ABSTRAK Nela Paramita Rattyananda
PUBLIC Yoninur Almira BAB 1 Nela Paramita Rattyananda
PUBLIC Yoninur Almira BAB 2 Nela Paramita Rattyananda
PUBLIC Yoninur Almira BAB 3 Nela Paramita Rattyananda
PUBLIC Yoninur Almira BAB 4 Nela Paramita Rattyananda
PUBLIC Yoninur Almira BAB 5 Nela Paramita Rattyananda
PUBLIC Yoninur Almira BAB 6 Nela Paramita Rattyananda
PUBLIC Yoninur Almira PUSTAKA Nela Paramita Rattyananda
PUBLIC Yoninur Almira
Tsunami besar yang terjadi di Banyuwangi (1994), Aceh (2004), Pangandaran (2006) dan
Mentawai (2010) yang bersumber di zona subsduksi dapat menjadi pembelajaran dan tolak
ukur bagi sistem peringatan dini, mitigasi dan kapasitas masyarakat dalam menghadapi
bencana tsunami. Pantai Selatan Jawa yang menonjol akan pariwisata pantainya namun terletak
di zona subsduksi menjadikannya rawan akan bencana gempa yang diikuti tsunami, termasuk
di Sepanjang Pantai Barat Pangandaran. Dewasa ini, Pantai Barat Pangandaran yang meliputi
Kecamatan Sidamulih dan Kecamatan Pangandaran berkembang menjadi kawasan wisata
pesisir yang ramai, potensial dan termasuk dalam proyek pengembangan wilayah ke 19 dari 50
Destinasi Pariwisata Nasional. Berkembangnya daerah ini ditandai dengan dibangunnya
Kawasan Wisata pesisir, Kampung Turis, Alun – Alun Paamprokan dan rencana Megaproyek
Grand Pangandaran. Rencana Evakuasi yang dimiliki Kabupaten Pangandaran yang dibuat
Pusdalops Kab. Pangandaran (2017) belum semua kawasan di pesisir pantai barat memiliki
rambu evakuasi dan peta evakuasi. Kedua, peta dan rencana tersebut menggunakan skenario
bahaya tsunami Pangandaran 2006 yang bersifat satu skenario ancaman tsunami.
Penelitian ini dilakukan secara kualitatif dimana data yang dihasilkan adalah data deskriptif
yang kemudian menuangkan dalam pernyataan naratif. Pengumpulan data dilakukan melalui
observasi lapangan, wawancara dengan narasumber yang berperan dalam penanggulangan
bencana, dan data – data sekunder dari penelitian terdahulu maupun dari instansi terkait.
Kesiapsiagaan masyarakat yang didukung kesiapan infrastruktur dan rencana evakuasi yang
matang dinilai sangat penting dalam menghadapi risiko bencana tsunami di Kawasan Pantai
Barat sehingga diperlukan Kajian Perencanaan evakuasi dan mitigasi tsunami untuk tingkat
RDTR di Kecamatan Sidamulih dan Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Pangandaran.
Penelitian ini menggunakan analisis multiskenario ancaman tsunami. Analisis multiskenario
diharapkan menghasilkan peta bahaya lebih detail dibandingkan dengan satu skenario ancaman
tsunami karena menggabungkan beberapa single scenario tsunami yang memperhitungkan
berbagai titik sumber gempa tsunami dan menghasilkan satu peta bahaya dengan skenario
terburuk. Gempa Tsunami yang digunakan sebagai masukan multiskenario ancaman tsunami
pada penelitian ini adalah kejadian eksisiting tsunami, kejadian historis dan kajian skenario
prediksi tsunami. Kejadian eksisiting yang digunakan adalah Tsunami Pangandaran 2006
(BNPB, 2016; Windupranata et al., 2020), kejadian historis bersumber dari penelitian
paleotsunami (PUSGEN, 2018) dan skenario prediksi tsunami menggunakan skenario
megathrust selatan jawa Mw 8.7 (Windupranata et al., 2020). Ketiganya kemudian diintegrasi
menghasilkan analisis zona bahaya tinggi, sedang dan rendah. Zona bahaya tinggi merupakan
zona yang terpapar minimal 2 skenario tsunami. Kedua adalah zona bahaya sedang merupakanv
daerah yang terpapar satu skenario tsunami yang meliputi daerah dengan jarak kurang lebih 1
kilometer dari pesisir. Ketiga adalah zona bahaya rendah yang merupakan zona tidak terpapar
tsunami, diharapkan dapat menjadi tujuan evakuasi horizontal bagi penduduk yang terpapar
tsunami.
