COVER Muhammad Widyo Wartono
EMBARGO  2026-08-02 
EMBARGO  2026-08-02 
BAB1 Muhammad Widyo Wartono
EMBARGO  2026-08-02 
EMBARGO  2026-08-02 
BAB2 Muhammad Widyo Wartono
EMBARGO  2026-08-02 
EMBARGO  2026-08-02 
BAB3 Muhammad Widyo Wartono
EMBARGO  2026-08-02 
EMBARGO  2026-08-02 
BAB4 Muhammad Widyo Wartono
EMBARGO  2026-08-02 
EMBARGO  2026-08-02 
BAB5 Muhammad Widyo Wartono
EMBARGO  2026-08-02 
EMBARGO  2026-08-02 
Clusiaceae merupakan famili tumbuhan berbunga tingkat tinggi yang terdiri dari
27 genus dan 1090 spesies. Calophyllum merupakan salah satu genus utama
dalam famili tersebut dengan 190 spesies di dunia. Sebanyak 85 spesies (45%)
di antaranya tumbuh di Indonesia. Genus ini tersebar terutama di Asia Tenggara,
dengan pusat penyebarannya di Kalimantan, Sumatera, Papua dan Semenanjung
Malaya. Produk komersial tumbuhan ini terutama kayu untuk bahan bangunan
dan minyak dari biji untuk biodiesel. Hingga saat ini, sekitar 62 spesies
Calophyllum telah diteliti kandungan metabolit sekundernya dan 6 spesies
di antaranya berasal dari Indonesia. Kajian fitokimia pada Calophyllum
menunjukkan bahwa metabolit sekunder yang terdapat dalam genus ini yaitu
santon, kumarin, kromanon, kromano-kumarin, flavonoid, floroglusinol,
terpenoid, steroid, turunan asam benzoat, bifenil dan fenil glikosida. Kromanon,
kumarin dan kromano-kumarin merupakan senyawa khas pada genus ini.
Distribusi masing-masing senyawa pada jaringan tumbuhan Calophyllum ternyata
berbeda. Santon banyak terdapat pada jaringan kulit batang dan kayu. Kromanon
dan kumarin terutama terdapat pada bagian kulit batang dan daun. Flavonoid
terdapat pada kulitbatang dan daun, sedangkan terpenoid terdistribusi merata pada
semua jaringan.
Kromanon yang terdapat pada tumbuhan Calophyllum memiliki ciri tertentu, yaitu
memiliki gugus metil visinal pada C-2 dan C-3. Selain itu, kerangka aromatiknya
tersubstitusi oleh satu unit rantai asam karboksilat pada C-6 atau C-8 dan isoprenil
pada C-8 atau C-6. Senyawa kumarin dari Calophyllum memiliki ciri yaitu adanya
gugus alkil atau fenil pada C-4, sehingga sering disebut sebagai 4-alkil/fenil
kumarin. Kumarin dari Calophyllum dapat memiliki.gugus asil pada C-6 atau
C-8, dan beberapa di antaranya mengikat isoprenil pada C-6 atau C-8. Senyawa
kromano-kumarin dari genus ini adalah senyawa dengan kerangka
2,3-dimetilkromanon yang juga memiliki cincin kumarin pada C-6 atau C-8.
