digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Wabah penyakit demam berdarah dengue disebabkan oleh dengue virus yang termasuk ke dalam golongan genus Flavivirus. Virus ini dibawa dan disebarkan oleh nyamuk Aedes-aegypti betina. Dengue virus memiliki struktur single strand RNA (ssRNA) yang memiliki ukuran 40-60 nm dan memiliki jenis protein structural dan non-structural. Di Indonesia, keterjangkitan demam berdarah dengue setiap tahun nya meningkat, bahkan Indonesia menjadi salah satu negara dengan keterjangkitan DBD terbanyak di dunia. Salah satu upaya untuk mengatasi wabah DBD ini yaitu dengan upaya deteksi dini virus ini, yang umumnya menggunakan antigen NS1 dengue virus sebagai protein yang dideteksi. Pada studi ini dikembangkan biosensor elektrokimia yang berbasis material MOF (Metal-organic Framework) HKUST-1 yang dimodifikasi dengan modulator triethanolamine. HKUST-1 adalah material MOF yang dibentuk dari metal Cu (Cupper) dan ligan organik H3BTC (trimesic acid) dan merupakan salah satu material MOF yang paling banyak diteliti. Sintesis material ini menggunakan metode co-precipitation dengan pelarut air. Triethanolamine berperan sebagai pengontrol pH reaksi untuk deprotonasi ion dan mengontrol pertumbuhan dan struktur HKUST-1 yang dihasilkan. Penambahan triethanolamine divariasikan konsentrasinya yaitu 20 wt%, 35 wt% dan 40 wt% dan pengaruhnya berhasil diamati melalui perubahan morfologi yang dapat dilihat dari hasil SEM (scanning electron microscopy). Selain itu, performa elektrokimia juga diamati untuk menghasilkan sampel yang paling optimal. Berdasarkan hasil cyclic voltammetry didapatkan material dengan Performa elektrokimia paling bagus yaitu HKUST- 1/TEOA 40% yang ditunjukkan dari hasil puncak arus oksidasi paling tinggi, sehingga sampel ini dikarakterisasi lebih lanjut untuk menghasilkan imunosensor elektrokimia yang optimal. Proses imobilisasi antibodi monoklonal DENV dilakukan dengan EDC-NHS coupling dengan material matriks material HKUST-1/TEOA 40%. Performa imunosensor elektrokimia dievaluasi menggunakan metode cyclic voltametry (CV), electrochemical impedance spectroscopy (EIS), dan differential pulse voltametry (DPV). Semua pengujian dilakukan dengan instrumen CorrTest electrochemical workstation (Wuhan CorrTest Instruments Corp., Ltd China) pada elektrolit 3 mM K4[Fe(CN)6] dalam PBS 0.01 M. Validasi keberhasilan imobilisasi setiap bionalit diamati dengan pengujian EIS, dimana setiap penambahan bioanalit antibodi, BSA dan antigen menghasilkan nilai Rct (charge transfer resistance) semakin besar, menunjukkan keberhasilan proses imobilisasi pada matriks material. Respon imunosensor elektrokimia diamati dari pengujian DPV, dimana respon arus menurun secara proporsional dengan meningkatnya konsentrasi Antigen NS-1 DENV-3 dan mampu mendeteksi dengan batas deteksi 0,932 pg/ml pada linier range 0,001 ng/ml – 10 ng/ml. Hal ini dapat dijelaskan dengan sifat alami bioanalit yang mengurangi atau menghambat transfer elektron pada proses surface-interface material dengan elektrolit, karena menutup site aktif metal Cu. Selanjutnya, pengujian Reproduksibilitas dilakukan dengan 5 GCE berbeda tetapi dengan proses preparasi yang sama menunjukkan hasil yang cukup stabil. Selektivitas ditujukan untuk mengetahui kemungkinan imunosensor dalam mengikat analit lain, secara eksperimen selektivitas imunosensor diuji menggunakan 5 analit yang berbeda yaitu bovine serum albumin (BSA), glukosa, asam urat (UA), asam askorbat (AA), urea , dan antigen NS-1 DENV-3 yang masing-masing diekspos pada permukaan imunosensor. Berdasarkan analisis hasil respon, didapatkan nilai selektivitas yang tinggi terhadap antigen NS1 DENV-3, oleh karena itu, imunosensor ini dapat dikatakan memiliki selektivitas yang baik dalam mendeteksi antigen NS1 DENV-3. Pengujian selanjutnya adalah stabilitas dan reusabilitas dalam rentang penyimpanan 3 minggu, menunjukkan kemampuan imunosensor yang stabil. Selanjutnya, untuk mengetahui respon imunosensor dalam pengujian klinis, dilakukan pengujian dalam serum manusia yang diencerkan 100x dengan larutan PBS 0.01 M menunjukkan hasil yang optimal, sehingga immunosensor ini berpotensi untuk pengembangan lebih lanjut sebagai point-of care (POC) device untuk deteksi dini antigen NS1 DENV-3.