni-BDC HSL (4,945 mM) > Mn-BDC HSL (4,790 mM) pada rentang konsentrasi 1 – 20 mM. LOD Zr-BDC HPL sebesar 4,499 mM pada rentang konsentrasi 0,1 – 20 mM. Dari data ini diketahui bahwa performansi terbaik pada sensor SPR glukosa non-enzimatik dihasilkan oleh Zr- BDC HPL karena memiliki sensitivitas paling besar dan LOD yang paling kecil. Jika kita bandingkan performansi M-BDC HPSL pada elektrokimia dan SPR, nilai LOD dari Ni-BDC HSL pada elektrokimia lebih kecil dari Zr-BDC HPL, tetapi rentang kerja konsentrasi yang dimilikinya berada jauh di bawah rentang konsentrasi fisiopatologi glukosa dalam darah sehingga kurang tepat digunakan sebagai sensor diabetes. Fenomena tidak adanya respons pada Cu-BDC HPL, Mn- BDC HSL, dan Zr-BDC HPL dalam teknik elektrokimia, sedangkan pada SPR terdapat respons, menegaskan bahwa M-BDC HPSL memiliki dominasi sifat spesifik yang lebih dapat dimanfaatkan pada sensor SPR melalui interaksi makromolekul glukosa - M-BDC HPSL. Dengan menggunakan model adsorpsi isoterm dan kinetik serta data fourier transform infra red (FTIR) mekanisme interaksinya dapat diprediksi dengan baik. Sifat spesifik yang dimiliki M-BDC HPSL yaitu memiliki situs aktif gugus fungsional hidroksil dan karboksil yang dapat berikatan dengan gugus hidroksil glukosa melalui interaksi makromolekul. Oleh sebab itu, pengembangan M-BDC HPSL, khususnya Zr-BDC HPL, sebagai sensor glukosa non-enzimatik lebih tepat jika digunakan pada teknik SPR. Meskipun performansi Zr-BDC HPL dengan teknik SPR cukup baik, jika dibandingkan dengan studi lain tergolong lebih rendah. Untuk itu perlu dilakukan peningkatan performansi. Beberapa penelitian menggunakan strategi modifikasi morfologi, teknik imobilisasi dan amplifikasi sinyal untuk mendapatkan performansi terbaik. Hasilnya, penelitian ini dengan sukses mengombinasikan strategi-strategi tersebut untuk menghasilkan sebuah chip sensor SPR glukosa non-enzimatik berperformansi tinggi. Modifikasi bentuk morfologi Zr-BDC HPL menjadi oktahedra dan mengoptimasi prosedur teknik imobilisasi SC ternyata dapat menghasilkan LOD yang lebih baik, yaitu sebesar 0,784 mM pada rentang konsentrasi 0,1 – 10 mM. Selanjutnya, performansi chip sensor SPR - Zr-BDC oktahedra juga kembali ditingkatkan dengan menggunakan teknik imobilisasi direct assembly (DA). Hasilnya, LOD yang diperoleh sebesar 0,389 mM pada rentang 0,1 – 10 mM. Terakhir dilakukan kembali peningkatan performansi sensor yaitu dengan menghibridasikan Zr-BDC oktahedra dengan material plasmonik emas nano partikel (AuNp@Zr-BDC) dengan teknik solvotermal. Kemudian di-imobilisasi dengan teknik DA. Hasilnya, performansi tertinggi ditunjukkan oleh sampel AuNp@Zr-BDC dengan penambahan koloid AuNp sebanyak 0,5 mL (ZG1). Nilai LOD yang diperoleh chip sensor SPR terfungsionalisasi ZG1 yaitu sebesar 0,0693 mM pada rentang 0,01 – 10 mM. Selain itu, sensor ini juga memiliki selektivitas yang baik dan juga memiliki reusabilitas yang lebih baik dari sebelumnya.