Metabolit sekunder dari Calophyllum memiliki beragam bioaktivitas, di antaranya
sebagai antikanker, antivirus, antibakteri, antijamur, dan antioksidan. Senyawa
dari Calophyllum terutama memiliki bioaktivitas yang tinggi sebagai antikanker
dan antivirus. Senyawa kelompok kumarin, kromano-kumarin dan santon
dilaporkan memiliki aktivitas antikanker terhadap beberapa sel, di antaranya yaitu
PC3, K562, U251, KB, Hela S-3, HT-29, HepG2, SNU-1, HeLa, NCI-H23, Raji, LS174T, SK-MEL-28 dan IMR-32. Sementara kelompok kromano-kumarin
memiliki aktivitas sangat signifikan untuk menghambat pertumbuhan virus HIV.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka tujuan penelitian ini adalah untuk
mendapatkan data fitokimia dan data aktivitas biologi tumbuhan Calophyllum
Indonesia. Untuk mencapai tujuan pertama, dilakukan kajian fitokimia jaringan
kulit batang C. sclerophyllum dan kulit batang C. castaneum. Selanjutnya, untuk
mencapai tujuan kedua, dilakukan kajian aktivitas antikanker senyawa hasil
isolasi secara in vitro yaitu uji sitotoksisitas terhadap sel murin leukemia P-388,
inhibisi terhadap delapan reseptor tirosin kinase (RTK) yaitu EGFR, HER2,
HER4, IGF1R, InsR, KDR, PDGFR? dan PDGFR? serta melakukan kajian
interaksi senyawa hasil isolasi yang memiliki aktivitas signifikan terhadap RTK
secara in silico.
Bahan penelitian yang digunakan yaitu kulit batang tumbuhan C. sclerophyllum
dan C. castaneum yang diperoleh dari Kalimantan Barat. Isolasi senyawa
dilakukan melalui beberapa tahap pemisahan dan pemurnian. Ekstraksi kulit
batang dilakukan menggunakan metode maserasi dengan pelarut aseton.
Fraksinasi ekstrak aseton dilakukan menggunakan teknik kromatografi cair vakum
(KCV). Senyawa murni diperoleh dari pemurnian fraksi hasil KCV menggunakan
teknik kromatografi radial (KR), kromatografi kolom gravitasi (KKG) dan
medium pressure liquid chromatography (MPLC). Senyawa hasil isolasi
ditentukan strukturnya berdasarkan data spektroskopi, meliputi
NMR 1D (1H &
13C NMR dan TOCSY-1D) dan 2D (COSY, HSQC dan HMBC),
spektra massa resolusi tinggi, data fisik di antaranya putaran optik, serta
perbandingan data dengan data literatur. Analisis in vitro sifat sitotoksik senyawa
hasil isolasi terhadap sel murin leukemia P-388 dilakukan dengan metode assay
MTT, sedangkan sifat inhibisi terhadap delapan RTK (EGFR, HER2, HER4,
IGF1R, InsR, KDR, PDGFR? dan PDGFR?) dilakukan dengan metode assay
bioluminesensi. Sementara itu, analisis in silico interaksi senyawa hasil isolasi
yang memiliki nilai inhibisi terhadap RTK dilakukan terhadap enzim EGFR,
HER2 dan PDGFR? dilakukan dengan metode penambatan molekul
menggunakan Autodock Vina®
.
Pada penelitian ini telah berhasil diisolasi dan ditentukan struktur molekul dari
13 senyawa dari kulit batang C. sclerophyllum dan C. castaneum. Dari
C. sclerophyllum diperoleh enam senyawa kromanon, yaitu yaitu asam
(–)-trans-kolongat (5), asam (–)-cis-kolongat (6), ester metil (–)-trans-kolongat
(343), ester metil (–)-cis-kolongat (344), ester metil (–)-trans-resedensat (345)
dan asam (–)-trans-kaloteismat (346). Sementara itu, dari C. castaneum diperoleh
tujuh senyawa meliputi empat senyawa kromanon, satu santon, satu kromanokumarin dan satu triterpenoid. Empat senyawa kromanon tersebut yaitu asam
(+)-kalofolat B (27), asam (+)-kalofolat D (30), asam trans-apetalat (33) dan
ester metil (+)-kalofolat D (34). Selain itu, senyawa kromano-kumarin yaitu
isoresedensolida (95), senyawa santon yaitu kaloksanton C (237) dan
satu triterpenoid yaitu fridelin (326). Tiga kromanon yaitu senyawa 343, 345 dan
346 merupakan senyawa baru, sedangkan senyawa 344 untuk pertama kali dilaporkan dari tumbuhan, tapi telah dilaporkan disintesis dari senyawa 6.
