digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

NOVELIA JONANDA 1.pdf
PUBLIC Open In Flip Book Lili Sawaludin Mulyadi

Zat warna merupakan salah satu sumber kontaminan yang umum ditemukan pada lingkungan perairan, karena memiliki struktur molekul yang kompleks, sehingga cukup sulit untuk diolah. Industri tekstil termasuk sektor yang mengkonsumsi pewarna dalam jumlah besar, dan menghasilkan polutan utama berupa zat warna sekitar 10 – 15% pewarna yang tidak digunakan sehingga harus di lepas sebagai limbah, umumnya berasal dari proses pencelupan. Pewarna reaktif merupakan salah satu pewarna yang umum digunakan pada industri tekstil di Indonesia. Reactive Blue 19 merupakan salah satu jenis pewarna reaktif yang akan digunakan, pewarna ini bersifat karsinogen bagi makhluk hidup, tahan terhadap degradasi dan sulit dihilangkan dengan cara pengolahan konvensional. Elektrokoagulasi merupakan salah satu teknologi yang banyak diteliti karena dapat menghasilkan efluen yang jernih dengan waktu detensi yang lebih pendek serta menghasilkan lumpur flok yang mudah diatur dan sedikit. Pada penelitian ini dilakukan pengolahan pewarna sintetis reactive blue 19 secara batch menggunakan eletrokoagulasi Al konfigurasi monopolar. Tujuannya untuk mengkaji efektifitas penyisihan warna dan senyawa organik reactive blue 19 berdasarkan variasi parameter konsentrasi warna, NaCl dan arus listrik pada pengolahan elektrokoagulasi konfigurasi susun monopolar paralel dan seri, lalu untuk menentukan kondisi optimum pengolahan dan meghitung kebutuhan biaya pengolahan yang ditinjau dari energi listrik dan penggunaan elektroda. Pada penelitian ini. Variasi parameter yang digunakan yaitu konsentrasi pewarna awal 50,75, 100 dan 150 mg/L; konsentrasi NaCl yaitu 1; 2,5 dan 5 gram/L dan arus listrik sebesar 0,5; 1 dan 1,5 A pada waktu 60 menit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi optimum didapatkan pada konsentrasi warna 75 mg/L, NaCl 5 gram/L dan arus listrik optimum 1,5 A dengan efisiensi penyisihan senyawa organik sebesar 77,07% dan penyisihan warna sebesar 99,10% dengan laju pelepasan ion Al sebesar 0,0094 gram/menit pada monopolar paralel. Sedangkan pada monopolar seri dapat menghasilkan efisiensi penyisihan senyawa organik sebesar 77,27 dan penyisihan warna sebesar 99,0149 % dengan laju pelepasan Al sebesar 0,0092 gram/menit. Dari hasil SEM-EDS pada flok hasil elektrokoagulasi, diketahui komposisi flok hasil elektrokoagulasi monopolar paralel yaitu O (44,26%), Na (2,09%), Al (48,94%) dan Cl (4,71%). Sedangkan flok hasil elektrokoagulasi monopolar seri yaitu O (43,14%), Na (3,39%), Al (47,18 %) dan Cl (6,28%). Pada saat pengolahan, terjadi perubahan pada pH dalam reaktor, dimana pH berubah dari asam menjadi basa, karena reduksi air pada katoda. Namun penyisihan senyawa organik terbaik dapat diperoleh pada nilai pH asam karena bentuk dominan Al(OH)3(s). Perubahan konduktivitas juga terjadi selama pengolahan, dimana peningkatan konduktivitas mengakibatkan penurunan tegangan sel pada kerapatan arus tetap dan penurunan konsumsi daya pada sel eletrolit. Semakin tinggi nilai NaCl, maka efisiensi penyisihan semakin bertambah karena NaCl merupakan agen oksidasi, namun akan menurun bila NaCl berlebihan, karena terjadi peningkatan ion OH- yang membentuk spesi non-aktif untuk koagulasi. Lalu semakin tinggi arus listrik maka konduktivitas akan semakin naik sehingga mempercepat reaksi oksidasi dan reduksi pada plat elektroda, selanjutnya konduktivitas mengalami penurunan, diakibatkan terhalangnya proses oksidasi pada elektroda akibat flok yang dihasilkan. Kinetika laju perubahan konsentrasi pada reaktor mengikuti orde 1, dimana hasil reaksi ditentukan oleh satu reaktan saja. Biaya pengolahan elektrokoagulasi monopolar paralel diperkirakan Rp 17.821/m3 sedangkan biaya pengolahan elektrokoagulasi monopolar seri diperkirakan Rp 20.507/m3 . Untuk biaya operasi per kg warna, diperkirakan Rp 8.632,27/kg pewarna larut untuk monopolar paralel, sedangkan untuk seri diperkirakan Rp 5.173,42/kg pewarna larut. Dari hasil uji hipotesis T-Test 2 sampel dapat disimpulkan bahwa pengolahan monopolar paralel lebih efektif dalam menyisihkan polutan dibandingkan dengan monopolar seri. Sehingga sesuai dengan hipotesis pada penelitian ini.