Jatuhnya satelit ke Bumi merupakan hal yang mengancam keselamatan
lingkungan Bumi dan juga lingkungan antariksa. Puing-puing antariksa
merupakan salah satu ancaman besar yang berpengaruh pada orbit, terutama orbit
rendah (LEO). Pada era teknologi yang berkembang pesat ketika banyak satelit
baru diluncurkan, pengetahuan mengenai puing antariksa semakin penting untuk
mengantisipasi dan mengatasi masalah di lingkungan Bumi, maupun lingkungan
antariksa. Aspek perlindungan hukum menjadi hal penting dalam menanggulangi
masalah-masalah yang terjadi mengenai jatuhnya satelit di Indonesia. Kedua
instrumen Hukum Keantariksaan, yaitu UU No. 21 tahun 2013 dan Hukum
Antariksa Internasional menjadi acuan demi ditegakkannya keadilan apabila
terjadi insiden jatuhnya satelit Indonesia.
Penelitian dalam Tesis ini berfokus pada aspek astronomi dan aspek Hukum
keantariksaan, untuk meneliti lebih jauh tentang Benda Jatuh Antariksa (BJA)
dan puing antariksa (space debris). Penelitian ini bersifat gabungan antara
kualitatif dan kuantitatif dari aspek hukum dan astronomi. Teknik pengumpulan
data dilakukan melalui wawancara, observasi dan studi literatur. Analisis
dilakukan berdasarkan data yang didapat terutama dari NASA dan ESA,
kemudian jurnal, beserta studi literatur lainnya.
Hasil studi ini menunjukkan meningkatnya insiden dan dampak puing antariksa,
yang dihasilkan satelit buatan manusia, dan tingginya probabilitas dari kejadian
BJA di daerah ekuatorial Indonesia. Hal ini kemudian dianalisis dari aspek
hukum keantariksaan internasional dan nasional. Pentingnya aspek hukum dalam
menangani BJA terlihat dalam kasus jatuhnya puing antariksa pertama Cosmos
954 pada tahun 1978. Hal ini menunjukkan pentingnya Liability Convention yang
muncul setelah terbitnya Outer Space treaty. Dalam perjanjian tersebut dibahas
mengenai pergantian kerugian dari negara peluncur satelit beserta negara yang
terdampak dari jatuhnya puing satelit.