Gunung Agung merupakan salah satu gunung berapi aktif di Bali, Indonesia.
Berdasarkan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Indonesia
(PVMBG), Gunung Agung meletus pada tahun 2017, setelah lebih dari lima puluh
tahun tidak menunjukkan aktivitas. Fase erupsi ini menunjukkan peningkatan
aktivitas seismik yang signifikan pada bulan September-Oktober masuk dalam fase
seismic crisis dan kemudian menurun secara bertahap hingga akhirnya meletus
pada 21 November 2017. Untuk mengkaji proses dan mekanisme aktivitas serta
dinamika Gunung Agung pada saat erupsi, dilakukan perhitungan perubahan
kecepatan seismik relatif menggunakan korelasi silang ambient seismic noise.
Variasi kecepatan dapat disebabkan oleh gangguan stress dalam medium sebuah
gunungapi. Sehingga informasi tentang perubahan stress dapat diperoleh dari
variasi kecepatan dalam medium yang terkait dengan aktivitas sistem magma di
bawah permukaan. Sebanyak delapan seismometer, sehingga terdapat 28 pasangan
stasiun rekaman seismometer, digunakan untuk membentuk cross correlation
function (CCF). Perhitungan delay time (?t/t) dilakukan untuk masing-masing CCF
dan referensi yang telah di stack, menjadi input untuk menghitung perubahan
kecepatan (?V/V). Berdasarkan perubahan kecepatan yang diperoleh, kemudian
diidentifikasi bagaimana perubahan medium, sebelum dan sesudah erupsi.
Meskipun bervariasi secara spasial, dapat diidentifikasi zona perubahan kecepatan
dengan tren negatif antara Gunung Agung dan Batur sebelum erupsi, yang
kemudian tren tersebut semakin banyak terekam pada pasangan stasiun hingga
erupsi. Hal ini diinterpretasikan sebagai perkembangan rekahan akibat migrasi
magma ke arah Gunung Agung. Migrasi magma ini juga menunjukkan peningkatan
kecepatan pada area sekitar gunung yang dapat diakibatkan karena peningkatan
tekanan pada dapur magma dangkal. Selanjutnya, letusan yang terjadi
menyebabkan deformasi yang signifikan pada kerangka vulkanik, menyebabkan
penurunan kecepatan dan perubahan kecepatan berfluktuasi.