Kebijakan diversifikasi energi pemerintah dalam mengoptimalkan pemakaian
batubara serta gas alam, menyebabkan kontribusi batubara sebagai bahan bakar
PLTU meningkat dari 46% di tahun 2010 menjadi sekitar 60% pada tahun 2014.
Pada kenyataannya, potensi sumberdaya batubara Indonesia kebanyakan berada
pada kategori kalori dari low-medium (LRC), dimana LRC ini memiliki beberapa
kelemahan seperti kandungan air yang tinggi serta kecenderungan untuk swabakar
(spontaneous combustion), sehingga sulit untuk dipasarkan.
Untuk memanfaatkan LRC secara lebih optimal, maka penelitian ini dilakukan
untuk mempelajari keekonomian pengembangan bio-coal (pencampuran antara
biomassa dan LRC). Bio-coal dipilih karena selain dapat meningkatkan nilai kalor
LRC, memperpanjang umur sumberdaya batubara Indonesia, meningkatkan nilai
tambah terhadap biomassa (cangkang sawit), juga dapat menurunkan emisi gas
berbahaya (CO2 dan NOx).
Evaluasi keekonomian dilakukan dengan pendekatan ekonomi teknik. Hasil
analisa keekonomian pelet bio-coal menunjukkan harga produksi listrik berbahan
bakar pelet bio-coal masih lebih tinggi dari batas ekonomis operasional PLTU.
Namun dapat memenuhi kebutuhan bahan bakar PLTU Indonesia sekitar 6,26% -
68,3%, tergantung dari proporsi penggunaan cangkang sawit.
Pencampuran LRC dengan cangkang sawit juga dapat menurunkan emisi CO2
yang ditimbulkan pada saat pembakaran, sehingga produk ini berpotensi untuk
dipasarkan sebagai komoditas ekspor, terutama ke negara-negara Eropa.