Kentang merupakan bahan pangan alternatif yang dibudidayakan di dataran tinggi, yang tingkat produksinya ditentukan oleh pola konsumsi. Keterbatasan lahan produksi yang cocok menyebabkan kentang ditanam di kemiringan >15% tanpa disertai praktik konservasi lahan. Biaya budidaya kentang pada setiap musim tanam rata-rata ketiga varietas kentang sebesar 67,33% dari total penerimaan. Hal tersebut menggambarkan manajemen produksi kentang masih belum efektif, efisien dan berkelanjutan. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi permasalahan spesifik dan karakteristik manajemen produksi kentang varietas Atlantik, Granola dan Medians serta upaya perbaikannya. Metode yang digunakan adalah pendekatan studi kasus terhadap petani kentang di Kecamatan Kertasari (Kabupaten Bandung) dan Kecamatan Lembang (Kabupaten Bandung Barat) yang termasuk ke dalam daerah penghasil kentang terbesar di Jawa Barat, digunakan analisis fungsi bentang alam, analisis efisiensi usaha tani dengan perhitungan R/C ratio, analisis karakteristik dan model Hibrid AHP-SWOT.
Hasil analisis fungsi bentang alam menunjukan bahwa lahan pada kedua wilayah tersebut memiliki tipe tanah sandy clay-loam, sandy loam fine sandy-loam dan sandy fine-sandy clay-loam yang artinya lahan tersebut termasuk ke dalam tipe tanah bertekstur sedang dan memiliki tingkat infiltrasi dengan kisaran sedang-tinggi serta cocok untuk dijadikan lahan budidaya. Nilai rata-rata tingkat stabilitas lahan sebesar 59,20% ± 0,7, infiltrasi air sebesar 49,80% ± 0,8 dan siklus nutrisi sebesar 44,90% ± 1,1 yang mengindikasikan bahwa tingkat pengolahan lahan belum optimal. Nilai rata-rata pada Landscape Organization Index (LOI) sebesar 1,07% mengindikasikan besaran rasio patches dan inter-patches pada bentang alam.
Berdasarkan tingkat keragaman vegetasi, hampir pada seluruh lahan kentang memiliki kemiripan jenis vegetasi yaitu terdapat Toona sp, Eucalyptus sp dan Musa sp (kecuali pada lahan Atlantik 86,90%) di setiap lahan tersebut serta lahan Granola (83,90%) memiliki keunikan tersendiri dibandingkan lahan lainnya, yaitu terdapat tanaman kopi (Coffea sp). Berikut urutan lahan yang memiliki nilai volume kanopi tertinggi ke terendah yaitu lahan Atlantik (1,75%) sebesar 20.894/ hektar, lahan Granola (70,02%) sebesar 1.809/ hektar, lahan Medians (28,70%) sebesar 1.584/hektar, lahan Granola (83,90%) sebesar 198/hektar, Medians (3,49%) sebesar 184/hektar dan lahan yang memiliki nilai terendah adalah lahan Atlantik (86,90%) yaitu sebesar 182,2/hektar.
Nilai R/C budidaya kentang varietas Atlantik, Granola dan Medians: 1,27, 1,34 dan 2,00. Model Hibrid AHP-SWOT prioritas tertinggi pada kentang konsumsi menunjukan pada kelompok faktor Weakness (37,1%) dan kentang olahan pada faktor Opportunity (31,1%). Strategi utama yang dilakukan guna untuk meningkatkan manajemen produksi yang efektif, efisien dan berkelanjutan pada kentang konsumsi adalah dengan mengkombinasikan Good Agricultural Practices (GAP) dengan budidaya tumpang sari, meningkatkan informasi dan jaringan dalam pemasaran serta mengolah hasil panen kentang (agroindustri). Adapun strategi utama pada kentang olahan yaitu menerapkan soil-less farming dan kombinasi metode subsoiling dan solarisasi serta mengkombinasikan Good Agricultural Practices (GAP) dengan budidaya tumpang sari.
Kata Kunci: Analisis fungsi bentang alam, hibrid ahp-swot, lahan miring, manajemen produksi kentang