Semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk dan kebutuhan akan tempat tinggal
mengakibatkan munculnya permukiman kumuh. Pada beberapa kasus di Indonesia,
perkembangan permukiman cenderung lebih mengarah pada wilayah-wilayah di
bantaran sungai. Begitupula di Kota Pontianak, yang memiliki karakteristik adaptif
penduduk tepi sungai dalam kehidupan fisik, sosial dan ekonomi terhadap sungai.
Belum lagi terdapat parit-parit berukuran besar sehingga dimanfaatkan masyarakat
sebagai perumahan dan permukiman di tepi air. Pada umumnya kawasan-kawasan
ini memiliki permasalahan yang sama yaitu penyediaan air bersih dan sanitasi yang
masih belum aman yang salah satu faktornya adalah keterbatasan keuangan dan
pemahaman masyarakat akan pentingnya lingkungan yang sehat dan berkualitas.
Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi kondisi eksisting
infrastruktur air bersih dan sanitasi di kawasan kumuh Kota Pontianak serta menilai
infrastruktur mana yang memiliki risiko terhadap kesehatan lingkungan, kemudian
menentukan prioritas peningkatan infrastruktur air bersih dan sanitasi menurut
stakeholder, dan terakhir merencanakan strategi peningkatan akses air bersih dan
sanitasi yang berkelanjutan. Penelitian dilakukan pada 2 (dua) jenis tipologi
kawasan kumuh yaitu kawasan dengan tipologi tepian sungai di Panglima A. Rani
dan Kayu Manis serta kawasan dengan tipologi dataran rendah di RA Kartini.
Kondisi eksisting air bersih dan sanitasi pada umumnya masih menggunakan air
sungai dan air hujan tanpa pengolahan, buangan air limbah domestik sebagian besar
baru mencapai tingkat basic sanitation dan masih ada yang melakukan open
defecation, berisiko tinggi terjadi banjir yang dipengaruhi pasang surut air, dan
pengelolaan sampah yang langsung dibuang ke sungai dan/atau dibakar. Untuk
mengetahui risiko sanitasi saat ini dilakukan perhitungan indeks risiko sanitasi
(IRS) dengan metode Environmental Health Risk Assesment (EHRA). Diperoleh
nilai IRS pada kawasan dengan tipologi tepian sungai yaitu Kawasan Kayu Manis
sebesar 382 (risiko sangat tinggi) dan Kawasan Panglima A Rani sebesar 370
ii
(risiko tinggi), sedangkan pada kawasan dengan tipologi dataran rendah yaitu
Kawasan RA Kartini sebesar 349 (risiko tinggi). Hasil ini menunjukkan bahwa
kawasan tepian sungai memiliki pengelolaan yang lebih berisiko dari pada kawasan
dataran rendah. Dengan urutan prioritas ditinjau dari risiko sanitasi yaitu sektor air
limbah domestik, drainase/genangan air, PHBS, persampahan, dan air bersih.
Sedangkan prioritas stakeholder ditentukan menggunakan metode analytical
hierarchy process (AHP) yang menunjukan hasil yang berbeda, menurut para
stakeholder prioritas peningkatan adalah penyediaan air minum (30,3%),
pengelolaan persampahan (24,8%), pengelolaan air limbah domestik (23%), dan
drainase lingkungan (21,8%). Selanjutnya, analisis SWOT dilakukan untuk
mendapatkan strategi peningkatan akses air bersih dan sanitasi di lokasi studi
kawasan kumuh Kota Pontianak dengan hasil yaitu peningkatan sarana dan
prasarana, penyusunan dan penegakan peraturan, sosialisasi dan pelatihan kepada
masyarakat, penerapan kawasan dengan konsep Water Sensitive Urban Design
(WSUD), peningkatan kualitas dan pengelolaan kinerja perusahaan air minum, dan
meningkatkan kapasitas pelayanan.