digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Nurfaizah Marwan
PUBLIC Perpustakaan Prodi Arsitektur

Krisis pangan diprediksi akan menjadi dampak dari pandemi covid-19 akibat dari distribusi pangan yang tidak lancar dan berpengaruh pada kuantitas dan kualitas pangan yang tersedia sehingga menurunnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga. Lanskap perkotaan menjadi salah satu bagian lanskap yang dapat dimanfaatkan dan dikelola untuk memenuhi kebutuhan pangan khususnya skala keluarga. Keberadaan program Lorong Wisata Kota Makassar yang diselenggarakan Dinas Ketahanan Pangan menjadi potensi pengembangan urbanfarming di Kota Makassar. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi tipologi dan karakteristik urbanfarming dan ketersediaan produksi pangan dari urban farming dalam memenuhi kebutuhan konsumsi perkapita di Kota Makassar, dan mengetahui kesesuaian setiap tipologi untuk setiap kelompok pangan padi-padian, pati, gula, buah, biji dan sayur. Penelitian ini dilakukan dengan pengumpulan data berdasarkan survei lapangan, wawancara dan studi literatur. Analisis diolah secara kualitatif dengan menganalisis tipologi urbanfarming sesuai dengan tipe kepemilikan yaitu area pribadi (allotment garden) dan tipologi milik komunitas atau lorong (community garden) kemudian setiap karakteristik tipologi dianalisis secara kualitatif deskriptif. Aspek produksi dan konsumsi dianalisis berdasarkan studi pustaka, dan analisis kesesuaian dengan metode skoring dan matching . Terdapat dua tipologi urban farming yang lokasi dengan setiap tipologi memiliki tipe tersendiri sesuai dengan tipe kepemilikan. Tipologi spasial urbanfarming yang paling luas yaitu tipologi community garden (lorong) dengan luas 84% dan allotment garden (private) sebesar 16%. Produktivitas pemanfaatan area urbanfarming berbanding terbalik dengan luas. Community garden dengan total luasan terbesar memiliki produktivitas pemanfaatan sebesar 3.77% sedangkan allotment garden memiliki area yang lebih kecil dibandingkan community garden memiliki produktivitas pemanfaatan 4.38%. Tipologi allotment garden yang mendominasi adalah jenis tipologi rooftop dengan presentase luas sebesar 65.26 % dan yang paling rendah adalah tipologi teras sekitar 2.89%. Tetapi jika diihat dari produktivitas pemanfaatannya sebagai urbanfarming, jenis tipologi yang dilakukan di tanah langsung memilii produktivitas tertinggi yaitu sekitar 77.10% sedangkan produktivitas yang paling rendah adalah tipologi teras dengan produktivitas pemanfaatan sebesar 0.01%. Tipologi urbanfarming community garden (lorong) yaitu jenis tipologi lorong dengan pemanfaatan di dinding memiliki luasan tertinggi sebesar 86% dan lorong yang dimanfaatkan langsung ditanah sebesar 14%, tetapi produktivitas pemanfaatan lorong yang langsung di tanah lebih tinggi sebesar 13% sedangkan di dinding hanya 2%. Jenis pangan yang paling banyak ditemukan yaitu jenis pangan kelompok buah-buahan sebesar 73 % atau sebesar 243.24 kg/tahun untuk tipologi allotment garden sedangkan untuk tipologi community garden yang paling banyak yaitu kelompok pangan sayur-sayuran sebesar 12% atau sebesar 40.63 kg/tahun. Konsumsi pangan yang paling banyak dikonsumsi yaitu jenis lainnya (bumbu) sebesar 624.53 kg/kapita/tahun, kemudian buah sebesar 354, 41 kg/kapita/tahun. Hasil analisis kecukupan pangan berdasarkan hasil produksi dan kebutuhan konsumsi diperoleh bahwa untuk tipologi allotment garden kelompok buah dan sayuran mengalami ketersediaan pagan yang lebih dan kelompok pangan lainnya kurang sebesar -261.29 kg/kapita/tahun. Sedangkan untuk tipologi community garden (lorong) kelompok pangan padi-padian mengalami kekurangan sebesar -49.20 kg/kapita/tahun dayuran kurang sebesar -236.34 kg/kapita/tahun dan kategori buah mengalami kelebihan sebesar 5 kg/kapita/tahun.Potensi ruang yang masih belum dimanfaatkan secara optimal kemudian dianalisis kesesuaiannya untuk produksi pangan khusus pangan padi, pati, gula, buah, biji dan sayur sesuai dengan parameter kebutuhan setiap tanaman untuk tumbuh di tipologi tersebut. Kesesuaian aktual untuk dikembangkan disetiap tipologi yaitu sayur, sedangkan kesesuaian potensial yang dapat dikembangkan adalah komoditas padi, gula, buah, biji dan sayur dengan faktor pembatas dari lama penyinaran matahari, suhu, curah hujan, angin, drainase dan faktor pemeliharahaan. Selain faktor lingkungan, pemanfaatan lahan untuk kegiatan urbanfarming dapat berjalan dengan adanya bantuan komunitas yang mengelola lahan tetap produktif dan pemerintah untuk menngontrol program dengan memberikan akses bibit dan penyuluhan. Rekomendasi pengembangan urbanfarming di lokasi penelitian dapat dilakukan dengan mengembangkan komoditas sayur sebagai jenis tanaman yang secara spasial memenuhi kriteria pertumbuhan, khususnya untuk jenis komoditas yang digunakan secara langsung untuk di makan sehari-hari, mengoptimalkan kesesuaian potensial dilakukan dengan membuat kalender tanam setiap musim kemarau dan musim hujan untuk mengantisipasi faktor pembatas suhu dan curah hujan. Penggunaan wadah sebagai media penanaman dapat digunakan sebagai tempat menanam untuk mengontrol kondisi tanah karena keterbatasan lahan. Peran pemerintah untuk melakukan pengawasan dan membuat kebijakan yang tidak hanya mengembangkan area-area publik saja untuk aktivitas urbafarming tetapi juga membuat kebijakan dalam hal pemanfaatan area pribadi yang memiliki hubungan langsung dengan area publik, seperti halnya lorong dan rumah-rumah warga. Peran pemerintah untuk melakukan penyuluhan, memberikan akses kerjasama untuk menampung hasil produksi yang berlebih sehingga meningkatkan nilai jual hasil pangan, memfassilitasi teknologi, dan meningkatkan peran komunitas untuk dapat membantu kegiatan urbanfarming berjalan dengan baik.