Penggunaan light-emitting diode (LED) sebagai sumber cahaya telah berkembang
pesat dalam dekade terakhir. Sistem pencahayaan ini, selain unggul dari sisi
ekonomis, juga memiliki keleluasaan dalam menghasilkan spektrum dan warna.
Keleluasaan ini membuka jalan bagi penelitian tentang pengaruh variasi parameter
warna dari sumber cahaya terhadap tampilan objek berwarna. Studi tentang hal ini
umumnya dilakukan dengan pendekatan subjektif, yang tentunya dipengaruhi oleh
kemampuan visual dan preferensi. Pada sisi lain, metrik yang sesuai untuk
penilaian mutu warna dari lampu LED juga dikembangkan oleh sejumlah
penelitian. Namun variasi sampel warna objek yang digunakan belum melingkupi
seluruh ruang warna, terutama warna-warna pekat. Sementara indeks sesuaian
(rendering) warna konvensional (Ra) masih terikat pada kesamaan suhu warna
(Tc) antara sumber cahaya dengan penerang/iluminan baku. Padahal lampu LED
dapat menghasilkan Tc yang berbeda-beda sesuai dengan preferensi pengguna.
Permasalahan terjadi ketika Tc yang digunakan dapat menyebabkan perubahan
tampilan warna objek. Perubahan tersebut semestinya tidak berlaku sama pada
semua warna. Hal ini berdasarkan interaksi antara spektrum lampu LED dengan
karakteristik pantulan spektral objek atau ?(?). Dengan demikian, suatu warna
dapat memiliki tampilan terbaik pada Tc tertentu, yang berbeda dengan warna
lainnya. Hipotesis ini hendak dibuktikan dalam penelitian, dengan pendekatan
kuantitatif melalui pengukuran dan simulasi terhadap variasi sampel warna.
Penelitian ini dimulai dengan percobaan psikofisis oleh sekelompok subjek,
menggunakan sampel lampu LED dengan variasi parameter pencahayaan, yaitu:
iluminansi, Tc, dan Ra. Percobaan ini bertujuan untuk menentukan parameter yang
paling berpengaruh terhadap aspek warna, yaitu tampilan dan kesan hangat/sejuk.
Penilaian dilakukan dalam skala Likert, dengan objek berupa pemeriksa warna
Macbeth untuk tampilan warna, sedangkan kesan warna dinilai dari ambien.
Pengolahan data dilakukan dengan metode analisis variansi terhadap ketiga
parameter pencahayaan. Variasi Tc ternyata tidak hanya paling berpengaruh pada
kesan warna, namun juga terhadap tampilan warna dibandingkan dua parameter
lainnya. Metode Tukey digunakan untuk menentukan beda signifikan antar Tc,
yang terjadi antara 3.000 K dengan 6.500 K dan 8.000 K, namun tidak pada dua
Tc terakhir. Dengan demikian, tahap selanjutnya difokuskan pada parameter Tc,
dengan variasi yang lebih rinci antara 3.000 K ~ 6.500 K. Model spektrum untuk setiap Tc diperoleh dari lampu LED mampu-tala komersil.
Pengukuran dilakukan untuk memastikan spektrum yang diperoleh berada dalam
batas toleransi kromatisitas (?u'v') ? 0,0055 terhadap nilai acuan di setiap Tc.
Sesuai spesifikasinya, lampu LED ini mampu menghasilkan Tc dari 2.000 K ~
6.500 K; sehingga 10 model spektrum diperoleh untuk digunakan pada percobaan
selanjutnya, yaitu penaksiran ?(?). Percobaan ini dilakukan dengan metode bola
integrator dan bilik gelap, menggunakan variasi sampel warna dalam kombinasi
nilai RGB: 0, 127, dan 255. Analisis kromatisitas kemudian dilakukan terhadap
spektrum pantulan dari sampel warna pada setiap Tc, yang dibandingkan terhadap
kromatisitas dari ?(?)-nya di bawah penerang baku tipe E atau energi serbasama.
Kelompok warna merah-jingga memiliki kromatisitas pantulan paling mendekati
?(?)-nya pada Tc = 4.000 K dan 4.500 K, sedangkan warna kekuningan pada
4.500 K dan 5.000 K. Selanjutnya warna kebiruan dan keunguan pada 5.000 K
dan 5.500 K, sedangkan warna kehijauan pada rentang 5.000 K ~ 6.500 K. Hal ini
menunjukkan bahwa setiap kelompok warna memiliki kromatisitas terbaik pada
Tc yang berbeda-beda. Perubahan kromatisitas akibat variasi Tc yang paling besar
terjadi pada kelompok warna kebiruan dan keunguan, sedangkan perubahan
paling kecil pada warna kehijauan. Hal ini berhubungan dengan komponen warna
biru pada spektrum lampu LED, yang terus meningkat seiring kenaikan Tc.
Sementara komponen warna hijau relatif konstan, sehingga kromatisitas terbaik
dari kelompok warna ini berada dalam rentang Tc yang lebih besar.
Simulasi perubahan tampilan warna dilakukan dengan variasi sampel warna yang
diperluas dalam parameter kecerlangan, rona, dan intensitas warna. Sebagian
besar tampilan warna pada tiga Tc terendah, yaitu: 2.000 K, 2.500 K, dan 3.000 K;
berbeda signifikan terhadap acuannya. Hal ini disebabkan oleh kandungan
spektrum dari lampu LED pada Tc tersebut cenderung monokromatis, sehingga
intensitas warna objek menjadi lebih pudar atau menurun. Sementara kecerlangan
objek jadi meningkat pada Tc yang lebih rendah. Hal ini berhubungan dengan efek
Helmholtz-Kohlrausch yang terjadi seiring bergesernya kromatisitas sumber
cahaya menjauhi warna putih. Secara umum, variasi Tc dari lampu LED lebih
berpengaruh pada warna dengan intensitas tinggi/pekat. Hal ini disebabkan oleh
interaksi spektral terjadi pada rentang yang lebih sempit dibandingkan warnawarna
pudar, sehingga perbedaan tampilan warna antara Tc menjadi lebih besar.
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan pada aplikasi pencahayaan ruang dengan
objek dan latar berwarna. Pengguna tetap bebas memilih Tc lampu LED yang
sesuai dengan preferensi, namun perlu dipertimbangkan bahwa penggunaan Tc
yang tidak tepat dapat berpengaruh terhadap tampilan warna. Penggunaan Tc yang
tepat tentunya dapat membuat tampilan suatu warna menjadi sesuai dengan
semestinya. Metode interaksi spektral yang digunakan dalam penelitian ini, selain
lebih mendasar, juga dapat menyesuaikan terhadap berbagai kemungkinan
pasangan spektrum antara sumber cahaya dan objek berwarna.