digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Ericsson pada November 2019, terdapat 5.9 miliar pengguna telepon seluler dengan jaringan seluler diekspektasikan tumbuh 27% setiap tahun antara 2019-2025. Perkembangan penggunaan jaringan seluler tidak akan lepas dari keinginan pengguna untuk mendapatkan kualitas jaringan yang lebih baik kedepannya. Salah satu hal yang dapat membuat jaringan seluler di sebuah daerah baik atau tidak adalah apakah BTS di daerah tersebut siap melayani user throughput baik downlink maupun uplink di daerahnya. Kesiapan BTS dipengaruhi oleh seberapa baik kapasitas jaringan direncanakan sehingga tidak ada pengguna yang merasa terhambat dalam penggunaan jaringan seluler. Selain itu perencanaan kapasitas jaringan yang baik juga menghindari penggunaan biaya berlebih akibat asumsi user throughput yang terlalu tinggi di daerah tersebut. Untuk itu perencanaan kapasitas jaringan yang baik akan terbantu oleh seberapa baik network administrator dapat memprediksi user throughput sebuah BTS kedepannya. Prediksi ini dapat dilakukan oleh model deep learning yang dilatih sebelumnya menggunakan data historis user throughput pada sebuah BTS. Setiap BTS memiliki karakteristiknya masing-masih, oleh karena itu model deep learning hanya dapat memprediksi user throughput BTS yang sudah dilatih sebelumnya. Dengan banyaknya BTS yang ada maka tidak mungkin dilakukan proses pelatihan model satu-persatu secara manual, sehingga diperlukan sebuah framework yang dapat melakukan proses pelatihan model dari awal sampai dapat memprediksi user throughput BTS tersebut kedepannya. Framework yang dikembangkan pada tugas akhir ini akan berbentuk sebuah situs web dimana pengguna dapat memasukkan data user throughput mereka dan memilih alur pelatihan model dari awal hingga akhir. Sebelum situs web pelatihan model dikembangkan pertama penulis melakukan pengujian model deep learning untuk mengetahui apa saja yang diperlukan untuk membuat sebuah model menjadi lebih baik. Pengujian yang dilakukan terdiri dari pengujian normalisasi data, windowing dataset, pemilihan fitur, dan arsitektur model. Selama proses pengujian akan digunakan Mean Absolute Error (MAE) untuk menilai seberapa baik performa model yang dilatih. Semakin baik model maka MAE yang dihasilkan akan makin rendah. Pertama untuk pengujian normalisasi data digunakan model feedforward neural network (FNN) dengan data univariable. Data univariable berarti hanya digunakan user throughput saja untuk prediksi user throughput kedepannya. Pada pengujian pertama ini didapatkan hasil bahwa data yang dinormalisasi memiliki hasil yang lebih baik dibanding data aslinya. Pengujian selanjutnya dilakukan menggunakan 2 model FNN dan juga data univariable seperti pengujian sebelumnya. Pada pengujian ini didapatkan bahwa jumlah time step yang digunakan tidak berbanding lurus dengan performa model. Sehingga dibutuhkan pengujian satu-persatu untuk melihat time step mana yang menghasilkan model terbaik. Hasil pengujian windowing dataset akan digunakan pada pengujian selanjutnya yaitu pemilihan fitur. Pemilihan fitur diuji menggunakan model FNN yang sama, namun berbeda dengan dua pengujian sebelumnya dipengujian ini akan digunakan data multivariable. Pada data multivariable akan digunakan fitur BTS lainnya selain user throughput untuk memprediksi user throughput beberapa waktu kedepan. Pada pemilihan fitur ini digunakan banyak metode untuk menentukan jumlah fitur yang tepat untuk pelatihan model. Metode pemilihan fitur yang digunakan meliputi pengujian univariate, pemilihan fitur dengan model machine learning, Recursive Feature Elimination (RFE), dan principal component analysis (PCA). Dari pengujian yang dilakukan semua metode umumnya menghasilkan hasil yang tidak jauh berbeda dan jumlah fitur yang digunakan tidak berkorelasi dengan performa model. Dalam hal ini banyaknya fitur yang digunakan tidak menjamin performa model membaik sehingga perlu dilakukan pengujian satu-persatu sampai didapatkan model terbaik. Pengujian terakhir akan dilakukan dengan membandingkan model FNN dengan model Long Short-Term Memory (LSTM). Kedua model memiliki keunggulannya masing-masing pada user throughput yang berbeda. Seluruh pengujian tersebut juga dapat dilakukan oleh pengguna pada situs web yang dikembangkan sehingga pengguna dapat membandingkan perlakuan mana yang memiliki efek terbaik pada model.