digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Senyawa calkon dan turunannya menunjukkan aktivitas biologis yang signifikan dimana dengan adanya ikatan rangkap dan gugus karbonil pada senyawa calkon tersebut dapat berfungsi sebagai perancangan obat. Turunan calkon juga berperan sebagai antibakteri, antiinflamasi, aktivitas antiparasit, antitumor, antimalaria, anti-HIV, antihiperglikemik serta sebagai agen antioksidan. Dengan banyaknya aktivitas biologis yang dimiliki calkon maka banyak juga dilakukan sintesis calkon dengan berbagai metode. Metode reaksi yang sering atau umum digunakan untuk menyintesis senyawa calkon adalah menggunakan metode kondensasi Claisen-Schmidt. Pada penelitian ini, dilakukan sintesis calkon menggunakan senyawa asetofenon dan senyawa benzaldehida sebagai pereaksi. Penggunaan pelarut pada suatu reaksi kimia organik memiliki peranan penting dan sangat berpengaruh terhadap hasil produk yang didapatkan, oleh sebab itu pada penelitian ini pemilihan pelarut digunakan dengan sangat seksama mewakili sifat polarnya. Reaksi sintesis calkon dibagi menjadi 4 tahap reaksi, yaitu reaksi pembentukan ion enolat, reaksi adisi nukleofilik, reaksi transfer proton dan reaksi dehidrasi. Keadaan transisi yang sukar untuk diketahui bentuknya dalam penelitian pada laboratorium dapat diprediksikan dengan menggunakan sistem komputasi. Sistem komputasi pada reaksi kimia saat ini gemar diminati untuk mengetahui berbagai hasil yang sulit didapatkan pada laboratorium. Metode yang digunakan dalam perhitungan komputasi pada penelitian ini adalah dengan menggunakan metode DFT (Density Functional Theory) dimana metode fungsional yang digunakan adalah B3LYP dengan himpunan basis def2-SVP serta metode pelarutan CPCM pada program Orca. Dalam penelitian ini dilakukan perhitungan dalam dua keadaan, yaitu keadaan dalam fasa gas dan menggunakan pelarut. Pelarut yang digunakan dalam metode komputasi pada penelitian ini adalah air, etanol dan toluena yang masing-masing mewakili sifat polarnya sendiri dimana air paling polar dan toluena yang paling tidak polar. Menemukan energetika reaksi sintesis calkon serta mengetahui keadaan transisi yang terjadi adalah tujuan dari penelitian ini dengan metode komputasi tersebut. Metodologi penelitian menggunakan sistem komputasi ini meliputi dua perangkat, yaitu perangkat keras dan perangkat lunak. Perangkat keras yang digunakan adalah laptop, sedangkan perangkat lunak yang digunakan meliputi Termius, Avogadro Chemcraft, Gausview, WinSCP, serta program Orca untuk perhitungan. Tahapan penelitian dimulai dari studi literatur, pembentukan struktur awal, perhitungan struktur stabil, perkiraan struktur keadaan transisi dan perhitungan energetika yang dihasilkan. Pembentukan struktur awal dimulai dengan pembuatan Z-matriks, penentuan muatan dan multiplisitas molekul yang akan dihitung. Perhitungan struktur stabil dilakukan untuk mengoptimasi hasil dari pembentukan struktur awal. Keadaan transisi diprediksi berdasarkan Intermediat pada reaksi tersebut dan selanjutnya dihitung untuk mengetahui pergerakan serta energetika yang dihasilkan. Energi yang dihasilkan pada perhitungan komputasi pada penelitian ini adalah Energi Bebas Gibbs. Dari hasil perhitungan didapatkan 4 keadaan transisi, dimana setiap keadaan transisi memiliki nilai energi pengaktifan yang berbeda-beda. Energi pengaktifan yang didapatkan pada Keadaan transisi 1 adalah sebesar 123,65 kJ/mol untuk pelarut air, 123,63 kJ/mol untuk pelarut etanol, 121,45 kJ/mol untuk pelarut toluena dan 119,14 kJ/mol untuk perhitungan tanpa pelarut. Energi pengaktifan yang didapatkan pada keadaan transisi 2 adalah sebesar 47,31 kJ/mol untuk pelarut air, 47,01 kJ/mol untuk pelarut etanol, 40,94 kJ/mol untuk pelarut toluena dan 32,08 kJ/mol untuk perhitungan tanpa pelarut. Energi pengaktifan yang didapatkan pada Keadaan transisi 3 adalah sebesar 291,92 kJ/mol untuk pelarut air, 290,19 kJ/mol untuk pelarut etanol, 271,00 kJ/mol untuk pelarut toluena dan 252,08 kJ/mol untuk perhitungan tanpa pelarut. Energi pengaktifan yang didapatkan pada Keadaan transisi 4 adalah sebesar 124,78 kJ/mol untuk pelarut air, 124,97 kJ/mol untuk pelarut etanol, 133,55 kJ/mol untuk pelarut toluena dan 136,77 kJ/mol untuk perhitungan tanpa pelarut. Untuk keadaan transisi 1, 2 dan 3 dapat disimpulkan bahwa semakin polar suatu pelarut maka energi pengaktifan yang didapat semakin besar. Sedangkan untuk keadaan transisi 4 semakin tidak polar pelarut semakin tinggi energi yang dihasilkan. Pengaruh pelarut ini bisa dijelaskan dari interaksi setiap spesi yang terlibat, dengan pelarut.