Abstrak:
Dalam sel bahan bakar, material membran penukar proton (PEM) berfungsi sebagai pemisah gas gas pereaksi dan sebagai elektrolit penghasil energi secara elektrokimia, serta sebagai fasilitator transpor selektif proton dari anoda ke katoda. Membran penukar proton yang sering dipergunakan adalah Nafion yang memiliki hampir semua karakteristik yang sesuai sebagai membran elektrolit sel bahan bakar. Namun membran ini berharga mahal dan sangat bergantung pada air untuk proses konduksi, serta tidak stabil pada temperatur diatas 100 derajatC. Faktor faktor tersebut kurang mendukung peningkatan kinerja sel bahan bakar. Sebagai elektrolit sel bahan bakar, membran elektrolit diharapkan bersifat stabil dan dapat dipergunakan pada temperatur yang lebih tinggi sehingga arus listrik yang dihasilkan sel bahan bakar juga cukup besar. Kitosan merupakan polimer alamiah yang telah dipelajari secara luas dan cukup menjanjikan sebagai material elektrolit sel bahan bakar. Kitosan merupakan turunan N deasetilasi dari kitin. Kitin adalah polisakarida alamiah yang melimpah dan menjadi material pendukung pada cangkang kepiting, kulit udang, miselia jamur, serangga, dll. Kitosan dapat diperoleh melalui serangkaian proses deproteinasi, demineralisasi, dan deasetilasi kitin menggunakan alkali dan temperatur yang tinggi. Keberadaan gugus hidroksil dan amino pada kerangka kitosan menyebabkan kitosan memiliki hidrofilisitas yang cukup tinggi, yang bermanfaat pada pengoperasian sel bahan bakar. Namun dalam keadaan normalnya, film kitosan hanya memiliki konduktivitas listrik yang rendah. Meskipun struktur monomer kitosan memiliki tiga atom hidrogen, namun atom hidrogen tersebut terikat kuat pada kerangka kitosan dan tidak dapat digerakkan dibawah medan listrik, sehingga film kitosan tidak dapat dijadikan suatu konduktor proton. Akan tetapi, jika kitosan tersebut dilarutkan di dalam asam asetat dan kemudian dicetak sebagai membran (film tipis), maka ion H+ atau H3O+ dan CH3COO- pada sistem film kitosan terasetilasi akan tersebar pada kerangka kitosan. Ion ion ini dapat digerakkan dibawah pengaruh medan listrik. Jika ion H+ atau H3O+ lebih mudah bergerak dibandingkan ion CH3COO-, maka film kitosan akan menjadi suatu konduktor proton. Kitosan dalam media asam juga dapat menjadi polielektrolit melalui protonasi gugus NH2. Oleh karena sifat kristalin kitosan, bagian kristalin pada kitosan akan menghalangi molekul air untuk masuk ke dalam membran kitosan, sehingga menghambat transpor ion hidroksida di dalam membran. Untuk meningkatkan konduktivitas ioniknya, membran kitosan difosforilasi. Fosforilasi membran kitosan dilakukan dengan mereaksikan asam orto fosfat dan urea pada permukaan membran kitosan dalam pelarut N,N dimetilformamid (DMF). Reaksi dilakukan pada beberapa temperatur yakni 60 derajat C, 70 derajatC, 80 oC, dan 90 oC. Pada masing masing temperatur reaksi tersebut juga dilakukan variasi waktu reaksi yaitu 30 menit, 60 menit, 90 menit, dan 120 menit. Membran kitosan terfosforilasi dalam keadaan hidrat dengan kandungan fosfat tertentu menunjukkan konduktivitas ionik yang lebih tinggi sebesar satu orde magnitud bila dibandingkan dengan membran kitosan tanpa modifikasi, yakni dari 2,89 x 10-4 S.cm-1 ke 3,23 x 10-3 S.cm-1. Peningkatan temperatur dan waktu reaksi fosforilasi mengakibatkan naiknya kandungan fosfat pada membran, akan tetapi nilai derajat penggembungan dan konduktivitas ionik berubah akibat terbentuknya ikatan silang pada membran. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa kekuatan mekanik dan stabilitas termal membran kitosan terfosforilasi tidak berubah secara signifikan terhadap membran kitosan yang tidak dimodifikasi. Kondisi reaksi fosforilasi yang optimum dicapai pada temperatur reaksi 80 derajatC dengan waktu reaksi selama 30 menit.