COVER Wulan Septiani
EMBARGO  2026-03-02 
EMBARGO  2026-03-02 
BAB1 Wulan Septiani
EMBARGO  2026-03-02 
EMBARGO  2026-03-02 
BAB2 Wulan Septiani
EMBARGO  2026-03-02 
EMBARGO  2026-03-02 
BAB3 Wulan Septiani
EMBARGO  2026-03-02 
EMBARGO  2026-03-02 
BAB4 Wulan Septiani
EMBARGO  2026-03-02 
EMBARGO  2026-03-02 
BAB5 Wulan Septiani
EMBARGO  2026-03-02 
EMBARGO  2026-03-02 
Kandungan zat warna dalam limbah tekstil merupakan ancaman yang terjadi pada keberlangsungan kehidupan makhluk hidup. Salah satu zat pewarna tekstil sintetik yang umum digunakan adalah pewarna direct. Zat warna direct blue 14 (DB 14) banyak digunakan dalam pencelupan kain terutama katun, rayon, atau wool karena mudah digunakan dan tidak memerlukan kondisi khusus. Zat warna sintetik ini memiliki struktur aromatik akan sulit dibiodegradasi karena terbentuknya ikatan kovalen yang kuat antara atom C dari zat warna dengan atom O, N atau S dari gugus hidroksi, amina atau thiol, sehingga perlu adanya pengolahan sebelum dibuang ke sungai.
Diantara metode yang umum digunakan dalam pengolahan limbah zat warna tekstil, adsorpsi merupakan metode fisika yang banyak diminati karena keunggulannya: efisiensi tinggi, biaya rendah, penanganan mudah, juga ketersediaan adsorben yang tinggi dan beragam. Dengan menggunakan kitosan termodifikasi yaitu kitosan terikat silang glutaraldehid (KG) dan komposit kitosan termodifikasi bentonit (KKGB) diharapkan mampu memberikan alternatif dalam penghilangan limbah zat warna tekstil sehingga dapat dengan mudah diaplikasikan oleh pelaku industri tekstil, terutama pencelupam kain. Penelitian ini bertujuan untuk mengaplikasikan KG dan KKGB sebagai adsorben untuk proses penghilangan limbah zat warna tekstil yang hasilnya diukur dengan spektrofotometer UV-Vis. Metodologi penelitian yang dilakukan adalah sintesis komposit dari kitosan dan bentonit yang dicampurkan dengan glutaraldehid sebagai agen pengikat silang (crosslink agent) kitosan (KKGB), juga digunakan kitosan terikat silang glutaraldehid tanpa penambahan bentonit (KG). Karakterisasi KKGB dan KG dilakukan dengan instrumen SEM, XRD, dan FTIR.
Kondisi adsorpsi zat warna tekstil dilakukan dengan parameter adsorpsi yaitu variasi waktu kontak (1-85 menit), variasi dosis adsorben (0,1-2,0 g/L), variasi konsentrasi awal larutan zat warna DB 14 (1-35 mg/L), variasi pH awal larutan zat warna DB 14 (4-12), dan variasi ukuran partikel (74-105 ?m). Selain itu ditentukan juga dua model kinetika yaitu orde satu semu (pseudo-first order) dan orde kedua semu (pseudo-second order) juga isoterm adsorpsi menggunakan Langmuir dan Freundlich. Penelitian ini juga dilakukan percobaan desorpsi dengan variasi pelarut, seperti NaCl, H2SO4, NaOH, EDTA, dan akuades.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi optimum dari kedua adsorben adalah waktu kontak 20 menit; dosis optimum yang digunakan adalah 1,4 g/L; dan pH optimum untuk KKGB dan KG adalah 4. Sehingga kondisi ini yang digunakan pada aplikasi adsorpsi limbah zat warna tekstil DB 14. Model kinetika adsorben KKGB dan KG menggunakan orde kedua semu (pseudo second-order) dengan nilai K2 sebesar 0,081 untuk KKGB dan 0,060 untuk KG. Isoterm kesetimbangan adsorpsi KG menggunakan model Langmuir dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,9992 untuk KKGB menggunakan model Freundlich dengan R2 sebesar 0,9995. Kedua adsorben menunjukkan nilai penyisihan limbah zat warna tekstil DB 14 yang baik yaitu yaitu 97,36% pada KKGB dan 99,38% pada KG. Berdasarkan spektra FTIR, hasil dari perbandingan antara sebelum dan setelah proses adsorpsi menunjukkan munculnya puncak baru pada KG, yaitu pada 1505 cm?1 yang merupakan gugus C-C dari benzena dan pada 1320 cm?1 karena adanya gugus S-O dari DB 14. Sedangkan pada KKGB terjadi pergeseran puncak di 1485 ke 1492 karena adanya regangan gugus N-H yang berarti terjadi interaksi elektrostatik antara muatan positif dari adsorben dengan gugus anionik dari zat warna. Selain itu terjadi juga pergeseran di puncak 915 cm-1 yang berarti adanya interaksi antara gugus hidroksil adsorben dengan gugus sulfonik dari zat warna. Hal ini menunjukkan bahwa proses adsorpsi limbah zat warna tekstil DB 14 terjadi akibat adanya interaksi permukaan adsorben dengan larutan dari pada porositas adsorben. Dapat disimpulkan bahwa interaksi yang terjadi antara DB 14 dengan KKGB merupakan kombinasi dari interaksi permukaan adsorben, sedangkan yang terjadi pada KG adalah gaya kimia.