digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Pengolahan sampah elektronik di Indonesia didominasi oleh kelompok informal. Sekalipun kegiatan pengolahan secara tradisional sangat berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan, mereka tetap melakukannya dengan alasan kemiskinan dan pengangguran. Bagi mereka yang tidak mempunyai keterampilan atau pendidikan formal yang tinggi, bisnis limbah elektronik sangat menjanjikan dibandingkan dengan bisnis lain seperti berdagang sayur mayur, pakaian, atau bahan kebutuhan pokok. Tidak cukup hanya dengan mempunyai undang-undang pengelolaan sampah. Paling tidak terdapat empat aspek lainnya yang harus diperhatikan dalam mengelola sampah elektronik, yaitu komitmen sumber daya manusia, budaya masyarakat, teknologi, dan pendanaan. Pengelolaan sampah elektronik harus dilakukan mulai dari hulu yaitu masyarakat sebagai sumber utama sampah elektronik hingga ke hilir yaitu informal business yang melakukan proses daur ulang. Termasuk produsen yang berkontribusi besar atas timbunan sampah elektronik. Oleh karena itu, penelitian ini mengusung tema metode keterlibatan para stakeholder dalam mengatasi sampah elektronik melalui pengimplementasian sustainable reverse logistics (SRL). Isu sustainability sangat diperlukan karena kegiatan reverse logistics yang dilakukan informal business seringkali bergesekan dengan kepentingan lingkungan dan kesehatan masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah memetakan peran motivasi, harapan, dan kendala masing-masing stakeholder; mengetahui hirarki interaksi setiap stakeholder terhadap program SRL; dan menentukan metode keterlibatan untuk setiap stakeholder yang paling sesuai. Untuk menjawab pertanyaan penelitian, penelitian ini menggunakan pendekatan mix method. Qualitative approach digunakan untuk mengumpulkan berbagai informasi dari responden termasuk metode keterlibatan yang paling cocok untuk diimplementasikan. Quantitative approach dilakukan pada tahap konfirmasi. Pada tahap konfirmasi, penelitian ini menggunakan uji statistik deskriptif yaitu mean, modus, dan geometric mean. Selain itu, interrater agreement, content validity index, dan factorial validity index juga dilakukan untuk mengukur tingkat persetujuan diantara para penilai. Terdapat 33 responden kelompok informal dan 2 responden kelompok formal bisnis; 7 responden dari kelompok pemerintah, 2 responden dari kelompok manufaktur smartphone; dan 363 masyarakat. Pada tahap konfirmasi, penelitian ini menggunakan responden iv kelompok informal business yang sama. 3 responden kelompok manufaktur, 168 responden kelompok pemerintah, dan masyarakat 134 responden. Pemetaan peran, motivasi, dan ekspektasi setiap stakeholder, serta kendala yang mereka hadapi akan menjadi landasan peneliti dalam merumuskan metode keterlibatan para stakeholder dalam mengimplementasikan atau mendukung program SRL. Hasil analisis hirarki interaksi yang menggunakan konsep AIDA, menunjukkan bahwa semua stakeholder mempunyai perhatian terhadap kegiatan SRL. Pada level hirarki kedua, hanya masyarakat yang tidak berminat untuk mendukung program. Pada tahap ketiga, hanya kelompok manufaktur yang tertarik untuk mengimplementasikan kegiatan SRL. Sayangnya semua stakeholders tidak mencapai level keempat karena belum melakukan kegiatan atau program SRL secara signifikan. Hasil pengujian tahap konfirmasi menunjukkan, bisnis informal bersedia menggunakan personal protective equipment, menyediakan tempat khusus untuk menampung sampah elektronik, memberikan insentif untuk pemilik sampah elektronik, dan menolak melakukan pengolahan jika tidak mempunyai kemampuan yang cukup. Pemerintah bersedia dilibatkan dalam membuat data lengkap bisnis informal, mempromosikan kegiatan SRL, mendorong masyarakat untuk berperilaku ramah lingkungan, dan memfasilitasi kemitraan antara informal bisnis dan manufaktur. Terdapat tiga bentuk partisipasi yang disetujui oleh kelompok manufaktur yaitu memberikan informasi tentang kandungan racun dan efek radiasi produk, menyelenggarakan program tukar tambah, dan meningkatkan kualitas produk. Sementara masyarakat bersedia memilah dan membuang sampah elektronik dengan jadwal terpisah, tidak menyimpan sampah elektronik di rumah, selektif dalam membeli produk, dan bersedia memperbaiki atau mengupgrade smartphone untuk digunakan kembali. Terdapat enam metode kolaborasi yaitu: mengembangkan dan mempromosikan pusat SRL; membuat aplikasi pengumpulan sampah online; mengelola pertumbuhan limbah elektronik dengan mengatur pembuangan sampah yang hijau, membuat jadwal khusus, dan menyediakan petugas; mengkoordinasikan informasi dan pengumpulan limbah smartphone serta membawanya ke pusat SRL; membangun kemitraan antara IEB dan produsen dengan memberikan sertifikasi terlebih dahulu; dan meningkatkan keterampilan dan pengetahuan daur ulang melalui kemitraan yang menguntungkan antara IEB dan produsen. Bisnis informal dapat diberdayakan untuk menciptakan mesin daur ulang tradisional dan mesin filter udara. Pemerintah setuju untuk mengembangkan tata kelola sistem SRL, memantau dan mengawasi aktivitas SRL, dan memediasi kemitraan IEB dan produsen. Produsen dapat diberdayakan untuk mengembangkan program take-back, menyediakan layanan perbaikan resmi yang luas, menghasilkan produk yang fleksibel untuk penambahan fitur, dan menggunakan barang daur ulang untuk menghasilkan produk baru. Sedangkan komunitas hanya dapat diberdayakan dalam hal peningkatan penggunaan smartphone dengan memberikan atau menjualnya kepada orang lain. Memahami peran, motivasi, kendala, dan harapan masing-masing stakeholder sangatlah penting dan melibatkan keempat pihak tersebut sangat bermanfaat karena permasalahan tersebut tidak dapat diselesaikan secara individu.