digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Albert Liongbong
PUBLIC yana mulyana

Fenilbutazon merupakan NSAID yang termasuk dalam obat BCS kelas II dalam Sistem Klasifikasi Biofarmaseutik, yaitu obat dengan kelarutan rendah dan permeabilitas tinggi. Karena laju disolusinya yang rendah, dilakukan upaya peningkatan laju disolusi dengan pembuatan campuran fisik dan dispersi padat. Pada penelitian ini, pembuatan campuran fisik dan dispersi padat fenilbutazon menggunakan dua pembawa, yaitu poloxamer 407 dan PVP K-30. Setiap pembawa dibuat campuran fisik dan dispersi padat dalam tiga perbandingan konsentrasi yang berbeda terhadap fenilbutazon, yaitu 2:1, 1:1, dan 2:3. Dalam pembuatan campuran fisik, fenilbutazon dan polimer pembawa diayak menggunakan mesh 40 secara terpisah, kemudian dicampurkan menggunakan turbula mixer. Pembuatan dispersi padat dilakukan dengan metode penguapan pelarut. Fenilbutazon serta polimer pembawa dilarutkan dalam pelarut etanol, kemudian pelarut diuapkan dengan vaporator putar vakum dan oven. Untuk pembuatan dispersi padat A, campuran diuapkan perlahan sedangkan untuk pembuatan dispersi padat B, dibuat perbedaan suhu yang tinggi antara larutan sampel dan larutan pendingin sehingga kristal tidak dapat terbentuk. Untuk menentukan pengaruh polimer dan pelarut, dilakukan pula pengujian untuk fenilbutazon murni dan fenilbutazon hasil rekristalisasi. Seluruh sampel yang dibuat diayak menggunakan ayakan mesh 40, kemudian digerus dengan alat penggiling selama 0, 10, 20, dan 30 menit; dan kemudian diayak lagi dengan mesh 40 untuk setiap tahap penggilingan. Sampel hasil penggilingan digunakan untuk pengujian disolusi dan SEM. Pengukuran disolusi dan efisiensi disolusi tiap sampel diperoleh dari analisis spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 264 nm. Berdasarkan percobaan, DB PLX 2:3 tanpa penggilingan dan DB PVP 2:3 tanpa penggilingan memiliki profil disolusi paling baik yaitu 94,87 ± 0,48% dan 93,26 ±0,72% secara berurutan. Hasil karakterisasi SEM menunjukkan terdapat perbedaan bentuk kristal antara campuran fisik, dispersi padat A dan dispersi padat B, selain itu sampel hasil penggerusan cenderung membentuk agregat.