Peningkatan pemukiman akibat urbanisasi di pantai Utara pulau Jawa saat ini
mengakibatkan kelangkaan sumber air baku untuk air minum, terutama selama
musim kemarau. Sebagai solusi, embung dan kolam digunakan sebagai alternatif
sumber air baku dan air minum dengan menampung air hujan dan limbah
domestik. Namun, kondisi ini mengakibatkan kontaminasi oleh limbah domestik
pada badan air tersebut, sehingga cenderung menjadi eutrofik, di mana alga
tumbuh dan berkembang subur. Untuk mengatasi hal ini, dapat dilakukan
pengolahan alternatif melalui proses getaran dan elektrokoagulasi untuk
menghilangkan alga pada air baku yang tercemar oleh limbah domestik. Melalui
langkah-langkah ini, diharapkan dapat memperbaiki kualitas air baku dan
memastikan ketersediaan air minum yang aman dan berkualitas.
Penelitian ini dilakukan dalam empat tahap, yaitu : mengetahui karakteristik badan
air. Mengetahui hubungan avitasi ultrasonik pada air yang mengandung alga
dalam kondisi batch. Mengetahui pengaruh ultrasonik pada proses kondisi batch
dan terakhir di aplikasikan rangkaian tersebut dalam kondisi kontinyu.
Untuk mengetahui karakteristik dari badan air dilakukan pengambilan contoh air,
yaitu : kolam air limbah ITDC-Nusadua-Bali, kolam air limbah Bojongsoang
Bandung Jawa Barat, KBN (Kawasan Berikat Nusantara) Cakung DKI Jakarta dan
Situ Rawa Binong Cikarang Kabupaten Bekasi Jawa Barat. Sebagai data sekunder
digunakan contoh air yang berasal dari : Waduk Soedirman di Kabupaten
Banjarnegara Jawa Tengah , Myrose India dan Lyndoch Australia.
Pengolahan data dilakukan dengan pendekatan deskriptif kuantitatif dandeskriptif
komparatif. Metode survey dilakukan dengan teknik eksplorasi. Kemudian
deskriptif kuantitatif digunakan untuk melihat hubungan antara parameter BOD
untuk menggambarkan zat organik yang dapat terbiodegradasi, rasio molar N/P
dengan alga yang dominan. Sedangkan metoda analisa yang dipakai adalah
pemetaan secara grafis antara BOD, rasio molar N/P dan metoda k- NN (k nearest
neighbor).
Kesimpulan penelitian tahap 1 adalah BOD dan rasio N/P tinggi kemungkinan alga
yang tumbuh dan yang mendominasi antara lain; Euglena,Crococcus, Oscillatoria
dan microcyti sps. Pada BOD tinggi dan pada rasio N/P rendah adalah Sprirulina,
Clorella dan microcytis sp. Pada BOD rendah dan rasio N/P tinggi adalah Clorella
sp, Crococcus sp, Spirulina sp dan microcytis sp. Pada BOD rendah dan pada rasio
N/P rendah kemungkinan untuk tumbuh adalah Sprirulina sp, Clorella sp danmicrocytis sp.
Penelitian tahap 2 adalah mengetahui hubungan kavitasi ultrasonik pada air ber
alga. Proses ultraonik pada air alga dapat ditingkatkan dengan melakukan proses
vacum udara pada bagian diatas permukaan air. Fenomena ini diekspresikan dalam
suatu persamaan yang menghubungkan antara tekanan negatip pada permukaan
air, kedalaman transducer, daya ultrasonikasi pada frekuensi, dan waktu tertentu.
Adapun persamaan yang diperoleh dianggap sebagai persamaan pseudo-orde
pertama. Kemudian penelitian pada proses ultrasonik dilakukandalam kondisi
batch disebuah tabung gelas bening, pada ultrasonificated oleh transduser 20 kHz
selama 30 menit yang kemudian diikuti dengn elektrokoagulasi. Tabung di
vacumisasi antara -0,33 sampai -1 atmosfirmenggunakan vacum manual. Data
diambil pada kedalaman transduser 0,06, 0,13, 0,19 m.
Hasil tahap 3 menunjukkan bahwa, dengan proses vacum larutan alga akan
memberikan efek lisis yang meningkat dibandingkan dengan proses ultraonik pada
tekanan ambien. Lebih dari itu kedalaman transduser adalah faktor lain yang dapat
meningkatkan lisis air alga. Semakin rendah kedalaman, semakin besar efek lisis.
Sehingga dapat di simpulkan, bahwa elektrokoagulasi yang didahului dengan
proses ultraonik akan memberikan peningkatan efisiensi penyisihan alga sebesar
4-9%.
Hasil penelitian tahap 4 yaitu implementasi pada proses ultrasonic dan vakum pada
kondisi kontinyu dapat disimpulkan peningkatan tekanan negatif atmosfer dan
akar rasio daya akan meningkatkan proses penyisihan alga sehinga akan pecah dan
memperkecil karapatan bio masanya. Sedangkan keberhasilan proses
elektrokoagulasi berbanding lurus dengan besaran daya dari elektrifikasi dan
lamanya elektrifikasi..Kemudian berbanding terbalik dengan besaran ruang antar
elektroda. Faktor yang paling menentukan dalam proses ultrasonik adalah tekanan
negatif dan kedalaman transducer ultrasonik. Pengaruh besar keberhasilan
pAroses elektrokogulasi adalah jarak antar elektroda dengan luasan pancaran
elektroda atau dengan kata lain ruang antar elektroda, kemuadian besaran arus
voltase yang di perlukan. Pada proses vacum yang dilakukan hingga
-0,90 atmosfir di tambah proses ultrasonik, maka konsumsi daya listrik yang dipakai dalam proses elektrokoagulasi menurunkan sampai sampai 50%