Dari sepuluh senyawa kromanon yang diperoleh, sembilan senyawa memiliki
kerangka piranokromanon dan satu senyawa (345) merupakan kromanon biasa.
Penemuan senyawa kromanon dan kromano-kumarin menjadi dasar untuk
mengusulkan adanya hubungan biogenesis di antara keduanya. Senyawa
kromanon diduga merupakan senyawa antara dalam biogenesis kromano-kumarin.
Senyawa 346 diduga merupakan senyawa antara pada biogenesis senyawa
sulatrolon (103) dan (–)-sulatrolida (120). Sementara itu, senyawa 5 diduga
sebagai senyawa antara pada biogenesis (–)-kalanolida B (112), sedangkan
senyawa 6 sebagai senyawa antara pada biogenesis (–)-kalanolida F (116).
Pada kajian bioaktivitas, delapan senyawa hasil isolasi telah diuji aktivitas
sitotoksiknya terhadap sel murin leukemia P-388 dengan metode MTT. Tiga
senyawa memperlihatkan aktivitas sedang, yaitu senyawa 6, 95 dan 237 dengan
nilai IC50 berturut-turut adalah 26,9 µM, 20,7 µM dan 21,4 µM. Lima senyawa
kromanon lainnya (5, 27, 30, 33, dan 34) memiliki aktivitas kurang dengan nilai
IC50 31–73 µM. Kajian bioaktivitas tersebut menunjukkan bahwa senyawa
kromanon memiliki aktivitas lebih rendah dibandingkan senyawa golongan santon
dan kromano-kumarin. Hal ini salah satunya diduga berkaitan dengan gugus
karboksilatnya. Senyawa 30 memiliki memiliki IC50 52,0 µM, sementara ester
metilnya yaitu senyawa 34 memiliki IC50 32,1 µM. Senyawa 30 memiliki
hubungan biogenesis dengan senyawa 95, perbedaannya yaitu pada senyawa 95
rantai asam karboksilat membentuk cincin lakton, sedangkan isoprenil tetap
bebas. Senyawa 95 memiliki IC50 20,7 µM, lebih aktif dibandingkan senyawa 30.
Sementara itu, posisi gugus cis/trans 2,3-dimetil menunjukkan senyawa
cis-kromanon memiliki aktivitas lebih tinggi dibandingkan trans-kromanon. Asam
(–)-cis-kolongat (6; IC50 26,9 µM) memiliki bioaktivitas lebih tinggi dibandingkan
asam (–)-trans-kolongat (5; IC50 31,3 µM), sedangkan asam (+)-kalofolat D
(30; IC50 52,0 µM) lebih aktif dibandingkan asam (+)-trans-apetalat
(33; IC50 73,2 µM).
Senyawa kromanon 5, 30, 345 dan 346 telah diuji inhibisinya pada konsentrasi
10 µM terhadap delapan RTK (EGFR, HER2, HER4, IGF1R, InsR, KDR,
PDGFR???dan PDGFR??? Hasil pengujian Inhibitor Tirosin Kinase (ITK)
menunjukkan ester metil (–)-trans-resedensat (345), memberikan nilai persen
inhibisi tertinggi terhadap EGFR dan HER2, berturut turut sebesar 33% dan 39%.
Senyawa 345 memberikan inhibisi lemah sebesar 13% terhadap PDGFR?.
