Jumlah kejadian dan intensitas anomali iklim dan cuaca ekstrem semakin
meningkat akibat perubahan iklim, hal tersebut menimbulkan risiko bagi manusia
dan sistem alam. Upaya untuk menurunkan peningkatan risiko bencana akibat
meningkatnya kejadian anomali iklim dan cuaca ekstrem sangat diperlukan. Dua
pendekatan dalam analisis perubahan iklim yakni top-down berdasarkan skenario
proyeksi hasil-hasil simulasi Global Climate Model (GCM) dan bottom-up
berdasarkan analisis data observasi iklim baseline. Kebutuhan data curah hujan
hingga 100 tahun pada tahapan dokumentasi kejadian ekstrem dengan pendekatan
bottom-up diperlukan untuk analisis risiko bencana hidrometeorologis seperti banjir
atau kekeringan. Namun ketersediaan data observasi tidak selalu ada dan terdapat
keterbatasan data observasi baik panjang data, kerapatan stasiun penakar hujan,
kualitas dan konsistensi terutama yang berkaitan dengan ekstrem. Adanya
ketersediaan GCM seperti dataset reanalisis dapat dimanfaatkan dalam melakukan
analisis iklim untuk jangka Panjang namun dengan resolusi yang rendah. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan metode rekonstruksi data curah hujan
historis dengan periode tahun 1900-2010 di wilayah Indonesia menggunakan
dataset reanalisis global ERA-20C. Metode utama dalam penelitian ini
menggunakan metode downscaling statistik (DS) Constructed Analogues (CA)
dengan langkah waktu ke belakang (restrospektif) hingga awal abad-20.
Prediktan yang digunakan dalam metode DS CA adalah dataset presipitasi yang
dipilih dari hasil studi perbandingan beberapa dataset. Analisis performa dilakukan
terhadap delapan dataset presipitasi produk riset di wilayah Indonesia. Dataset
tersebut memiliki resolusi horizontal antara 0,1? dan 0,25? periode 2003 hingga
2015, dibandingkan dengan curah hujan observasi harian di 133 stasiun.
Perbandingan menggunakan 13 metrik statistik yang dikelompokkan dalam tiga
kelompok yaitu distribusi, urutan waktu, dan representasi nilai ekstrem. Dengan
menerapkan Summation of Rank (SR), hasil menunjukkan bahwa Multi-Source
Weighted-Ensemble Precipitation (MSWEP)v2 memiliki performa terbaik
berdasarkan dataset produk riset untuk aplikasi klimatologi dan hidrologi di
Indonesia dan menjadi dataset prediktan dalam downscaling statistik.
Metode DS CA menggunakan data reanalisis ERA-20C yaitu parameter angin zonal
(U) dan meridional (V) pada 850 hPa sebagai prediktor untuk rekonstruksi curah
hujan. Vektor angin tersebut dikonversi menjadi variabel bidang skalar fungsi arus
? dan kecepatan potensial ? untuk mempermudah dalam pencarian analog pada
tahap diagnosis menggunakan cosine similarity. Pendekatan multi-jendela
(window) sebanyak tujuh window dengan 14 anggota ensemble digunakan untuk
mendapatkan hasil DS CA secara probabilistik. Uji sensitivitas menggunakan
metode Singular Value Decomposition (SVD) mengeliminasi tiga prediktor yaitu
variabel ? pada window 2 dan 6 dan variabel ? pada window 7. Selain itu, uji
sensitivtas keandalan metode CA dilakukan dengan membandingkan hasil dari
tahap prognosis langkah ke belakang empat skema konstruksi analog yaitu skema
MLR (regresi linier berganda), WMEAN (rata-rata terbobot), PC-MLR (regresi
linier berganda dengan analisis komponen utama/PCA) dan PC-WMEAN (rata-rata
terbobot dengan PCA). Hasil menunjukkan skema MLR dan PC-MLR dalam
metode DS CA lebih sesuai untuk mendapatkan informasi ekstrem dengan interval
waktu harian dibandingkan skema WMEAN dan PC-WMEAN.
Penerapan metode DS CA dilakukan untuk rekonstruksi data periode 1900-2010
menggunakan pendekatan leave one year out pada estimasi periode 1979-2010 dan
menggunakan periode baseline 1979-2010 untuk mengestimasi periode target
1900-1978. Hasil menunjukkan rata-rata klimatologi hasil rekonstruksi data
overestimate dibandingkan MSWEP namun masih underestimate dibandingkan
data observasi stasiun. Evaluasi secara komprehensif dilakukan dengan beberapa
metrik deterministik dan probabilistik seperti Continuous Rank Probability Score
(CRPS), SPREAD, korelasi, Root Mean Square Error (RMSE), Brier Skill Score
(BSS) dan Area Under the Receiver Operating Characteristic Curve (AUC ROC)
pada kejadian hujan threshold tertentu. Hasil CRPS, SPREAD dan korelasi ratarata
ensemble menunjukkan peningkatan dengan adanya agregasi temporal.
Berdasarkan BSS dan AUC ROC Keandalan estimasi kejadian hujan 5 dan 20 mm
lebih baik dibandingkan hari hujan (>0,5 mm), dan keandalan kejadian hujan 50
dan 100 mm paling rendah dibandingkan hujan lainnya. Keandalan estimasi
berdasarkan verifikasi probabilistik juga menunjukkan peningkatan dengan adanya
agregasi temporal. Perlakuan kalibrasi Bayesian Model Averaging (BMA)
dilakukan terhadap hujan dasarian meningkatkan nilai SPREAD dan RMSE namun
tidak mempengaruhi nilai CRPS. Hasil kalibrasi BMA pada hujan dasarian 200 dan
300 mm meningkatkan keandalan estimasi pada 65% hingga 91% stasiun observasi
dan sebagian besar wilayah Jawa berdasarkan grid.
Hasil rekonstruksi data dari penelitian ini dapat diaplikasikan untuk analisis
klimatologi maupun hidrologi dengan interval waktu bulanan dan dasarian.
Aplikasi kejadian kekeringan berdasarkan Standardized Precipitation Index (SPI)
hasil rekonstruksi periode 1960-1970 dapat dipelajari dengan lebih detail.
Distribusi SPI secara spasial maupun temporal dapat mengungkap kekeringan yang
terjadi disebabkan oleh kurangnya curah hujan selama musim hujan yang
mengindikasikan adanya gangguan terhadap pola monsun. Hubungan secara global
belum dipelajari lebih jauh, namun kekeringan dengan tingkat keparahan tersebut
sangat penting dipelajari untuk antisipasi kejadian terulang kembali di masa
mendatang terkait perubahan iklim.