digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Pengamatan terhadap Bulan sabit atau biasa disebut Hilal masih menjadi isu yang menarik untuk terus dikembangkan. Bagi Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam tentunya hal tersebut sangat penting terutama dalam menentukan awal Bulan Qomariyah khususnya Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah. Perbedaan kondisi cuaca, iklim, dan lokasi pengamatan menyebabkan perbedaan presepsi terhadap visibilitas Bulan baru. Biasanya untuk memperbesar peluang mengamati hilal kita harus mencari lokasi dengan kondisi di horizon barat yang bebas hambatan pandangan, seperti pantai dan puncak gunung. Namun nyatanya, mengamati Bulan sabit di tempat-tempat tersebut masih sangat sulit. Pertama, beragamnya metode dan teknik yang diadopsi para perukyat dalam menggunakan teleskop. Kedua, masalah kontras antara Bulan sabit dan latar belakang langit. Seiring kemajuan teknologi, pengamatan Bulan sabit mulai memanfaatkan metode pemprosesan citra. Pemprosesan citra bertujuan agar citra keluaran yang dihasilkan jauh lebih berkualitas dibandingkan citra masukan sehingga Bulan sabit akan lebih mudah untuk dianalisis. Namun permasalahan lain muncul ketika hasil pemprosesan citra tidak dapat diterima karena tidak sesuai dengan ketentuan fiqih dan pendapat ahli agama. Permasalahan ini muncul ketika masih terdapat jeda waktu yang cukup lama antara perekaman dan pemprosesan citra akan menimbulkan rasa skeptis (kecurigaan atau ketidakpercayaan terhadap hasil pemprosesan citra) sehingga tidak dapat dijadikan sebagai dasar untuk menentukan masuknya permulaan awal Bulan baru. Oleh karena itu, penelitian ini memberikan pembaruan teknologi untuk mengembangkan sistem observasi Bulan sabit dengan mengimplementasikan program sistem artificial intelligence yaitu computer vision. Sistem tersebut berperan sebagai sistem pendukung keputusan yang menggunakan computer vision untuk mendukung teleskop robotik sehingga dapat mendeteksi Bulan sabit dengan lebih cepat dan tepat.