Cover_Albert Liongbong
Terbatas  yana mulyana
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  yana mulyana
» Gedung UPT Perpustakaan
Bab 1_Albert Liongbong
Terbatas  yana mulyana
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  yana mulyana
» Gedung UPT Perpustakaan
Bab 2_Albert Liongbong
Terbatas  yana mulyana
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  yana mulyana
» Gedung UPT Perpustakaan
Bab 3_Albert Liongbong
Terbatas  yana mulyana
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  yana mulyana
» Gedung UPT Perpustakaan
Bab 4_Albert Liongbong
Terbatas  yana mulyana
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  yana mulyana
» Gedung UPT Perpustakaan
Bab 5_Albert Liongbong
Terbatas  yana mulyana
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  yana mulyana
» Gedung UPT Perpustakaan
Bab 6_Albert Liongbong
Terbatas  yana mulyana
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  yana mulyana
» Gedung UPT Perpustakaan
Pustaka_Albert Liongbong
Terbatas  yana mulyana
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  yana mulyana
» Gedung UPT Perpustakaan
Fenilbutazon merupakan NSAID yang termasuk dalam obat BCS kelas II dalam Sistem Klasifikasi
Biofarmaseutik, yaitu obat dengan kelarutan rendah dan permeabilitas tinggi. Karena laju
disolusinya yang rendah, dilakukan upaya peningkatan laju disolusi dengan pembuatan campuran
fisik dan dispersi padat. Pada penelitian ini, pembuatan campuran fisik dan dispersi padat
fenilbutazon menggunakan dua pembawa, yaitu poloxamer 407 dan PVP K-30. Setiap pembawa
dibuat campuran fisik dan dispersi padat dalam tiga perbandingan konsentrasi yang berbeda
terhadap fenilbutazon, yaitu 2:1, 1:1, dan 2:3.
Dalam pembuatan campuran fisik, fenilbutazon dan polimer pembawa diayak menggunakan mesh
40 secara terpisah, kemudian dicampurkan menggunakan turbula mixer. Pembuatan dispersi
padat dilakukan dengan metode penguapan pelarut. Fenilbutazon serta polimer pembawa
dilarutkan dalam pelarut etanol, kemudian pelarut diuapkan dengan vaporator putar vakum dan
oven. Untuk pembuatan dispersi padat A, campuran diuapkan perlahan sedangkan untuk
pembuatan dispersi padat B, dibuat perbedaan suhu yang tinggi antara larutan sampel dan
larutan pendingin sehingga kristal tidak dapat terbentuk. Untuk menentukan pengaruh polimer
dan pelarut, dilakukan pula pengujian untuk fenilbutazon murni dan fenilbutazon hasil
rekristalisasi.
Seluruh sampel yang dibuat diayak menggunakan ayakan mesh 40, kemudian digerus dengan alat
penggiling selama 0, 10, 20, dan 30 menit; dan kemudian diayak lagi dengan mesh 40 untuk setiap
tahap penggilingan. Sampel hasil penggilingan digunakan untuk pengujian disolusi dan SEM.
Pengukuran disolusi dan efisiensi disolusi tiap sampel diperoleh dari analisis spektrofotometer
UV-Vis pada panjang gelombang 264 nm. Berdasarkan percobaan, DB PLX 2:3 tanpa penggilingan
dan DB PVP 2:3 tanpa penggilingan memiliki profil disolusi paling baik yaitu 94,87 ± 0,48% dan
93,26 ±0,72% secara berurutan. Hasil karakterisasi SEM menunjukkan terdapat perbedaan bentuk
kristal antara campuran fisik, dispersi padat A dan dispersi padat B, selain itu sampel hasil
penggerusan cenderung membentuk agregat.