Senyawa 345 juga satu-satunya di antara senyawa kromanon yang memberikan
inhibisi terhadap HER2 dengan nilai 39%, nilai ini berbeda sedikit jika
dibandingkan dengan persen inhibisi erlotinib (338) sebesar 47%. Asam
trans-kaloteismat (346) dari hasil pengujian ITK memberikan nilai persen inhibisi
tertinggi terhadap PDGFR? dan PDGFR? berturut turut sebesar 38% dan 25%,
sedangkan terhadap EGFR hanya memberikan nilai inhibisi sebesar 6%. Senyawa
346 dengan kerangka piranokromanon dan adanya tambahan gugus fenil membuat
ukuran molekul lebih besar dibandingkan senyawa lainnya. Bentuk molekul ini
diduga lebih sesuai dengan sisi aktif enzim PDGFR? dan PDGFR?. Pada enzim
EGFR dan HER2 yang masih satu famili, sisi aktif enzim diduga lebih sesuai
untuk molekul yang memiliki kerangka mirip kuinazolin seperti senyawa 345. vAsam (+)-kalofolat D (30) memberikan nilai persen inhibisi tertinggi terhadap
EGFR sebesar 33% dan terhadap PDGFR? sebesar 12%. Asam (–)-transkolongat (5) memberikan nilai persen inhibisi terbesar terhadap EGFR,
PDGFR? dan PDGFR? berturut-turut sebesar 29%, 23% dan 14%. Hasil uji
inhibisi menunjukkan bahwa semua senyawa kromanon yang diuji memberikan
nilai inhibisi terhadap EGFR dan PDGFR?. Hanya senyawa 345 yang
menunjukkan inhibisi terhadap HER2 dan dan hanya senyawa 5 dan 346 yang
memberikan inhibisi terhadap PDGFR?. Namun, semua senyawa tak aktif
terhadap HER4, IGF1R, InsR dan KDR.
Penambatan molekular senyawa 345 terhadap HER2 menunjukkan adanya
interaksi antara ligan uji dengan enzim. Interaksi yang terjadi pada situs aktif
tersebut di antaranya yaitu ikatan hidrogen dengan Asp863 (motif DFG). Selain
dengan motif DFG, senyawa 345 juga membentuk dua ikatan hidrogen dengan
Phe731 dan Lys753. Interaksi penting lainnya adalah interaksi hidrofobik dengan
Leu726 dan Gly727 (nucleotide phosphate-binding loop) dan dengan Arg849 dan
Asn850 (catalytic loop). Interaksi yang terbentuk antara senyawa 345 dengan
HER2 menjelaskan kemampuan senyawa ini sebagai ITK. Hasil penambatan
molekular senyawa 345 terhadap EGFR membentuk interaksi ligan dengan
protein. Interaksi yang terbentuk semuanya adalah interaksi hidrofob. Interaksi
yang penting yaitu dengan Met769 yang merupakan kantong adenin EGFR dan
interaksi hidrofobik dengan Thr766 di daerah hinge. Interaksi hidrofobik yang
lain terbentuk antara senyawa 345 dengan Asp831 (motif DFG), Leu694, Gly695,
Ser696, Gly697 dan Val702 (nucleotide phosphate-binding loop) dan Arg817 dan
Asn818 (catalytic loop). Senyawa 30 setelah dilakukan penambatan molekular
terhadap EGFR menghasilkan ikatan hidrogen antara senyawa 30 dengan Thr766
(gatekeeper EGFR) dan interaksi hidrofob dengan Met769 yang terletak pada
daerah hinge. Interaksi hidrofob terbentuk antara senyawa 30 dengan Asp831
(motif DFG), Arg817 dan Asn818 (catalytic loop) dan dengan Leu694, Gly695,
Ser696, Val702 (nucleotide phosphate-binding loop). Senyawa 345 dan 30
memiliki kemiripan interaksi dengan EGFR karena membentuk interaksi dengan
residu asam amino yang sama di daerah hinge dan motif DFG.
Kajian bioaktivitas menunjukkan bahwa dua senyawa kromanon baru yaitu ester
metil (–)-trans-resedensat (345) dan asam (–)-trans-kaloteismat (346) memiliki
aktivitas selektif tertinggi sebagai ITK, masing-masing terhadap HER2 untuk
senyawa 345 dan PDGFR? untuk senyawa 346, sehingga kedua senyawa ini
berpotensi dikembangkan sebagai agen ITK.