Salah satu konsep kebijakan yang dapat diimplementasikan dalam pengelolaan
sampah elektronik adalah Extended Producer Responsibility (EPR). Kebijakan ini
memiliki arti bahwa adanya perluasan tanggung jawab produsen yang signifikan
atas dampak lingkungan sepanjang siklus hidup produk, termasuk dampak dari
hulu (pemilihan barang produk) hingga hilir (pembuangan produk). Studi EPR
sampah elektronik dilakukan di kota Bandung sebagai kota yang pertama kali
dilakukan studi timbulan sampah elektronik di Indonesia. Pengelolaan sampah
elektronik di kota Bandung akan menjadi fokus perhatian pemerintah daerah
karena komposisinya yang cukup besar, sekitar 9% dari total timbulan limbah B3
Rumah Tangga. Penelitian ini menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap
EPR sampah elektronik dengan menggunakan Analytic Network Process (ANP)
dan uji regresi linier berganda. ANP digunakan untuk menentukan prioritas dari
instrumen kebijakan EPR dengan responden berupa para ahli di bidang
pengelolaan sampah dan EPR. Sementara itu, uji regresi linier berganda
digunakan untuk menentukan pengaruh faktor-faktor dari perspektif stakeholder
terhadap rencana penerapan EPR sampah elektronik di kota Bandung. Hasil
penelitian dengan menggunakan ANP menunjukkan bahwa instrumen
administratif dan ekonomi merupakan dua faktor prioritas dalam pelaksanaan
EPR sampah elektronik dengan bobot atau tingkat persetujuan 0,37 untuk
instrumen administratif dan 0,36 untuk instrumen ekonomi. Hasil ini relevan
dengan penelitian Zheng dkk. (2017) bahwa faktor peraturan dan hukum menjadi
faktor penting dalam mekanisme EPR. Prioritas selanjutnya adalah instrumen
informatif dengan bobot sebesar 0,27. Dalam instrumen administratif, aspek
pengumpulan (0,387) menjadi faktor yang paling prioritas dari faktor lainnya.
Sementara itu, prioritas faktor dalam instrumen ekonomi adalah subsidi
pengembangan produk (0,27) dan prioritas faktor dalam instrumen informasi
adalah sosialisasi kepada produsen (0,33). Seluruh responden sepakat bahwa kota
Bandung perlu melibatkan Organisasi Pengelola Dana dalam mekanisme EPR
sampah elektronik dengan bobot persetujuan 0,34. Sementara itu, hasil uji analisis
regresi linier berganda menujukkan beberapa faktor-faktor yang signifikan untuk
setiap responden yang difokuskan pada konsumen, pengecer, dan sektor informal.
Dari analisis prioritas tersebut, dibuat strategi bahwa perlunya integrasi aspek aspek pengelolaan sampah mulai dari sisi regulasi, kelembagaan, teknis
operasional, pembiayaan, dan partisipasi masyarakat. Penelitian ini mengusulkan
skema EPR sampah elektronik di kota Bandung bahwa biaya EPR bersumber dari
konsumen produk elektronik melalui harga jual produk yang dinaikkan
berdasarkan fungsi penjualan. Insentif terhadap Design for Environment (DfE)
sangat direkomendasikan dalam skema EPR karena akan memotivasi produsen
untuk melakukan inovasi pada produk agar ramah lingkungan, minim penggunaan
bahan berbahaya dan beracun, serta mudah untuk diproses selanjutnya.
Pengumpulan sampah elektronik di kota Bandung dapat dilakukan melalui sektor
pengumpul yang berizin seperti pengecer, Bank Sampah, jasa servis/sektor
informal, startup pengelolaan sampah, sektor swasta, maupun Dinas Lingkungan
Hidup kota Bandung. Sektor informal masih dilibatkan dalam sistem EPR di kota
Bandung karena perannya yang signifikan dalam pengelolaan sampah elektronik
hingga saat ini. Pendekatan Informal Sector Integration perlu diuji coba di kota
Bandung untuk membangun aktivitas daur ulang informal yang bermitra dengan
industri formal. Dalam hal ini, Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota
Bandung dapat memberikan pelatihan dan bimbingan teknis terkait pengumpulan
sampah elektronik yang baik dan benar. Terkait dengan dana EPR, dana dari
produsen elektronik secara terpusat dikelola oleh Badan Pengelola Dana
Lingkungan Hidup untuk kemudian disalurkan ke pihak-pihak yang dapat
mengklaim subsidi dana EPR seperti pengumpul dan pemroses sampah elektronik,
termasuk Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) kota Bandung. Di dalam skema
tersebut, diuraikan peran masing-masing stakeholder. Skema EPR yang diusulkan
bersifat fleksibel dan perlu diuji coba untuk kemudian dievaluasi secara berkala.