Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Ericsson pada November 2019, terdapat
5.9 miliar pengguna telepon seluler dengan jaringan seluler diekspektasikan
tumbuh 27% setiap tahun antara 2019-2025. Perkembangan penggunaan jaringan
seluler tidak akan lepas dari keinginan pengguna untuk mendapatkan kualitas
jaringan yang lebih baik kedepannya. Salah satu hal yang dapat membuat jaringan
seluler di sebuah daerah baik atau tidak adalah apakah BTS di daerah tersebut siap
melayani user throughput baik downlink maupun uplink di daerahnya. Kesiapan
BTS dipengaruhi oleh seberapa baik kapasitas jaringan direncanakan sehingga tidak
ada pengguna yang merasa terhambat dalam penggunaan jaringan seluler. Selain
itu perencanaan kapasitas jaringan yang baik juga menghindari penggunaan biaya
berlebih akibat asumsi user throughput yang terlalu tinggi di daerah tersebut. Untuk
itu perencanaan kapasitas jaringan yang baik akan terbantu oleh seberapa baik
network administrator dapat memprediksi user throughput sebuah BTS
kedepannya. Prediksi ini dapat dilakukan oleh model deep learning yang dilatih
sebelumnya menggunakan data historis user throughput pada sebuah BTS. Setiap
BTS memiliki karakteristiknya masing-masih, oleh karena itu model deep learning
hanya dapat memprediksi user throughput BTS yang sudah dilatih sebelumnya.
Dengan banyaknya BTS yang ada maka tidak mungkin dilakukan proses pelatihan
model satu-persatu secara manual, sehingga diperlukan sebuah framework yang
dapat melakukan proses pelatihan model dari awal sampai dapat memprediksi user
throughput BTS tersebut kedepannya. Framework yang dikembangkan pada tugas
akhir ini akan berbentuk sebuah situs web dimana pengguna dapat memasukkan
data user throughput mereka dan memilih alur pelatihan model dari awal hingga
akhir. Sebelum situs web pelatihan model dikembangkan pertama penulis
melakukan pengujian model deep learning untuk mengetahui apa saja yang
diperlukan untuk membuat sebuah model menjadi lebih baik. Pengujian yang
dilakukan terdiri dari pengujian normalisasi data, windowing dataset, pemilihan
fitur, dan arsitektur model. Selama proses pengujian akan digunakan Mean
Absolute Error (MAE) untuk menilai seberapa baik performa model yang dilatih.
Semakin baik model maka MAE yang dihasilkan akan makin rendah. Pertama
untuk pengujian normalisasi data digunakan model feedforward neural network
(FNN) dengan data univariable. Data univariable berarti hanya digunakan user
throughput saja untuk prediksi user throughput kedepannya. Pada pengujian
pertama ini didapatkan hasil bahwa data yang dinormalisasi memiliki hasil yang
lebih baik dibanding data aslinya. Pengujian selanjutnya dilakukan menggunakan
2
model FNN dan juga data univariable seperti pengujian sebelumnya. Pada
pengujian ini didapatkan bahwa jumlah time step yang digunakan tidak berbanding
lurus dengan performa model. Sehingga dibutuhkan pengujian satu-persatu untuk
melihat time step mana yang menghasilkan model terbaik. Hasil pengujian
windowing dataset akan digunakan pada pengujian selanjutnya yaitu pemilihan
fitur. Pemilihan fitur diuji menggunakan model FNN yang sama, namun berbeda
dengan dua pengujian sebelumnya dipengujian ini akan digunakan data
multivariable. Pada data multivariable akan digunakan fitur BTS lainnya selain
user throughput untuk memprediksi user throughput beberapa waktu kedepan.
Pada pemilihan fitur ini digunakan banyak metode untuk menentukan jumlah fitur
yang tepat untuk pelatihan model. Metode pemilihan fitur yang digunakan meliputi
pengujian univariate, pemilihan fitur dengan model machine learning, Recursive
Feature Elimination (RFE), dan principal component analysis (PCA). Dari
pengujian yang dilakukan semua metode umumnya menghasilkan hasil yang tidak
jauh berbeda dan jumlah fitur yang digunakan tidak berkorelasi dengan performa
model. Dalam hal ini banyaknya fitur yang digunakan tidak menjamin performa
model membaik sehingga perlu dilakukan pengujian satu-persatu sampai
didapatkan model terbaik. Pengujian terakhir akan dilakukan dengan
membandingkan model FNN dengan model Long Short-Term Memory (LSTM).
Kedua model memiliki keunggulannya masing-masing pada user throughput yang
berbeda. Seluruh pengujian tersebut juga dapat dilakukan oleh pengguna pada situs
web yang dikembangkan sehingga pengguna dapat membandingkan perlakuan
mana yang memiliki efek terbaik pada model.