Peta bahaya yang dihasilkan dari analisis multiskenario ancaman tsunami kemudian menjadi
masukan untuk melakukan kajian risiko, melakukan perhitungan rencana evakuasi tsunami,
membandingkan evakuasi single scenario dan multiskenario ancaman tsunami, dan
merencanakan tata ruang untuk mitigasi dan evakuasi bencana tsunami.
Analisis risiko bencana dihitung menggunakan analisis bahaya berasal dari analisis
multiskenario ancaman tsunami, perhitungan kerentanan berdasarkan pedoman pengkajian
risiko bencana dalam Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (Perka
BNPB) Nomor 2 Tahun 2012 dan perhitungan kapasitas berasal dari Perka Nomor 3 BNPB
Tahun 2012. Analisis risiko mendapatkan indeks risiko sangat tinggi di daerah pesisir pantai
dan indeks tinggi pada desa yang terletak 1 kilometer dari pesisir.
Analisis dan perhitungan evakuasi dan mitigasi tsunami dibagi menjadi perhitungan kapasitas
evakuasi dan analisis bangunan evakuasi untuk penempatan TES baik eksisting maupun
rencana menggunakan rumus dari Pedoman Perencanaan Jalur dan Rambu Evakuasi Tsunami
(Rahayu et al., 2014). Tempat Evakuasi Tsunami kemudian membandingkan hasil dari satu
skenario ancaman tsunami Pangandaran 2006 dan multiskenario ancaman tsunami. Analisis
evakuasi menghasilkan, terdapat lima desa yang terletak di kawasan pesisir membutuhkan
penambahan TES, yaitu Desa Cikembulan, Sukaresik, Pananjung, Pangandaran dan
Wonoharjo, dikarenakan evakuasi membutuhkan waktu yang lebih besar dibandingkan dengan
waktu tiba tsunami. Sedangkan lima desa lainnya yaitu Desa Cikalong, Pajaten, Sidamulih,
Purbahayu dan Sidomulyo masih memiliki cukup waktu untuk melakukan evakuasi horizontal
menuju daerah yang lebih tinggi. TES direncanakan terdapat penambahan 10 lokasi yang
strategis dan memiliki tinggi lantai minimum berdasarkan perhitungan yang dilakukan. Jumlah
TES ini diluar dari 4 lokasi TES eksisting yang telah ada di lokasi penelitian.
Penelitian ini juga melakukan perencanaan tata ruang untuk mitigasi dan evakuasi tsunami
yang dinilai dengan metode SWOT dan menggunakan masukan peta bahaya multiskenari
ancaman tsunami, analisis tata ruang pesisir berdasarkan morfologi dan analisis coastal
protection di kawasan pesisir Pantai Barat Pangandaran. Disini juga akan direkomendasikan
penataan ruang pesisir sebagai mitigasi dan penempatan TES untuk evakuasi tsunami
berdasarkan model dari Ihsan & Pramukanto (2017) dan divisualkan dengan cross section
analysis. Pertimbangan dalam penataan ruang adalah kawasan pariwisata yang memiliki
pertumbuhan dan perkembangan cepat yang terletak di zona rawan gempa dan tsunami.
Perencanaan tata ruang di lokasi penelitian membutuhkan sinergi penataan ruang antara
pariwisata dan mitigasi bencana. Penataan ruang di kawasan pantai berdasarkan analisis SWOT
perlu dilakukan pembagian zona mitigasi dan pembangunan coastal protection sebagai
penahan gelombang tsunami berupa greenbelt. Pola greenbelt dapat dibagi menjadi beberapa
skenario yaitu mengintegrasi hutan pantai sebagai daya tarik wisata, pembangunan greenbelt
sebagai sarana penahan debris bangunan yang dibawa gelombang tsunami dan penanaman
greenbelt di kawasan wisata pantai dan setiap sisi yang kosong antar bangunan dengan tetap
memperhatikan perencanaan pembuatan jalur evakuasi di kawasan wisata. Sedangkan
pembagian zona mitigasi, lokasi penelitian dapat dibagi menjadi tiga zona yaitu Zona
Perlindungan dengan lebar minimal 300 meter dari garis pantai, Zona Penggunaan Terbatas
ditempatkan setelah zona perlindungan dengan lebar hingga 1 km dari garis pantai dan Zona
Pengembangan dengan lebar ? 1 km dari garis pantai