COVER Andreana Rochili
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 1 Andreana Rochili
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 2 Andreana Rochili
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 3 Andreana Rochili
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 4 Andreana Rochili
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 5 Andreana Rochili
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
PUSTAKA Andreana Rochili
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
Kopi merupakan minuman yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Biji kopi robusta
menjadi jenis kopi lokal yang paling banyak di produksi di Indonesia dengan sifatnya
yang memiliki kadar kafein tinggi. Konsumsi kafein secara rutin dan berlebihan akan
memberikan dampak negatif bagi konsumen. Untuk mengurangi dampak tersebut,
dilakukan proses dekafeinasi. Saat ini, isu lingkungan menjadi salah satu pertimbangan
dan fokus dunia. Setiap proses dalam tahapan produksi dapat memberikan dampak
terhadap lingkungan. Oleh karena itu, dilakukan analisis dampak lingkungan melalui
Life Cycle Assessment (LCA) pada simulasi proses produksi biji kopi terdekafeinasi
dengan metode dekafeinasi langsung menggunakan pelarut etil asetat (EA) dan
diklorometana (DCM). Analisis menggunakan sistem cradle to gate, metode ReCiPe
2016 midpoint, perspektif hierarchist pada OpenLCA. Perhitungan emisi didasarkan
pada produksi biji kopi robusta terdekafeinasi sebanyak 320 kg per batch dengan ruang
lingkup analisis mulai dari penanaman biji kopi, pascapanen, transportasi, dan
dekafeinasi. Analisis hotspot menunjukkan potensi dampak lingkungan terbesar dari
proses produksi secara keseluruhan adalah human carcinogenic toxicity, marine
ecotoxicity, global warming, freshwater ecotoxicity, dan land use sebesar 7,73E+01 kg
1,4-DCB, 1,3E+01 kg 1,4-DCB, 5,58E+04 kg CO2 eq, 7,32E+00 kg 1,4-DCB, dan
3,47E+04 m2a crop eq. untuk EA, 7,77E+01 kg 1,4-DCB, 1,3E+01 kg 1,4-DCB,
5,58E+04 kg CO2 eq, 7,49E+00 kg 1,4-DCB, dan 3,47E+04 m2a crop eq. untuk DCM.
Perbandingan dampak penggunaan pelarut pada tahapan proses dekafeinasi
menunjukkan potensi dampak lingkungan terbesar adalah marine ecotoxicity, freshwater
ecotoxicity, dan human carcinogenic toxicity sebesar 8,52E+00 kg 1,4-DCB, 5,44E+00
kg 1,4-DCB, 7,65E+00 kg 1,4-DC untuk EA, serta 8,52E+00 kg 1,4-DCB, 5,61E+00 kg
1,4-DCB, 8,03E+00 kg 1,4-DCB untuk DCM. Hasil analisis menunjukkan proses
penanaman, ekstraksi kafein, dan pengeringan merupakan tahapan proses produksi yang
paling memberikan dampak terhadap lingkungan untuk kedua pelarut. Penerapan sistem
agroforestri, pengurangan pupuk anorganik dan organik, serta penggunaan sumber
listrik lebih ramah lingkungan dapat menjadi alternatif pengurangan emisi terhadap
lingkungan.