Model estimasi nilai tanah perkotaan merupakan model matematika untuk mengestimasi nilai suatu lahan di area perkotaan. Hingga saat ini belum ada model estimasi nilai tanah akurat yang dapat dijadikan sebagai referensi untuk berbagai kepentingan. Nilai tunggal untuk berbagai kepentingan dikenal dengan istilah single value for multipurpose, yang merupakan nilai acuan tunggal yang dapat dijadikan rujukan dalam berbagai kebutuhan.
Penilaian tanah masih ditemukan adanya permasalahan. Dalam melakukan penilaian tanah, jumlah objek pajak yang sangat banyak sehingga diperlukan kerja keras dan biaya yang sangat mahal. Selain itu, hasil penilaian tanah tidak akurat, terbukti dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang belum mencerminkan nilai yang sebenarnya di lapangan. Untuk itu diperlukan adanya penyempurnaan model estimasi nilai tanah yang lebih komprehensif, dengan menggunakan variabel-variabel yang mudah dihitung dan ditentukan karakteristiknya agar memiliki akurasi yang lebih tinggi. Model estimasi nilai tanah ini, diharapkan lebih mudah dipahami oleh penilai ataupun masyarakat.
Data penelitian menggunakan data Nilai Indikasi Rata-rata (NIR) dari Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (BPPD) Kota Bandung tahun 2007; data infrastruktur transportasi dan sarana prasarana publik Kota Bandung yang diperoleh dari Dinas Tata Ruang Kota Bandung tahun 2010; dan data Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung 2004-2013 dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bandung. Data sampel diambil dari data NIR yang telah ditumpangsusunkan dengan variabel penentu nilai tanah dan variabel pusat pelayanan kota. NIR sebagai data nilai tanah yang melekat pada bidang tanah dalam bentuk polygon kemudian dikonversi menjadi centroid yang merupakan titik tengah bidang tanah. Variabel penentu nilai tanah yang mempengaruhi nilai tanah dalam penelitian ini sebanyak 19 variabel yaitu jalan, hotel, pendidikan tinggi, rumah sakit, tempat pemakaman umum, tempat ibadah, sekolah, pusat perdagangan, stadion olahraga, tempat makan, pusat industri, terminal/stasiun, lembaga permasyarakatan, jalan tol, tempat pembuangan sampah, area lokalisasi/prostitusi, bandara, menara Base Transceiver Station (BTS), dan sungai. Variabel pusat pelayanan kota terdiri dari 8 variabel yang merupakan aspek struktur ruang yang mempengaruhi dalam pemodelan estimasi nilai tanah. Pusat primer kota Bandung adalah Alun-alun dan Gedebage, sedangkan pusat sekundernya adalah Setrasari, Sadang Serang, Kopo Kencana, Turangga, Arcamanik, dan Margasari. Setiap variabel mewakil 10 sampel centroid, sehingga dalam cakupan wilayah pengembangan terdapat 270 sampel.
Estimasi nilai tanah dilakukan dengan menggunakan metode geostatistik, regresi linear berganda, dan regresi non-linear. Validasi model digunakan untuk mengetahui tingkat akurasi model estimasi nilai tanah, dengan cara menghitung standar deviasi dari model estimasi nilai tanah berdasarkan metode geostatistika, regresi linear berganda, dan regresi non-linear. Model estimasi nilai tanah berdasarkan analisis geostatistik, regresi linear berganda, dan regresi non-linear diujicoba terhadap data check point. Data check point merupakan sebaran titik dalam cakupan wilayah pengembangan. Pemilihan data check point dilakukan secara acak berdasarkan variabel penentu nilai tanah dan variabel pusat pelayanan kota. Data check point digunakan untuk menguji coba model estimasi tanah berdasarkan analisis geostatistik, regresi linear berganda, dan regresi non-linear. Setelah menggunakan check point, diperoleh besaran Root Mean Square Error (RMSE) model geostatistik, regresi linear berganda, dan regresi non-linear. Model regresi linear berganda menjadi model estimasi tanah terbaik untuk wilayah Bandung bagian barat yang meliputi wilayah pengembangan Bojonagara, Cibeunying, Karees, dan Tegallega. Model regresi non-linear menjadi model estimasi nilai tanah terbaik untuk wilayah Bandung bagian timur yang meliputi wilayah pengembangan Gedebage dan Ujungberung. Model estimasi nilai tanah berdasarkan analisis geostatistik menghasilkan RMSE tertinggi karena dalam pemodelan hanya berfokus pada variabel spasial dan belum memasukkan variabel penentu nilai tanah dan pusat pelayanan kota.
Model estimasi nilai tanah yang mendekati nilai tanah sebenarnya dapat dilihat dari nilai RMSE model terendah agar dapat digunakan sebagai model referensi nilai tanah yang akurat. Model regresi linear berganda menjadi model estimasi nilai tanah terbaik untuk wilayah Bandung bagian barat yang dapat meningkatkan tingkat akurasi sebesar 7,27% dibandingkan dengan model regresi non-linear. Model regresi non-linear menjadi model estimasi nilai tanah terbaik untuk wilayah Bandung bagian timur yan dapat meningkatkan tingkat akurasi sebesar 14,26% dibandingkan dengan model regresi linear berganda.
Kebaharuan dalam penelitian ini adalah integrasi variabel spasial, variabel tata ruang (pusat pelayanan kota), dan variabel penentu nilai tanah untuk membangun model estimasi nilai tanah di wilayah perkotaan. Model estimasi nilai tanah berkontribusi dalam percepatan penilaian tanah; efisiensi biaya survei lapangan dalam pengambilan data; model estimasi nilai tanah ini diharapkan dapat menjadi nilai tunggal untuk berbagai kepentingan; serta dapat dijadikan sebagai referensi untuk area perkotaan di Indonesia.