Nilem merupakan ikan endemik di Indonesia, dimanfaatkan untuk konsumsi
dan agen biokontrol, sehingga berpotensi dibudidayakan. Permasalahan utama
dalam budidaya ikan Nilem adalah produksi tidak berkelanjutan dikarenakan
kualitas telur yang rendah. Kualitas telur bergantung pada berbagai faktor yang
terakumulasi selama vitelogenesis dan penting untuk perkembangan embrio.
Vitelogenesis merupakan proses pengumpulan prekursor protein yolk, terutama
vitelogenin, oleh oosit yang sedang tumbuh untuk diproses dan disimpan di
ooplasma. Regulator utama vitelogenesis adalah estradiol-17? (E2), namun Igf
juga diketahui berperan. Igf3, salah satu ligan Igf yang secara spesifik ditemukan
pada ikan, telah dilaporkan berperan dalam perkembangan gonad, maturasi oosit,
ovulasi, dan steroidogenesis di ovarium, serta regulasi transisi penggunaan energi.
Informasi mengenai keterlibatan gen igf3 dalam regulasi vitelogenesis dan
keterkaitannya dalam penentuan kualitas telur ikan belum tersedia. Penelitian ini
bertujuan untuk (i) mengkarakterisasi gen igf3 dari ikan Nilem dan mengetahui
homologi antar sekuen peptida Igf3 pada Teleostei; (ii) mengamati pola ekspresi
gen igf3 selama perkembangan dan pematangan ovarium, serta performa
reproduksi pada satu siklus reproduksi; dan (iii) mengetahui keterkaitan antara
ekspresi gen igf3 dan gen-gen lain yang terlibat dalam regulasi vitelogenesis
terhadap kualitas telur. Penelitian dibagi dalam 3 tahap. Pada penelitian tahap satu
(1) telah diidentifikasi karakter sekuen cDNA igf3 utuh sepanjang 1081
nukleotida, terdiri atas 597 nukleotida penyusun open reading frame (ORF) yang
menyandi 198 asam amino (aa). Pada coding sequences (CDS) terdapat domain
terkonservasi IIGF-like superfamily, terdiri atas 68 aa penyusun domain B, C, A,
dan D pada peptida Igf3 matang. Motif terkonservasi pada superfamili protein
insulin berupa 6 aa sistein terdeteksi di domain B dan A. Urutan aa yang diperoleh
dari hasil deduksi sekuen cDNA menunjukkan homologi yang tinggi (74–92 %)
dengan protein Igf3 dari spesies lain dalam famili Cyprinidae. Hasil konstruksi
pohon filogenetika menunjukkan protein Igf3 dari ikan Nilem berkerabat paling dekat dengan protein Igf3b ikan Mas (Cyprinus carpio) yang membentuk
kelompok monofiletik dengan protein Igf3 dari Cyprinidae, lalu membentuk
kelompok parafiletik dengan protein Igf3 dari spesies non-Cyprinidae. Pada
penelitian tahap dua (2) diketahui bahwa level ekspresi mRNA igf3 Nilem paling
tinggi terdeteksi di darah dan ovarium; moderat di hati, insang, ginjal, jantung,
dan usus; serta rendah di hipofisa dan otot (p<0,05). Ekspresi relatif mRNA igf3
meningkat secara signifikan sejalan dengan ontogeni perkembangan embrio dan
gonad, mulai dari tahap embrio hingga terbentuk ovarium matang pada ikan
berumur lebih dari 1 tahun (p<0,05). Selama tahap pematangan ovarium dalam
satu siklus reproduksi (118 hari), ekspresi relatif mRNA igf3 berkorelasi positif
tinggi (r = 0,903; p<0,01) dengan indeks gonadosomatik, yaitu meningkat pada
fase pekembangan oosit (hari ke-1 hingga 29) dan level tertinggi teramati pada
fase mampu memijah (hari ke-43 hingga 113), yang sejalan dengan pertumbuhan
dan maturasi oosit, kemudian menurun signifikan pada fase regresi (hari ke-114)
dan regenerasi (hari ke-116 dan 118) (p<0,05). Kualitas telur ikan Nilem, yang
diamati berdasarkan performa benih hasil pemijahan buatan, dipengaruhi oleh
perbedaan durasi waktu fase mampu memijah dan sejalan dengan peningkatan
ekspresi relatif mRNA igf3. Semakin panjang durasi waktu fase mampu memijah
yaitu hingga hari ke-85 atau 115, maka diamater telur, persentase fertilisasi,
persentase penetasan, kesintasan larva umur 3 dph, dan jumlah larva abnormal
meningkat (p<0,05), namun tidak menyebabkan perbedaan fekunditas absolut dan
kesintasan larva umur 10 dph dibandingkan dengan durasi hingga hari ke-57. Pada
penelitian tahap tiga (3) dilakukan perlakuan injeksi dengan E2 dosis 0 (kontrol),
105 (P1), 210 (P2), atau 420 ?g/kg BB (P3). Perlakuan E2 diketahui
memodifikasi ekspresi gen igf3 dan gen-gen yang terlibat dalam regulasi
vitelogenesis, yaitu vtgr, esr1, esr2a, dan esr2b, dengan pola yang bergantung
pada dosis, waktu, dan fase reproduksi. Pada 24 jam pasca perlakuan E2 ekspresi
relatif mRNA igf3 dan vtgr terdeteksi lebih rendah, sebaliknya level ekspresi esr1
dan esr2b lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (p<0,05). Selama 72 jam
pasca perlakuan E2, pola ekspresi relatif mRNA igf3 berkorelasi positif dengan
vtgr, namun berkorelasi negatif dengan ekspresi esr1 dan esr2b. Selama fase
perkembangan hingga mencapai fase mampu memijah, terjadi penurunan ekspresi
relatif mRNA vtgr, esr1 dan esr2a, namun ekspresi igf3 meningkat dan lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol (p<0,05). Performa benih hasil pemijahan
buatan di akhir fase mampu memijah (hari ke-57) dipengaruhi oleh dosis E2 dan
peningkatan ekspresi mRNA igf3. Fekunditas absolut dan diameter telur teramati
paling tinggi pada perlakuan P2; persentase fertilisasi, persentase penetasan, dan
kesintasan larva umur 3 dph teramati paling rendah pada perlakuan P3; dan larva
abnormal umur 10 dph teramati paling rendah pada perlakuan P1, yang berbeda
signifikan dengan kontrol (p<0,05). Dapat disimpulkan bahwa karakteristik gen
igf3 dari ikan Nilem serupa dengan famili protein Igf3 dari Teleostei lain dan
homologi terdekat dengan Igf3b dari ikan Mas. Gen igf3 terlibat dalam perkembangan gonad dan pematangan ovarium pada ikan Nilem. Peningkatan
ekspresi relatif mRNA igf3 selama tahap perkembangan dan pematangan ovarium
berkesuaian dengan pola ekspresi vtgr dan esr1, yang menunjukkan gen igf3 turut
berperan dalam meregulasi vitelogenesis serta secara tidak langsung memengaruhi
kualitas telur dengan mekanisme yang diduga melibatkan regulasi gen-gen yang
menyandi enzim steroid, yaitu E2 sebagai regulator utama vitelogenesis, dan
transisi penggunaan energi untuk vitelogenesis.