digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Mikhael Gilang Pribadi Putra P
PUBLIC Erlin Marliana Effendi

COVER_Mikhael Gilang.pdf
PUBLIC Erlin Marliana Effendi

BAB I_Mikhael Gilang.pdf
PUBLIC Erlin Marliana Effendi

BAB II_Mikhael Gilang.pdf
PUBLIC Erlin Marliana Effendi

BAB III_Mikhael Gilang.pdf
PUBLIC Erlin Marliana Effendi

BAB IV_Mikhael Gilang.pdf
PUBLIC Erlin Marliana Effendi

BAB V_Mikhael Gilang.pdf
PUBLIC Erlin Marliana Effendi

PUSTAKA Mikhael Gilang Pribadi Putra P
PUBLIC Erlin Marliana Effendi

LAMPIRAN_Mikhael Gilang.pdf
PUBLIC Erlin Marliana Effendi

Serangan ranjau dan bom rakitan (improvised explosive device/IED) merupakan ancaman serius bagi personil militer yang bertugas di daerah konflik. Serangan ranjau ini dapat mengakibatkan cedera pada penumpang dalam kendaraan tempur. Untuk menghindari terjadinya fatalitas, keselamatan penumpang peru diperhatikan. Pada penelitian ini dilakukan penambahan pretensioner pada sistem sabuk pengaman yang digunakan pada kursi anti-ranjau kendaraan tempur dengan hipotesis pretensioner mampu mengurangi tingkat cedera penumpang. Adapun aspek yang menjadi fokus penelitian adalah pengaruh ketinggian sandaran kaki, pengaruh penambahan pretensioner pada lap belt, pengaruh penambahan pretensioner pada shoulder belt, dan pengaruh kombinasi keduanya. Tolak ukur yang digunakan adalah nilai referensi kriteria peninjauan (IARV) yang berisi tentang kriteria cedera. IARV yang digunakan adalah berdasarkan dokumen Allied Engineering Publication (AEP) 55 Volume 2. Penelitian ini menggunakan beban ledak ekuivalen TNT 8 kg dengan letak sumber ledakan di bawah kendaraan tempur bagian tengah untuk mengemulasi standar pengujian NATO STANAG 4569 level 3b. Pemodelan numerik menggunakan Anthropomorphic Test Device (ATD) Hybrid III 50th percentile untuk mewakilkan penumpang. Penelitian dibagi menjadi empat bagian yaitu (1) tinjauan pustaka, (2) analisis numerik model baseline, (3) pembuatan numerik dengan menambahkan pretensioner pada model baseline, dan (4) modifikasi model yang dibuat pada bagian (3) untuk memenuhi IARV pada kondisi NATO STANAG 4569 level 3b. Ketinggian sandaran kaki yang diteliti adalah 100 mm, 120 mm, 140 mm, dan 160 mm. Panjang tarikan pretensioner atau disebut juga Lfed yang diteliti adalah 20 mm, 40 mm, 60 mm, 80 mm, dan 100 mm. Waktu picu (trigger) pretensioner adalah 10 ms sedangkan waktu penguncian retractor adalah pada 1 ms. Hasil penelitian ini yang pertama adalah bahwa penambahan pretensioner pada lap belt dapat mengurangi HIC hingga 94.49%. Hasil kedua adalah bahwa penambahan pretensioner pada lap belt memberikan pengaruh yang bervariasi bagi kriteria cedera tibia yaitu antara -18.8% hingga 14.6% namun tidak dapat menggantikan pengaruh ketinggian sandaran kaki. Variasi Lfed pada lap belt pretensioner memiliki efek yang acak terhadap kriteria cedera lainnya. Penambahan pretensioner pada shoulder belt dapat mengurangi nilai HIC hingga 1313.6 atau 69.7%, namun tidak berhasil menurunkannya hingga lulus IARV. Shoulder belt pretensioner dapat mengurangi cedera leher Fz- hingga 25%, namun beberapa data menunjukkan penambahan cedera leher Fz-. Shoulder belt pretensioner dapat mengurangi tingkat cedera tibia hingga lulus IARV pada ketinggian sandaran kaki 160 mm dengan nilai yang relative konstan seiring penambahan Lfed sehingga dapat menggantikan peran peninggian sandaan kaki secara terbatas. Secara umum, kombinasi antara kedua jenis pretensioner memiliki efek negatif pada efektivitas lap belt pretensioner namun mampu mengurangi cedera leher kompresi secara terbatas. Berdasarkan penelitian ini, direkomendasikan untuk mengubah tinggi sandaran kaki menjadi 160 mm untuk ergonomitas dan melengkapi desain kursi anti-ranjau dengan retractor-pretensioner pada shoulder belt untuk memenuhi IARV.