COVER Alvin Salendra
EMBARGO  2025-03-06 
EMBARGO  2025-03-06 
BAB1 Alvin Salendra
EMBARGO  2025-03-06 
EMBARGO  2025-03-06 
BAB2 Alvin Salendra
EMBARGO  2025-03-06 
EMBARGO  2025-03-06 
BAB3 Alvin Salendra
EMBARGO  2025-03-06 
EMBARGO  2025-03-06 
BAB4 Alvin Salendra
EMBARGO  2025-03-06 
EMBARGO  2025-03-06 
BAB5 Alvin Salendra
EMBARGO  2025-03-06 
EMBARGO  2025-03-06 
Cairan ion merupakan lelehan garam yang berwujud cairan pada temperatur rendah dengan stabilitas termal dan elektrokimia yang baik. Hal ini menjadikan cairan ion banyak diaplikasikan sebagai elektrolit pada berbagai perangkat penyimpan energi seperti baterai. Namun demikian, konduktivitasnya yang relatif rendah dibanding pelarut konvensional menghambat proses transfer ion di dalamnya. Untuk mengatasi masalah ini, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan dengan merancang cairan ion biner agar diperoleh sifat fisik dan kimia target yang diinginkan. Penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan konduktivitas cairan ion [bmim][PF6] dengan penambahan [bmim][TFSI] ini dilakukan dalam berbagai fraksi mol 0; 0,25; 0,50;
0,75; 1 pada temperatur 303 – 323 K. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diketahui nilai konduktivitas ion (?) cairan ion [bmim][PF6] dan [bmim][TFSI] yang diukur menggunakan Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) masing-masing sebesar 2,12 dan 4,75 mS.cm-1 pada 303 K. Adanya penambahan [bmim][TFSI] secara keseluruhan meningkatkan konduktivitas [bmim][PF6] sebanding dengan jumlah yang ditambahkan. Selanjutnya aspek kinetika pada permukaan elektroda juga dikaji mengingat kinerja cairan ion sebagai elektrolit dipengaruhi oleh transfer massa dan muatan ketika berinteraksi dengan spesi elektroaktif pada antarmuka elektroda/elektrolit. Dalam hal ini, ferrocene digunakan sebagai spesi standar berdasarkan stabilitas molekul dan perubahan redoks Fc/Fc+ yang cepat, reversibel dan tidak rumit secara kinetik. Pengukuran dilakukan menggunakan Cyclic Voltammetry (CV) dengan sel sistem tiga elektroda dimana glassy carbon bertindak sebagai elektroda kerja, Platina sebagai elektroda lawan dan kawat Wolfram oksida sebagai elektroda pseudo-referensi. Berdasarkan voltammogram yang hasilkan pada rentang potensial -0,2 – 0,4 V diketahui bahwa reaksi bersifat quasi-reversible dengan pemisahan puncak potensial (?Ep) sebesar 110 mV. Selanjutnya melalui variasi laju pindai (v) 20 – 300 mV.s-1 terlihat bahwa arus puncak (Ip) yang dihasilkan meningkat terhadap laju pindai yang diberikan. Berdasarkan linearitas yang diperoleh dari persamaan Randles-Sevcik dapat diketahui bahwa proses transfer massa yang berlangsung terjadi secara difusi. Lebih lanjut, melalui hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien difusi (D) ferrocene yang terlarut dalam [bmim][PF6] sebesar
3,3 x 10-7 cm2.s-1 dan [bmim][TFSI] 1,60 x 10-6 cm2.s-1. Adapun konstanta laju transfer
elektron (ks) kompleks ferrocene yang diperoleh bernilai 7,9 x 10-4 cm.s-1 ketika dalam
[bmim][PF6] dan 1,82 x 10-3 cm.s-1 dalam [bmim][TFSI]. Adanya pencampuran cairan ion [bmim][TFSI] yang dilakukan pada [bmim][PF6] secara keseluruhan meningkatkan
konduktivitas, koefisien difusi dan konstanta laju transfer elektron, namun berada di
rentang cairan ion murninya dengan urutan [bmim][PF6] <
[bmim][PF6]0,75-[bmim][TFSI]0,25 < [bmim][PF6]0,50-[bmim][TFSI]0,50 < [bmim] [PF6]0,25-[bmim][TFSI]0,75 < [bmim][TFSI]. Secara umum, kecenderungan yang diperoleh ini dipengaruhi oleh viskositas cairan ion yang menentukan karakteristik pergerakan ion/molekul. Selain itu, interaksi yang terbentuk antara spesi elektroaktif dan cairan ion juga mempengaruhi kinetika yang terjadi. Selanjutnya, melalui variasi temperatur yang dilakukan, diketahui bahwa perubahan nilai konduktivitas, koefisien difusi dan konstanta laju transfer elektron sebanding dengan perubahan temperatur mengikuti persamaan Arrhenius. Berdasarkan energi aktivasi difusi (EaD) dan penurunan konduktivitas yang kecil terhadap temperatur, cairan ion biner [bmim][PF6]0,50-[bmim][TFSI]0,50 menjadi kandidat elektrolit yang unggul pada operasi temperatur rendah.